Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

The Broken Wings of Angel ~ The Wedding #Part 21

28 Oktober 2015   15:39 Diperbarui: 4 November 2015   00:31 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelumnya, The Wedding #Part 20

 

Nicky masih diam terpaku, setelah lebih 20 tahun tak mendengar suara itu kini suara itu ada di telinganya. Bagaimana ia bisa lupa, meski suara itu sedikit berubah karena faktor usia. Liana yang melihat Nicky seperti itu jadi ikut tegang, ia ingin bertanya tapi nampaknya suaminya terlihat syok.

Tawa itu terdengar kembali di telinga Nicky, tawa yang khas, "kenapa kau diam Nicky, tidakkah kau pernah merindukan aku?" tanyanya, Nicky mengeraskan rahangnya. Otot-otot di lehernya jelas terlihat menegang, "jangan terlalu kaget my brother, aku tak pernah jauh darimu!"

"Apa maksudmu?"

Akhirnya Nicky mengeluarkan suara juga, "kita akan segera bertemu, oya....bagaimana kabar adik iparku. Apa kalian bahagia, ha...ha...ha....," suara tawanya menyudahi perbincangan singkat itu. Suara tanda saluran telepon terputus terdengar di telinga Nicky.

"Ada apa, siapa yang menelpon?" tanya Liana saat Nicky menurunkan hpnya, mata Nicky tertuju pada istrinya yang juga menatapnya dalam.

"Valent!"

"Valent?" desis Liana, "kau yakin itu Valent?" tambahnya lagi, suara Liana seolah tak percaya. Ia memang sempat ingin menanyakan tentang Valent kepada Nicky, tapi tak di sangka ternyata malah pria itu yang lebih dulu menghubungi Nicky. Setelah sekian tahun, kenapa baru sekarang ia menghubungi Nicky?

"Apa yang dia katakan?"

"Dia hanya menyapaku!"

Nicky tak ingin memberitahu Liana tentang hadiah yang di maksud oleh Valent tadi, karena itu pasti akan membuat Liana takut. Ia yakin kehadiran Valent bukanlah di sengaja, kakaknya itu pasti sudah merencanakannya sejak lama. Bahkan dia tahu tentang Liana, yang ia takutkan Liana akan menjadi obsesinya. Ia tahu betul bagaimana kakaknya.

* * *

"Ivana kemarin menelponku!"

Liana membuka pembicaraan saat sarapan pagi, Nicky meliriknya seolah menanti lanjutan kalimat dari istrinya.

"Dia bilang kau berencana membawa mereka tinggal di sini!"

"Uhuk!"

Seketika Nicky tersedak, Liana jadi menatapnya. Nicky terlihat sedang berusaha mengendalikan kesedaknya lalu minum air, ia menatap Liana yang sedang menunggu penjelasan darinya.

"Kenapa kau tidak berkata padaku semalam?"

"Karena ku pikir situasinya tidak memungkinkan, kau baru pulang dan langsung di jejali dengan peristiwa yang mencengangkan, lalu apakah aku harus menambahkan dengan persoalan ini?"

"Itu memang ide Ivana, tapi aku belum menyanggupinya. Lagipula kita sedang dalam banyak masalah!"

"Tapi Ivana benar," potongnya, Nicky menatapnya lebih dalam, "tentang Nino!" tambah Liana. Sebenarnya ia juga berat ingin mengutarakan hal itu, "anak itu membutuhkan ayahnya!"

"Liana,"

"Aku tidak keberatan, lagipula....rumah ini cukup sepi hanya kita tinggali berdua. Mungkin suara tangis bayi....., bisa menghangatkannya!" seperti ada sebuah harapan dalam kaimat wanita itu. Sejujurnya Nicky juga ingin merasakan hadirnya seorang bayi dalam rumah itu, tapi yang ia inginkan bukanlah bayi dari Ivana. Meski ia masih saja takut mungkin dirinya tidak akan mampu menjadi ayah yang baik.

Selama perjalanan ke kantor, Nicky masih memikirkan perkataan istrinya. Tentang bayi di rumah itu, apakah itu artinya Liana ingin memiliki anak?

Ketika sampai di kantor, ia segera meminta Daren ke ruangannya. Menagih informasi tentang Rafi, ia lupa bertanya pada Jaya semalam karena peristiwa yang menimpa Liana. Daren membawa Hendra ikut serta, karena yang menelusuri hal itu adalah Hendra.

"Jadi tidak ada yang terlibat selain Rafi, begitu?" tanya Nicky seolah tak percaya, ia menatap dua anak buahnya bergantian. "yang kami temukan seperti itu Bos, Rafi melakukan itu perorangan, pribadi, dan yang mengetahui hal itu hanyalah Tari. Sayangnya...dia sudah mengmyusul kekasihnya!" jelas Hendra.

Nicky membuka-buka berkas yang di berikan kepadanya, memang Rafi yang mengkhianatinya dalam proyek itu. Tapi belum di ketahui pada siapa Rafi melakukannya, "aku ingin penyelidikan lebih lanjut, hubungi Kompol Armand. Brian akan ikut serta dalam hal ini, aku ingin tahu siapa yang membunuh mereka!" katanya, padahal dalam hati ia sudah mulai tahu, tapi ia tak ingin semua orang tahu tentang hal itu. Karena ia sendiri belum tahu, dengan perusahaan mana Valent bekerja sama.

"Pihak kepolisian belum menemukan apapun, karena memang mereka tak menemukan bukti apapun yang bisa mencetak tersangka," sahut Daren, "bahkan investigasi dari saksi di sekitar TKP tak membuahkan hasil, pelaku pembunuhan adalah orang yang sangat profesional!"

Nicky diam melirik keduanya, Valent, apakah mungkin dia sendiri yang lakukan itu? Tapi.....,

"Kami dengar tentang insiden di rumahmu semalam, itu mengejutkan!" tukas Daren membuyarkan lamunan Nicky, "terlebuh aku, aku hanya tak menyangka di rumahku....ternyata ada seorang penyusup. Dan dia sudah sangat lama berada di rumahku, itu artinya...dari sekian banyak peristiwa yang terjadi. Dia ambil bagian yang cukup besar!"

"Kau sudah tahu pada siapa dia bekerja?"

Nicky tak menjawab, kalau masalah penyusup di rumahnya jelas ia tahu itu perbuatan siapa. Tapi sekali lagi ia tak memberitahukan kepada kedua orang di depannya itu.

Telepon di mejanya berbunyi, nada kusus yang tersambung ke meja Mela, ia pun menerimanya, "ya Mey!" sahutnya. "Bos, pak Anthony sudah datang, apakah aku suruh menunggu di ruang meeting atau keruangan anda?"

"Suruh saja ke ruanganku!"

"Ok!" mela menaruh gagang teleponnya lalu berdiri kembali, "pak, anda sudah di tunggu di ruangan PresDir!" kata Mela memberitahukannya.

"Maaf guys, aku ada tamu. Kita sambung nanti di jam makan siang saja, ok!"  

Keduanya mengangguk lalu berdiri dan berjalan keluar, tepat saat ia membuka pintu Nicky seseorang muncul di sana. Jadi Daren melebarkan pintunya agar orang itu bisa masuk, setelah Anthony masuk, Daren dan Hendrapun melangkah keluar dan menutup pintu rapat.

Anthony menghampiri meja Nicky, sementara Nicky malah melangkah meninggalkan meja. Menyambut pria itu dengan berjabat tangan,

"Maaf, apakah aku datang terlalu awal. Sepertinya aku mengganggu rapat pribadi kalian?"

"Tidak, itu hanya pembicaraan kecil. Agar lebih santai bagaimana kalau kita duduk di sana saja!" tunjuk Nicky pada sofa berbentu L yang di lengkapi dengan meja kaca. Mereka melangkah ke sana, Anthony duduk sementara Nicky menuju ke bar. Memungut dua gelas, "tidak keberatan kan minum yang sedikit berat?" tawarnya sambil meracik sesuatu.

"Apapun ok!" Anthony memperhatikan sekeliling ruangan megah itu, "aku banyak mendengar beberapa kejadian belakangan, apakah selalu seperti itu?" tanyanya.

Nicky menyunggingkan senyum, ia melangkah keluar bar seraya membawa dua gelas berisi cairan yang cukup bisa membuat badan menghangat seketika. Salah satu gelasnya ia sodorkan kepada tamunya seperti kawan lama saja, padahal mereka belum lama kenal. Anthony menerimanya, ia membauinya sejenak, "02?" desisnya,

"Plus 82, ku pikir kau suka?" sahut Nicky,

Anthony menyesapnya seteguk, "Suguhanmu lebih hebat dari sebuah klub berkelas!" candanya, ia menaruh gelasnya di meja. Nicky duduk di sofa di sisi yang lain, dan memulai pembicaraan.

* * *

Liana di kejutkan dengan kedatanan Ivana yang membawa kopernya, wanita itu nekat sekali padahal Nicky belum berkata memperbolehkannya. Setelah menaruh barang-barangnya di kamar yang sudah di sediakan, Ivana menghampiri Ivana yang sedang bersantai di ruang tv.

"Maaf, bisakah aku titip Nino padamu sebentar. Aku mau mandi, kebetulan baby siterku sedang pulang kampung!"

Liana memperhatikan anak lelaki itu yang wajahnya memang cukup menggemaskan, "tentu!" sahutnya, Liana menerima Nino dari ibunya. Ternyata anak itu tidak menangis ketika ia gendong, bahkan terlihat nyaman saja. Karena cukup lama Ivana tidak keluar kamar maka Liana membawa Nino ke halaman belakang.

Lagi asyik bermain dengan anak itu, hpnya berdering. Ia merogoh saku celana panjangnya, ternyata Nicky yang menelpon, "halo!"

"Hai,"

Tepat saat itu Nino menangis seraya mengemut jemarinya, sepertinya anak itu lapar, Nicky cukup terkejut mendengar suara tangis bayi, "Liana, itu suara.....?"

"Ouh iya...ini Nino!" katanya seraya mengangkt anak itu ke gendongannya, "Nino?" seru Nicky. "tadi Ivana datang beberapa jam lalu!"

"Ivana benar datang, dimana dia sekarang. Kenapa Nino ada padamu?"

"Ivana sedang mandi, tidak apa-apa. Tadi Nino tidak menangis denganku, mungkin saat ini dia sedang lapar. Aku akan membuatkan makan untuknya!"

"Liana, itu bukan tanggung jawabmu. Biarkan saja Ivana yang mengurusnya!"

"Nicky, Nino anakmu. Itu artinya....dia anakku juga. Hs...hs...hs...," Liana mencoba menangkan bocah itu yang sudah bisa bicara mamam, sepertinya anak itu memang lapar.

Nicky sedikit memijit keningnya, "ya sudah, aku akan menelpon Ivana!" katanya menyudahi teleponnya, setelah mematikan sambungannya pada Liana ia segera menekan nomor Ivana.

Ivana yang sedang tiduran santai segera mengangkatnya begitu tahu itu dari Nicky, "halo Nicky!" girangnya, "apa maksudmu?" sergah Nicky tanpa basa-basi.

"Maksudku?"

"Kau membawa Nino ke rumah lalu menyuruh istriku mengurusnya?"

"Aku hanya titip sebentar karena aku sedang mandi, lagipula....Liana tidak keberatan!"

"Aku belum mengijinkanmu untuk tinggal di rumah, kenapa kau datang seenaknya?"

"Jangan marah-marah....,"

Sementara Ivana sedang mencoba menggoda Nicky, Liana menyuapi Nino di meja makan. Karena Nino sudah tumbuh gigi hampir lengkap maka Liana pikir anak itu sudah bisa mengunyah nasi, ia menyuapinya dengan sup Ikan. Makannya lahap juga, pantas pipinya tembem. Liana jadi semakin gemas melihat Nino, apalagi dengan wajah kebuleannya. Apakah jika ia melahirkan anak Nicky nanti juga akan selucu Nino? Ia jadi semakin ingin punya anak sendiri, ingin merasakan bagaimana rassnya mengandung, rasanya melahirkan, pasti menyenangkan!

* * *

• T.B.W.O.A ~ The Wedding (second novel)

 

The Wedding #Part 22

The Wedding #Prologue

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun