"Ok, Rose. Kau mau membuat kesepakatan?"
"Kesepakatan?"
"E-emh!" ku dengar dia berdehem, saat ku lirik dari spion ia membasahi bibirnya dengan lidah lalu menelan ludah, "you're pretty!" pujinya,
"What?" spontanku, tetap menatap ke depan. Brengsek! Dasar pria, sama saja. Tidak bisa melihat jidat mulus sedikit. Dia pikir aku akan tergoda begitu? Meski...ya...ku akui. Dia memang tampan, dingin. Seleraku sekali. Dan entah kenapa, setiap mataku bertemu matanya. Meski melalui pantulan kaca, dadaku terasa dag-dig-dug.
"I need some rest. I've never get sleep, for a long time!"
"Apa maumu?"
"I need sleep!"
"Tidur, kenapa kau tidak pergi ke hotel saja. Ok, Mister, bicara bahasa Indonesia, jika kau mengerti semua bahasaku!" pintaku dengan kesal.
"Aku mengerti beberapa bahasa, dan...hotel tak bisa membuatku tidur. Belakangan...!"
Dia berbicara perlahan, jujur..., suaranya merdu sekali. Aku tahu dia sedang dalam masalah, dan sepertinya masalahnya akan menyeretku jika dia berlama-lama di dalam taksiku.
"Jadi, kau mau tidur di dalam taksiku sementara aku harus menjagamu selama kau terlelap seperti baby sitter, begitu? Ini konyol!" dengusku.