"Kenapa kau tak mau ku antar ke tempat temanku saja, di sana lebih aman!"
"Aku bisa mengurus diriku sendiri, jangan ikuti aku!" Liana tetap saja melangkah tanpa memperdulikan tawaran pria itu, Anthonypun akhirnya menghentikan langkah menatap wanita itu pergi.
Ok, Liana memang keras kepala, masih sama, tak berubah. Anthony tersenyum penuh arti menatap punggung Liana yang makin menjauh.
* * *
Nicky duduk membolak-balik lembaran di tangannya, berkali-kali ia lakukan itu hingga akhirnya ia membanting saja file itu ke meja. Ia menutup wajahnya dengan kedua belah tangannya, menyekanya ke atas hingga ia biarkan jemarinya menyisir rambutnya, meremasnya sejenak sebelum menghempaskan tangannya.
Rasanya ia tak mampu berfikir dengan jernih, ingin ia bersikap profesional seperti biasanya. Jika sedang berada di kantor ia ingin melupakan masalah pribadinya, tapi kali ini masalah itu justru makin mengganggu otaknya.
Ia masih tak percaya Liana memilih untuk pergi, satu sisi bisikan hatinya terus menyalahkan dirinya sendiri, sisi lainnya justru menyalahkan Liana. Ya, wanita itu pergi sendiri, ia tak pernah mengusirnya, dan sekarang....haruskah ia mencarinya?
Ada banyak hal yang harus ia urus, dan ia tak mau semuanya terbengkalai. Jika memang ia sulit mencari Liana, ia yakin....Tuhan yang akan mempertemukan mereka kembali, entah kapan!
Dering handphone di meja membuatnya terperanjat, ia melirik benda itu dan menyanbarnya. Nama Brian muncul, segera saja ia angkat,
"Ya Brian!"
"Kau sibuk?"