"Makasih ya udah bantuin, itu suara apaan?" tanya Erik, "browsing dadakan di youtube, dan...harusnya aku yang berterima kasih karena kakak udah nolongin aku!" katanya balik.
Erik tersenyum, dan senyuman itu sungguh di nikmati oleh sang gadis. Tiba-tiba muncul debaran aneh di balik tulang rusuknya, debaran yang belum pernah ia kenal. Tentu saja, di usianya yang masih belia ia belum berfikir untuk mengenal debaran semacam itu. Erik juga merasakan hal yang sama, ia memandang wajah gadis itu lebih lekat, membuat pipi putihnya merona merah jambu.
Tapi Erik segera menyadari situasi mereka yang berada di jalanan, "eh, kamu...sendirian aja?" tanyanya, gadis itu mengangguk.
"Lain kali kalau udah malam jangan keluyuran sendiri, kejahatan terhadap wanita itu besar sekali loh di jalanan, nggak pandang bulu lagi!" pesannya,
"Tadi sih, aku perginya sama papa dan kakak tapi...karena bosan jadi aku kabur duluan!"
"Ouh....,"
Kediaman kembali muncul, menciptakan suasana aneh, lagi-lagi Erik menyadarinya lebih dulu. Ia sendiri heran kenapa ia bisa berdebar-debar berpandangan seperti itu dengan seorang gadis belia yang lebih pantas jadi adik atau keponakannya.
Aduh Rik, sadar.....dia masih terlalu kecil bahkan untuk mengerti apa yang sedang berdentum di dadamu itu!
Hati kecilnya mengingatkan.
"Rumah kamu dimana?" tanya Erik setelah mencoba mengendalikan diri, "di dalam konpleks itu!" tunjuknya, "kakak mau nganterin?" tanyanya.
"Ha, eh...eh....!"