"Aku dengar ada yang melihatnya berada di sebuah warung kopi di dekat minimart di daerah Tebet Barat, katanya.....dia pemiliknya!"
"Really?"
"Entahlah, tapi jika itu benar....." ia kembali diam lalu berjalan ke jendela dengan menyatukan kedua tangannya dan mengusapkannya, setelah itu menaruhnya di depan mulutnya, "aku....aku sungguh prihatin!" ia berbalik menatap Daren, "mungkin ada baiknya aku menemuinya, mungkin kami bisa bicara!"
Daren hanya menatapnya.
"Siapa tahu Liana mau bercerita padaku, jadi....kita membantu kesalahpahaman ini. Aku yakin, mereka berdua hanya saling salah paham dan kurang komunikasi. Kau bisa mmebayangkannya, mereka hanya bertemu di malam hari setelah Nicky pulang dari kantor. Suami istri itu....memerlukan waktu lebih untuk bisa saling terbuka!"
"Aku tahu niatmu baik, tapi ada baiknya kita tidak ikut campur urusan rumah tangga mereka!"
"Ini bukan ikut campur Daren, kita hanya ingin membantu. Nicky harus mencoba untuk bisa memberikan Liana waktu untuk menjelaskan semuanya, atau paling tidak....dia harus menepiskan egonya!"
"Mey!"
"Ini tidak adil!" potong Mela menaruh tangannya di pinggang, "jika Liana harus hidup dengan cara seperti itu, dia istri Nicky. PresDir Harris Group, dan setahuku...., Liana juga pemegang saham di Harris Group yang ia dapatkan dari tuan Willy. Aku sekretarisnya selama beberapa tahun terakhir sebelum Nicky mewakilinya, dan tuan Willy memberitahukanku saat memasukan Liana ke kantor bahwa beliau membagi dua puluh persen sahamnya untuk Liana!"
"Nicky juga memberitahuku itu!"
"Lalu menurutmu, apakah Liana pantas hidup seperti itu disana?" katanya merentangkan tangannya sejenak lalu menjatuhkannya kembali, matanya sembab.