Hendra tersenyum, "jangan kuatir, ku rasa aku cukup tahu dia!" sahutnya, "jangan sampai kita kehilangan dia, itu akan cukup merugikan. Kecuali, kau sudah siap kehilangan jabatanmu!" pesan Daren.
"Itu ancaman?"
"Terserah!"
Hendra mengedikan bahu lalu keluar. Daren masih menatapnya sampai di telan pintu.
"Ku rasa kau harus menyuruh sepupumu untuk sekolah kepribadian!" katanya melirik Mela yang tengah berjalan ke arahnya dengan senyum manis, begitu sampai wanita itu memungut dasinya, sedikit menariknya, "daripada memikirkan si brengsek itu lebih baik kita lanjutkan saja yang tadi?" bisiknya, Daren memutar matanya,
"Yang mana?"
Mela melebarkan mata dengan kesal, menarik dasi Daren lebih kencang, "auw!" seru Daren dengan serangan Mela, istrinya itu menyeretnya hingga keduanya tersungkur ke sofa. Ada kediaman sejenak sebelum terdengar tawa dari keduanya.
* * *
Anthony berdiri di jendela, di tangannya tergenggam sebotol wine. Tangan satu lagi membawa hpnya yang tak mau berhenti meraung-raung. Sebenarnya ia malas untuk mengangkat telepon itu, tapi akhirnya ia mengangkatnya juga,
"Ada apa?" sahutnya,
"Ada apa, kau tahu apa yang telah kau lakukan? Aku menyuruhmu untuk bertindak sebaik mungkin, tapi kau malah melakukannya sesuka hatimu saja!"