Sebelumnya, The Wedding #Part 33
Ivana termenung di balik kemudinya, jadi benar Liana membuka warung kopi untuk bertahan hidup? Dari laporan orang suruhannya memang seperti itu yang ia dengar.
Tempat itu berada cukup jauh dari kantor Nicky, apakah Nicky sudah bertemu dengannya? Atau....mereka sering bertemu? Tapi rasanya tidak?
Ia melirik Nino yang masih pulas, "ada baiknya aku bawa Nino pulang lalu kembali kesini!" desisnya, iapun menjalankan mobilnya kembali ke rumah Nicky.
Sementara Nicky bertemu dengan Ferhan di sebuah cafe tempat biasa dirinya juga bertemu dengan Brian, dua cangkir kopi terhidang di meja, sudah hilang kepulnya, bahkan isinya pun tak sampai setengah. Mereka sudah lama membicarakan kasus yang belum terpecahkan hingga merembet ke masalah Anthony.
"Menurutmu apakah Anthony terlibat?" tanya Ferhan,
"Sejauh penyelidikan, tidak mengarah padanya. Dia tidak terlibat dalam beberapa kematian orang-orang itu!" sahut Nicky dengan nada yang sepertinya cukup tak mau menyebut nama Anthony.
"Aku minta maaf, aku juga tak menyangka dia bisa lakukan itu. Setahuku.....perusahaannya sedang tidak dalam masalah apapun, tapi kenapa dia lakukan itu?" heran Ferhan, ia menyandarkan dirinya ke sandaran kursi di belakangnya, menyilakan rambutnya ke belakang dengan telapak tangannya.
Nicky mengerling ke sisi lain, mencoba mengingat apa saja yang di ucapkan Anthony saat itu lalu ia menatap temannya, "dia berkata padaku bahwa dia sudah bosan dengan sandiwara ini," katanya. Ferhan mengernyit, "sandiwara?" tanyanya. Nicky menganguk pelan.
"Dia juga berkata, bahwa tujuan utamanya bukanlah menghancurkan Harris Group. Dan yang membuatku heran, dia bahkan tidak memiliki urusan denganku," lanjutnya, Ferhan kembali menarik dirinya dan mendekat, menaruh kedua lengannya di meja, memperhatikan wajah temannya dengan seksama.
"Maksudnya?"
"Ku tarik kesimpulan, ada orang lain yang bermanuver di belakangnya!"
"Jadi..., maksudmu.....ada seseorang yang menyuruhnya?"
"Kurasa seperti itu!"
Nicky memungut cangkir kopinya, ia menyesap dan itu sudah dingin. Ia menurunkan kembali cangkir itu tanpa melepaskannya dari tangannya, ia menggerak-gerakannya, "kurasa aku butuh sesuatu yang sedikit lebih berat!" gumannya, Ferhan tersenyum, mengerti apa yang di maksud Nicky.
"Kalau begitu harusnya kita tak bertemu di sini!"
Nicky membalas senyuman itu, lalu keduanya mengeluarkan tawa ringan. Tapi pikiran Nicky kembali melayang ke tempat lain.
* * *
"Daren!" desis Mela saat membantu merapikan beberapa map yang berantakan di meja suaminya, "hem!" sahut pria bule itu tanpa berpaling dari file yang sedang di pelajarinya.
"Does you hear......!" kalimatnya terhenti, memikirkan apa yang akan di katakannya. Daren akhirnya harus memandangnya dengan mendongakan kepalanya, "whats up?" tanyanya.
"Liana!" sahutnya pelan. Kali ini Daren menutup map itu, menfokuskan diri pada apa yang akan di sampaikan istrinya. Sepertinya cukup serius, tentu saja! Ini mengenai Liana. Istri bos mereka, yang juga sempat akrab dengan mereka sebelum insiden dua tahun lalu.
"Liana?"
"Aku dengar ada yang melihatnya berada di sebuah warung kopi di dekat minimart di daerah Tebet Barat, katanya.....dia pemiliknya!"
"Really?"
"Entahlah, tapi jika itu benar....." ia kembali diam lalu berjalan ke jendela dengan menyatukan kedua tangannya dan mengusapkannya, setelah itu menaruhnya di depan mulutnya, "aku....aku sungguh prihatin!" ia berbalik menatap Daren, "mungkin ada baiknya aku menemuinya, mungkin kami bisa bicara!"
Daren hanya menatapnya.
"Siapa tahu Liana mau bercerita padaku, jadi....kita membantu kesalahpahaman ini. Aku yakin, mereka berdua hanya saling salah paham dan kurang komunikasi. Kau bisa mmebayangkannya, mereka hanya bertemu di malam hari setelah Nicky pulang dari kantor. Suami istri itu....memerlukan waktu lebih untuk bisa saling terbuka!"
"Aku tahu niatmu baik, tapi ada baiknya kita tidak ikut campur urusan rumah tangga mereka!"
"Ini bukan ikut campur Daren, kita hanya ingin membantu. Nicky harus mencoba untuk bisa memberikan Liana waktu untuk menjelaskan semuanya, atau paling tidak....dia harus menepiskan egonya!"
"Mey!"
"Ini tidak adil!" potong Mela menaruh tangannya di pinggang, "jika Liana harus hidup dengan cara seperti itu, dia istri Nicky. PresDir Harris Group, dan setahuku...., Liana juga pemegang saham di Harris Group yang ia dapatkan dari tuan Willy. Aku sekretarisnya selama beberapa tahun terakhir sebelum Nicky mewakilinya, dan tuan Willy memberitahukanku saat memasukan Liana ke kantor bahwa beliau membagi dua puluh persen sahamnya untuk Liana!"
"Nicky juga memberitahuku itu!"
"Lalu menurutmu, apakah Liana pantas hidup seperti itu disana?" katanya merentangkan tangannya sejenak lalu menjatuhkannya kembali, matanya sembab.
"Aku rasa Nicky belum tahu keberadaan Liana, atau bahkan belum bertemu sama sekali. Karena jika dia bertemu dengan Liana dia pasti akan memberitahukanku!"
Mela membuang muka keluar jendela, Daren mengerti perasaan Mela. Sebagai wanita istrinya itu pasti bisa merasakan apa yang Liana rasakan. Ia pun bangkit dan berjalan mendekat, menarik tubuh istrinya merapat tubuhnya, "kita coba pergi kesana nanti, kita pastikan dulu sebelum memberitahu Nicky!" katanya memungut wajah istrinya ke hadapannya, iapun memasang senyum lembut untuk meredakan kegalauan istrinya.
"Aku juga sedih Liana tak ikut hadir di pernikahan kita, dan harus melangsungkan pernikahan saat rumah tangga Nicky sedang kalut. Tapi kau tahu, kita hanya bisa memberi saran dan pendapat, kita tidak boleh terlalu jauh untuk hal itu!"
"Aku hanya.....!" ia kembali menghentikan kalimatnya, "bagaimana Liana bisa menjalani semua itu, jika aku yang berada di posisinya...mungkin aku tidak akan bertahan. Aku jadi berfikir.....aku benar-benar beruntung karena.....Tuhan mengirimkanmu padaku!" akunya, Daren menjinjing satu alisnya.
Mela memasang senyum simpul, "setidaknya....kau lebih pengertian daripada Nicky!" lanjutnya, Sekarang Daren yang tersenyum, "ya....kau memang harus merasa beruntung!" balasnya.
Mela membuang muka, "GR!" cibirnya, "that's the fact!" sahut Daren menarik wajah Mela kembali berhadapan dengannya, "fuf....tapi sungguh menyebalkan!" kesalnya, atau lebih tepatnya pura-pura kesal. Dan Daren malah melebarkan senyumannya, bahkan sampai keluar tawa renyah dari mulutnya, "I love You!" desisnya mendekat untuk menangkap mulut istrinya dengan mulutnya.
Tapi baru saja sampai ia harus segera melapaskannya kembali karena pintu ruangan itu terbuka, Eva dan Hendra muncul di sana, "ups!" seru Hendra tapi tak berusaha berpaling. Malah berjalan mendekat dengan senyum nakal,
"Apakah kalian tak puas bermesraan di rumah sampai harus mengulanginya di kantor?" godanya, Daren melepaskan Mela dan berjalan kembali ke mejanya, ssmentara Mela menyilakan rambutnya untuk mengalihkan sedikit rasa malunya karena ketahuan sedang dalam posisi seperti itu. Meski sebenarnya tidak masalah, ia dan Daren kan suami istri. Lagipula Hendra adalah sepupunya, dan Eva sekretaris Daren. Bahkan sepertinya mereka punya affair meski Eva sudah bertunangan dengan seorang pengacara, tak heran.....Hendra memang sedikit player!
"Dan kau tak bisa masuk dengan permisi, kurasa tak susah memberitahu dulu!" Daren mencari sesuatu di tumpukan map di mejanya, "ku rasa tadi Eva sudah menghubungi teleponmu, tapi....karena kau tengah berasyik masyuk jadi kami putuskan untuk langsung saja!" sahutnya di sertai tawa ledekan.
Setelah menemukan apa yang di carinya ia mendekat pada Hendra dan menyodorkanya, Hendrapun memungutnya.
"Jaga mulutmu saat kau bertemu dengan Ibu Sharena, dia mudah tersinggung!"
Hendra tersenyum, "jangan kuatir, ku rasa aku cukup tahu dia!" sahutnya, "jangan sampai kita kehilangan dia, itu akan cukup merugikan. Kecuali, kau sudah siap kehilangan jabatanmu!" pesan Daren.
"Itu ancaman?"
"Terserah!"
Hendra mengedikan bahu lalu keluar. Daren masih menatapnya sampai di telan pintu.
"Ku rasa kau harus menyuruh sepupumu untuk sekolah kepribadian!" katanya melirik Mela yang tengah berjalan ke arahnya dengan senyum manis, begitu sampai wanita itu memungut dasinya, sedikit menariknya, "daripada memikirkan si brengsek itu lebih baik kita lanjutkan saja yang tadi?" bisiknya, Daren memutar matanya,
"Yang mana?"
Mela melebarkan mata dengan kesal, menarik dasi Daren lebih kencang, "auw!" seru Daren dengan serangan Mela, istrinya itu menyeretnya hingga keduanya tersungkur ke sofa. Ada kediaman sejenak sebelum terdengar tawa dari keduanya.
* * *
Anthony berdiri di jendela, di tangannya tergenggam sebotol wine. Tangan satu lagi membawa hpnya yang tak mau berhenti meraung-raung. Sebenarnya ia malas untuk mengangkat telepon itu, tapi akhirnya ia mengangkatnya juga,
"Ada apa?" sahutnya,
"Ada apa, kau tahu apa yang telah kau lakukan? Aku menyuruhmu untuk bertindak sebaik mungkin, tapi kau malah melakukannya sesuka hatimu saja!"
"Aku tidak peduli lagi dengan ambisi gilamu, aku punya urusan sendiri!"
"Maksudmu tentang dendam masalalumu, kau pikir kenapa aku memintamu bergabung?"
Anthony melebarkan matanya, "jadi kau tahu itu?" sahutnya mengencangkan genggamannya pada botol, terdengar tawa dari suara di telinganya.
"Aku tahu banyak hal Anthony, seharusnya kau berhati-hati. Dan jangan mencoba melawanku!"
"I said, I don't care!" katanya menekankan kalimat itu, "aku punya jalanku sendiri, persetan denganmu!" lanjutnya menutup telepon itu lalu membanting botol di tangannya ke tembok. Menciptakan noda di sana, dan pecahan kaca berserakan di lantai. Ia menggerutu sendiri, masih ingat perkataan Liana siang tadi.
Sementara Ivana kembali mengamati Liana dari dalam mobilnya di depan mininart, ia ragu apakah ia akan menghampiri wanita itu atau tidak. Karena iapun bingung apa yang harus di lakukannya jika menghampirinya!
Hari itu Liana tak menunggu petang untuk menutup warungnya, ia pikir ia perlu merenungi semua percakapannya dengan Anthony dalam keadaan tenang di rumah. Ivana mengikutinya saat Liana berjalan pulang.
* * *
Nicky menghabiskan sisa harinya dengan kesibukan kembali, karena hanya itu yang bisa menepiskan bayangan Liana dari otaknya. Ia tak berhenti menerima telepon sambil mempelajari file di tangannya, ia memang tampak sibuk sekali di dampingi Mela. Tapi biasanya kalau sudah jam pulang kantor ia akan menyuruh Mela pulang lebih dulu dna melanjutkan semuanya sendiri.
* * *
"Seharusnya kau beri saja dia pelajaran!"
"Dia akan mendapatkannya nanti!"
"Aku tidak mau dia melakukan hal yang ku risaukan, Val!"
Valent menaruh kakinya di meja, "kita lihat saja apa yang akan di lakukannya, dan kau. Kenapa cepat sekali kembali, bukankah sudah ku bilang belum saatnya kau bertindak?"
"Tak berarti aku harus selalu sembunyi kan, aku juga ingin tahu bagaimana perkembanganya!"
Valent hanya meliriknya sejenak, ia harus eksra mengendalikannya sekarang karena tak mau rencananya di kacaukan untuk kedua kalinya. Tapi yang paling mengacaukan adalah Liana, wanita itu tak seharusnya muncul di dalam keluarga Harris. Tapi sekarang, wanita itu justru cukup berguna.
Saat Liana berjalan di pinggir jalan pelan-pelan dengan keadaan kakinya, tiba-tiba sebuah mobil Fortuner hitam berhenti di sisinya, pintunya terbuka lalu muncul dua orang yang tak ia kenali. Orang itu langsung menyeretnya ke dalam mobilnya, ia sempat meronta tapi tentu saja itu tak berguna, tubuhnya tetap terseret ke dalam. Ivana yang mengikutinya pelan-pelan sempat menghentikan mobilnya dan ikut gugup. Ketika mobil fortuner itu kembali melaju ia pun putuskan untuk memgikutinya dengan jarak yang tak mencurigakan. Sementara Liana melakukan melawan hingga salah satu dari mereka harus memukulnya sampai tak sadarkan diri.
Nicky menggerakan lengannya ke samping yang tergeletak di atas meja ketika membuka sebuah file, dan itu ternyata malah mendorong sesuatu hingga jatuh ke lantai. Bunyi pyar yang di hasilkan benda itu membuat Nicky dan Mela menoleh, Nicky terpaku melihat apa yang teronggok di lantai, sebuah frame yang tengkurap. Kacanya pecah karena pecahannya terserak di lantai. Mela sedikit bergeser untuk ikut melihat, Frame itu adalah foto Liana. Jika hanya seorang diri Nicky memajang foto itu di mejanya, ketika ada orang ia akan menaruhnya tengkurap di meja. Ketika pulang ia akan menyimpannya di laci, dan saat sampai di pagi hari ia akan memungutnya dan memajangnya lagi.
Tadi ia taruh menghadap meja agar Mela tak tahu, tapi sekarang benda itu terjatuh. Perlahan iapun memungutnya, membalikannya, kacanya sudah berserakan di lantai semua. Ia menatap foto itu, mendadak dadanya jadi sesak, jantungnya berpacu begitu cepat, ada keresahan yang ia rasakan.
Ada apa gerangan?
Â
---Bersambung.....---
• T.B.W.O.A ~ The Wedding (second novel)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H