Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sang Eksekutor

23 September 2015   13:03 Diperbarui: 23 September 2015   13:36 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Iring-iringan mobil mewah itu mulai memasuki kawasan Gedung Mahkamah Konstitusi, mobil-mobil mentereng warna hitam berjejer sekitar ada 3 biji, ada sebuah mobil jeep, dua buah mobil polisi. Perlahan memasuki gerbang gedung itu, berada di dalam mobil kedua dari depan, seorang pria 40an berdandan sangat intelektual, parasnya sesikit angkuh nan tegas, dia adalah seorang eksekutif ternama yang sedang mencalonkan diri sebagai salah satu Menteri. Koneksinya lumayan banyak, termasuk dalam MK, tak elak, saingannya pun tak kalah banyak pula.

Mobil-mobil itu mulai berhenti, beberapa orang mulai keluar, salah satunya membuka pintu mobil kedua. Pria itu keluar dari dalam mobil dan mulai melangkah, tapi tiba-tiba saja tubuhnya tersungkur ke lantai. Membuat semua orang tersentak kaget dan langsung bersiaga mencabut senjata apinya seraya mengamati ke sekeliling tempat itu. Tubuh pria itu terkapar, darah segar mulai mengalir dari sisi kepalanya.

Semua orang mencoba mencari siapa pelakunya tetapi di sekitar tempat itu tak ada yang bisa mereka curigai, tak ada tanda-tanda seseorang yang bersembunyi di atap gedung atau di dalam rerimbunan dedauan pohon yang berjejer.

Tak lama berselang, mobil-mobil polisi sudah berkumpul di sana, begitupun para wartawan yang haus akan berita dan tidak akan pernah puas. Berita kematian sang eksekutif sekaligus calon pejabat itu langsung beredar di media masa, entah cetak ataupun visual. Apalagi dalam masa kampanye seperti ini.

* * *

Seorang wanta cantik nan seksi duduk di sebuah meja di ujung di dalam coffeshop langganannya, sesekali matanya mengerling ke arah pintu masuk seraya menyesap isi cangkir mungil yang berada di dalam genggamannya yang lentik. Mata indah yang tajam dan menggoda, yang mampu melumpuhkan semua yang menangkapnya. Ia meletakan cangkir kopinya karena mendengar bunyi bib dari hp yang ia letakan di dalam saku jaketnya. Ia memungut benda itu dan melihat pesan yang masuk.

"Sorry honey, aku terlambat!"

Sebuah suara membuatnya mendongak, seorang pria awal tiga puluhan yang super tampan mulai mendudukan diri di kursi yang kosong di meja itu. Sang wanita tersenyum seraya menyimpan hpnya kembali, "tak apa, aku juga baru sampai!" sahutnya dengan nada yang lembut.

"Maaf, pekerjaan ku sedikit menumpuk belakangan ini!"

"Yah....kau terlihat sangat sibuk belakangan!"

"Kau mau makan sesuatu?"

"Mungkin kau yang lapar?"

"Bagaimana kalau kita pindah saja, aku memang sedikit lapar!"

"Ok!"

Mereka pergi ke sebuah restoran untuk makan siang seraya ngobrol, setelah itu mereka berpisah kembali untuk urusan masing-masing. Keduanya memiliki kesibukan yang berbeda, sama-sama sibuk dan terkadang untuk bertemu saja cukup sulit.

* * *

"Tak ada yang kita temukan, sang pelaku menembak korban dengan jarak lebih dari 500 meter. Untuk perkiraan sementara, itu artinya....sang pelaku adalah seorang yang terlatih dan cukup profesional!"

"Jadi apa motifnya, apakah ini saingan bisnis, atau saingan politik, atau....hal lainnya?" tanya Letnan Adi, "mungkin lebih ke saingan bisnis!" sahut Iptu Dendy, "saya menelusuri sejarah pekerjaan orang ini, cukup....mengarah ke sana Letnan!"

"Korban minggu lalu di Medan juga memiliki luka tenbak yang sama, sampai sekarang belum di ketahui siapa pelakunya. Juga korban-korban sebelumnya, anehnya....kenapa yang menjadi korban adalah orang-orang yang bermasalah, orang-orang besar yang memiliki cukup musuh. Itu memang membuat kita sulit untuk menduga siapa di balik semua ini!"

* * *

"Apa maksudmu?"

Nikita memandangi secara bergantian antara wajah Ethan dan benda yang ada di tangannya, ia masih tak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya.

"Bersediakah kau menikah denganku?"

Nikita masih terdiam, hal seperti ini yang ia takutkan, ia memang menginginkan Ethan untuk bisa menjadi suaminya, dia pria yang sempurna. Baik, tampan, juga mapan, tapi apakah saat ini ia siap untuk hal itu?

"Ethan, apakah ini tidak terlalu cepat?"

"Kita sudah menjalin hubungan lebih dari satu tahun, apa itu masih kurang lama?"

"Aku...., aku belum bisa menjawabnya sekarang. Tolong beri aku waktu!"

Ethan mengangguk pelan, meski ada kekecewaan tapi ia tak ingin menunjukan hal itu pada kekasihnya, wanita yang membuatnya tergila-gila.

"It's ok," ia menyimpan kembali cincin lamarannya, suasana di antara mereka jadi sedikit janggal. Keduanya diam selama perjalanan, selesai mengantar Nikita ke apartemannya, Ethan langsung pulang.

Setelah mobil Ethan menghilang, Nikita malah melangkah meninggalkan gedung apartementnya.

* * *

"Sebelum target di eksekusi, aku ingin tanya, kenapa dengan orang ini?"

"Bukankah tugasmu hanya menerima target?"

"Aku ingin tahu?"

"Ok, kakaknya adalah seorang polisi yang cukup lihai. Dan sepertinya dia mulai mencium organisasi kita!"

"Aku tak mau membunuh orang di luar target utama!"

"Bukan kau yang berkuasa, tugasmu hanya mengeksekusi target. Itu saja, kau di latih untuk hal itu, kau di ciptakan untuk hal itu!"

"Tapi kau bilang target kita adalah tikus-tikus yang hanya bisa menggerogoti negara dan rakyat, bukan yang lain!"

"Dia adalah calon dari mereka, percayalah, target harus sudah done sebelum matahari terbit!"

Ethan memasuki rumahnya yang terbilang cukup megah, ia ingin bersantai sebentar, tetapi lagi-lagi pekerjaannya mengharuskannya untuk sibuk. Ia menerima telepon beberapa kali, seraya mondar-mandir di ruang kerjanya. Gorden di ruangan itu memang belum di singkapkannya, karena biasanya ia suka melihat keremangan di luar saat malam.

Tiba-tiba kegiatannya di hentikan oleh sosok seseorang yang muncul di pintu ruang kerjanya, tubuhnya terpaku kaku, bagaimana bisa ia muncul di sana?

"Niki!" desisnya,

Nikita masih mengenakan pakaian yang tadi, dan di tangannya sebuah senjata api 9 mm tergenggam erat. Membuat darah Ethan membeku, setahunya selama ini Nikita bekerja di sebuah perusahaan asuransi, tapi bagaimana ia bisa memegang senjata api?

Nikita berjalan menghampirinya, Ethan berjalan mundur perlahan, "Niki, bisa jelaskan padaku ada apa ini?" tanya Ethan gemetar. Niki tak menjawabnya, ia mengangkat senjata apinya ke arah Ethan, membuat darah Ethan semakin beku, bahkan mungkin membatu.

"Niki, ap-apa yang ter-jadi?" tanya Ethan terbata, sorot mata Nikita masih tak mengendur, sepertinya ia siap melesatkan isi benda yang ada di tangannya itu ke tubuh Ethan. Pria itu hanya diam terpaku tanpa bergeser sedikitpun.

Pyarr!

Suara kaca tertembus peluru di belakang Ethan memecah keheningan, Nikita menampik tubuh Ethan kesamping dengan sangat sigap seraya melesatkan isi senjata apinya ke arah kaca. Menghalau amunisi yang menghampiri mereka. Entah bagaimana caranya peluru itu bisa bertabrakan, tubuh Ethan terpental ke rak buku. Membuatnya meraung, Nikita berdiri di depan jendela kaca, mengarahkan senjata apinya ke luar ruangan.

Sebuah vas pecah oleh tembakan dari luar, menyusul tertembusnya dinding lemari di sisi Ethan. Nikita menarik Ethan keluar dari ruang kerjanya, menuruni tangga, ketika sampai di ujung tangga sebuah peluru kembali datang, ia segera membawa Ethan berlindung di dinding lalu membalas tembakan beberapa kali, sepertinya berhasil mengenai orang itu. Iapun pergi ke garasi yang ada di samping rumah melalui pintu aksesnya, tetapi muncul seseorang lagi. Seorang pria berbadan tegap dengan senjata api juga. Nikita menjauhkan Ethan darinya lalu menyerang orang itu, mereka terlibat fight. Pria itu cukup tangguh, membuatnya terkena hantaman dan juga terbanting. Tapi iapun membalasnya dengan tak kalah sengitnya, mereka terus berkelahi sementara Ethan merapat tembok menyaksikan itu.

Siapa Nikita sebenarnya, dan orang-orang itu?

Seseorang muncul dari pintu depan, menghampiri Ethan, menariknya dan menghantamnya hingga terpelanting. Meski tidak jago dirinya juga bisa bela diri sebagai lelaki, maka ia pun melawan, sayangnya lawannya cukuplah tangguh, seperti seorang petarung.

Nikita berhasil melumpuhkan lawannya, segera membantu Ethan yang sudah kewelahan dan mulai babak belur. Niki segera menghabisi orang itu juga, sayangnya, justru datang lebih banyak orang ke tempat itu. Mau tak mau mereka harus melawannya, tapi karena terlalu banyak Nikitapun tak mungkin bisa melawan mereka semua, setelah berhasil menghalau mereka ia membawa Ethan ke belakang rumahnya, bertujuan untuk kabur lewat belakang, ia menaruh Ethan di depannya seraya dirinya berjaga di belakanga dengan senjata api yang di temukannya. Beberapa tembakan melesat ke arah mereka, dan.... tubuh Niki terlempar ke tembok, ada bagian tubuhnya yang terasa panas, di punggung dan perutnya, dua butir timah panas bersarang di sana. Yang di bagian punggung bawah menembus hingga perutnya, menciptakan lubang di sana.

"Niki!" seru Ethan lalu membantunya berjalan menembus pepohonan di belakang rumah, nampaknya dalam keadaan seperti itu mereka bisa mati konyol jika terus melawan. Tapi apa boleh buat, tak ada cara lain kan?

Niki mendorong Ethan di batang pohon, seraya mencabut sesuatu dari pinggangnya. Tanpa menunggu lagi ia segera menusukan benda itu ke dada Ethan, membuatnya terperanjat.

"Niki!" desis Ethan,

"Maafkan aku!" sahut Niki dengan titikan airmata di ujung matanya, tubuh Ethan secara perlahan merosot ke tanah setelah benda di tangan Nikita tercabut dari tubuhnya, Niki segera melempar benda itu jauh darinya lalu berbalik. Tepat ada seorang pria yang sudah berdiri tak jauh darinya, ia mengcungkan senjata apinya ke arah orang itu lalu....

Terdengar tembakan bersahutan di tempat itu, membuat burung-burung malam dan kunang-kunang betebaran menjauh.

* * *

Mata pria itu terbuka secara perlahan, ruangan putih yang sedikit usang itupun mulai terlihat jelas. Ia membangkitkan diri hingga terduduk, seluruh sendinya terasa mau putus seperti baru saja terbangun dari tidur yang cukup panjang.

"Kau sudah bangun?"

Suara berat seorang pria membuatnya terperanjat, tak jauh darinya, di jendela, bersandar seorang pria tua yang rambutnya mulai memutih.

"Siapa kau?"

"Jangan takut, aku bukan musuh!"

"Dimana aku?"

"Tempat yang aman, Bob!"

"Bob, siapa itu?"

"Dirimu!"

"Aku, tidak. Namaku Ethan!"

"Ethan Robert sudah mati, kau adalah Bobby Sinaga!"

"Aku tidak mengerti!"

"Ini identitas barumu, passport, dan yang lainnya!" seru pria itu meletakan semua barang yang di sebutkannya di meja. Ethan yang kini di panggil Bobby melangkah ke meja, memungut barang-barang itu. Ada KTP, passport, tapi....wajahnya...berbeda, ia segera berlari ke lemari kaca dan berkaca.

"Oh my god!" desisnya, itu bukan wajahnya, ia meraba wajah yang asing yang tak pernah ia lihat sebelumnya, lalu berbalik menatap pria tua itu, "apa yang terjadi?"

"Nikita memintaku mengubah wajahmu, memberimu identitas baru, dan kehidupan baru!"

"Nikita, dimana dia, dan dia....!"

"Membunuhmu, ya, untuk beberapa jam dia memang membunuhmu. Nikita bekerja di sebuah organisasi rahasia yang bekerja sama dengan Dinas Rahasia, dia lebih sering di sebut sebagai Sang Eksekutor!"

"Jadi dia....?"

"Kau adalah salah satu targetnya, mereka mengetahui hubungan kalian yang sangat dekat. Mereka pikir, kau hanya akan menghambat pekerjaan Nikita, itu sebabnya kau harus di lenyapkan, mereka menyuruh Nikita menyingkirkanmu dengan memberinya alasan lain. Tugasnya hanya mengeksekusi target tanpa bertanya kenapa dan siapa, tapi kau....berbeda!"

"Dan dia tidak membunuhku!"

"Karena dia mencintaimu!"

"Tapi....!"

"Dia terpaksa membuatmu seolah mati, itu satu-satunya jalan untuk membuatmu tetap hidup dan aman, dia menelponku sebelum insiden itu terjadi!"

"Lalu bagaimana dia?"

"Mereka percaya dia sudah mati, tapi hanya Tuhan yang tahu. Nikita pribadi yang sangat sulit di tebak, terkadang dia seperti hantu!"

"Apa itu artinya, dia masih hidup?"

Pria tua itu tak menyahut, dia hanya tersenyum saja membuat Ethan...maksudnya Bobby jadi bingung. Tapi ia berharap Nikita masih hidup, dan mereka bisa bertemu lagi agar mereka bisa meluruskan masalah di antara keduanya yang belum selesai. Bagaimanapun ia membutuhkan penjelasan wanita itu, meski apa yang di lakukannya untuk membuatnya aman tapi setidaknya harusnya dia bertanya dulu apakah dirinya mau wajahnya di rubah seperti itu? Ada sedikit kekesalan di hati Bobby.

* * *

Kembali seorang pria terkapar di teras belakang rumahnya, ketika dirinya sedang jogging pagi. Pria itu adalah salah satu pimpinan organisasi rahasia tempat Nikita mengabdi dulu, dan dia bukanlah korban pertama, tapi dia orang ketiga yang terbunuh sejak kemarin siang. Beritanya sudah mulai gempar di media masa.

Seorang wanita bertengger di atas sebuah pohon rimbun yang tinggi, berjarak 800 meter dari rumah itu, ia kembali merapikan senjatanya lalu memasukannya ke dalam tas yang seperti tas biola, lalu menggendongnya di punggung. Iapun menuruni pohon itu dengan sangat cekatan lalu berjalan menjauh dengan senyum puas.

* * * * *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun