"Ok, akan ku atur!"
.....
"Hem....!" katanya lalu membanting teleponnya ke kasur dan merebahkan diri kembali sambil matanya terus terpejam. Tapi seketika ia membuka matanya kembali, mencari hpnya di kasur, setelah menemukannya ia segera mencari nomor seseorang.
"Apakah dia tidak bisa menunggu sampai pagi untuk memberi perintah, seenaknya saja!" gerutunya.
* * *
 Rizal mengulangi ketukanya berkali-kali karena tak mendapat tanggapan dari Liana, biasanya wanita itu yang membangunkannya. Tapi pagi ini, matahari sudah merangkak naik, wanita itu belum juga terlihat batang hidungnya. Rizal mulai kuatir, jadi ia kembali ke rumahnya untuk mengambil kunci duplikat rumah Liana, ia memang sengaja membuat duplikatnya agar jika terjadi sesuatu ia bisa dengan mudah tahu.
Setelah menemukannya ia pun membuka pintu rumah itu dengan duplikatnya, segera ia menerobos masuk. Tubuhnya terhenti ketika melihat Liana tertidur di kursi sofa panjang yang usang, iapun mendekat dan berjongkok. Terlihat matanya bengkak, apakah wanita itu habis menangis semalaman?
Apa yang terjadi?
"Liana!" panggilnya seraya mengguncang pundak wanita itu, seketika Liana tersentak, membuka matanya dan menemukan Rizal di depannya. Ia segera bangkit duduk mengusap wajahnya dengan telapak tangan.
"Ada apa, apakah terjadi sesuatu?"
Liana menggeleng pelan, "aku hanya tak bisa tidur semalam!" sahutnya lirih, "kau terlihat tak enak badan, apa kau sakit?" cemas Rizal.