"Bisa ku lihat itu, itu sebabnya....aku menbiarkanmu hidup. Karena kau adalah orang yang tak takut dengan kematian, jadi....aku tidak akan mengenalkanmu pada kematian. Tapi mungkin....lebih kepada rasa sakit!" sahutnya, Liana mencoba memutar matanya untuk mengurangi rasa takutnya.
"Dan aku....akan sedikit memberi waktu pada Nicky untuk menikmati.....setiap rasa sakit yang ada sebelum dia mati. Karena kematian itu terlalu mudah, dan tidak lebih menyakitkan dari sebuah luka. Maka, ku biarkan dia lebih dulu mengenal luka, dan itu....di mulai dari dirimu!"
Liana menggerutu mendengar kalimat pria itu, itu artinya pria itu akan menggunakan dirinya untuk menyakiti Nicky, apakah benar begitu?
Pria itu mengulurkan tangannya meminta mainannya selesai, sebuah pisau kini sudah berada di tangannya. Ia menatap Liana tajam lalu beralih ke pisau di tangannya yang bagian ujungnya menyala merah, Liana juga melihat benda membara itu. Ia tercekat, ia ingin menjauh tapi kembali dua orang itu memegangi tubuhnya, lebih erat malahan. Ia mencoba meronta tapi tak bisa.
"Lepaskan aku!, lepaskan....,"
"Hsssttt...., jangan takut, bukankah kau bilang kau tidak takut. Ini tidak akan sakit, hanya sebentar saja!" seru orang itu memungut wajah Liana, tangannya yang besar itu menangkup dagu dan wajah Liana dengan kecang, membuat Liana tak mampu bergerak.
Pisau itu terangkat ke sisi wajahnya, terlihat sedikit di putar-putar oleh pemiliknya seolah sedang memamerkan. Perlahan pisau itu mulai mendekat, Liana memejamkan mata, apalagi ketika ia rasakan kulitnya seperti terbakar dan di sayat, ia makin mengatupkan matanya untuk menahan rasa sakit, perih, panas yang bercampur menjadi satu di salah satu pipinya. Sebenarnya ia ingin teriak, tapi ia yakin teriakannya justru akan membuat pria yang sedang menyayat wajahnya itu merasa menang. Jadi ia hanya mengeluarkan suara geraman di dalam tenggorokannya dan setelah itu, ia tak ingat lagi apa yang di lakukan oleh pria itu padanya.
Â
---Bersambung.....---
• T.B.W.O.A ~ The Wedding ( second novel )
Â