Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

The Broken Wings of Angel ~ The Wedding #Part 10

27 Agustus 2015   13:26 Diperbarui: 27 Agustus 2015   13:26 933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya, The Wedding #Part 9

 

Nicky tak mampu mengedipkan mata melihat sosok yang berdiri tak jauh darinya, istrinya mengenakan gaun warna silver yang cukup panjang, tapi saat berjalan belahannya terlihat hingga seatas lutut, untungnya tidak terlalu tinggi hingga pahanya tidak akan di nikmati oleh mata yang menemukannya.

Perlahan Liana menghampirinya, rambutnya memang sengaja di biarkan terurai agar bisa menutup punggungnya yang polos. Dari mata suaminya, Liana bisa melihat cinta, di tatap seperti itu tidak membuatnya merasa risi. Ia justru senang dengan sorot mata Nicky yang memancarkan kekaguman, dan itu membuatnya semakin yakin bahwa ia tak harus percaya dengan semua ucapan Rey. Meskipun Nicky tak pernah mengatakan cinta padanya, tetapi ia tahu suaminya mencintainya, mungkin tidak sebesar cintanya terhadap suaminya. Tapi itu cukup untuk memulai mahligai mereka.

"Nicky!" panggil Liana membuatnya tersentak, "a!" Nicky jadi sedikit kikuk karena ketahuan mengagumi istrinya sampai lupa daratan.

"Kau bilang tadi tidak mau terlambat, kenapa diam saja?"

"Ouh...ini...!" ia sedang mencoba mencari jawaban, lalu ia ingat ia punya hadiah untuk istrinya, sebuah alasan yang tepat untuk menutupi kegugupannya.

"Aku punya....sesuatu untukmu!"

"Sesuatu?"

Nicky memungut sesuatu dari saku jasnya, memberikan kotak panjang itu kepada istrinya, Liana memandang benda berbentuk balok dengan warna merah di tangan suaminya. Perlahan ia memungutnya, sekali lagi menyapukan matanya ke wajah Nicky yang sedang menunggu reaksinya dengan hadiah itu. Liana membukanya perlahan, kilauan yang tertangkap matanya membuatnya terpana, ia sedikit membuka mulutnya lalu menatap Nicky.

"Kau suka?"

Liana kembali menatap untaian berlian di atas permadani merah itu, terdapat liontin indah di sana, liontin yang berbentuk bunga Lily, memancarkan kilau cahaya yang memantul di bawah cahaya lampu ruangan itu.

"Ini cantik sekali!" desis Liana, "sini!" seru Nicky memungut kotak itu, ia memungut kalung berlian itu, membuang kotaknya entah kemana lalu melingkarkannya di leher istrinya. Setelah selesai ia mundur untuk menatap istrinya, "perfect!" desisnya.

"Terima kasih!"

Nicky menawarkan lengan kirinya, Liana langsung mengerti. Ia menyelipkan tangan kanannya di lengan suaminya lalu mereka berjalan keluar.

Mereka pergi berdua, tanpa Rizal menyetir mobil. Tadinya sih Jaya ingin membawa mobil sendiri bersama satu dua orang sebagai pengawalan, tetapi Nicky menolak. Mereka hanya pergi berdua saja.

* * *

Ruangan itu sudah penuh dengan para tamu undangan, Liana tak melepaskan lengan suaminya ketika mereka menemui beberapa orang dan berjabat tsngan. Ia sempat minder saat hendak melangkah ke sana mendampingi Nicky, tetapi usapan tangan Nicky di lengannya membangkitkan nyalinya.

Ivana yang mendampingi papanya ke acara itu karena mamanya memang sudah meninggal, melihat Nicky yang sedang bicara dengan beberapa orang di dampingi istrinya.

"Nicky, aku mau ke kamar kecil dulu, dimana ya?"

"Ehm....," Nicky celingukan, "sepertinya ada di sebelah sana, biar ku antar ya?"

"Tidak perlu, kau bisa melanjutkan perbincanganmu dengan teman-temanmu, biar aku sendiri saja!"

"Kau yakin?"

Liana mengangguk, meski berat Nicky akhirnya membiarkan Liana pergi sendiri.

Ivana melihat Liana menyingkir dari sisi Nicky, iapun segera mengikutinya. Sebelum Liana mencapai toilet ia berhasil meraih lengannya, membalikan tubuhnya dan mendorongnya ke tembok.

"Arghhh!" seru Liana yang merasa punggungnya sakit karena terbentur tembok, ia hampir saja roboh tetapi untunglah ia bisa menyeimbangkan tubuhnya. Ia menatap orang di depannya yang telah berbuat kasar terhadapnya,

"Ivana?"

"Kau jangan merasa senang dulu ya, karena berhasil merebut Nicky dariku. Aku tidak akan membiarkan itu berlangsung lama!"

"Apa?"

"Seharusnya kau itu berkaca, kau tidak pantas untuk Nicky. Asal-usulmu saja tidak jelas, apalagi....sekarang kau pincang. Apa kau tidak tahu, banyak mata yang memperhatikan kalian. Apa kau tahu artinya itu?" seru Ivana, Liana tak menjawab.

"Kau membuat Nicky malu dengan keadaanmu, seharusnya Nicky bisa mendapatkan yang jauh lebih sempurna!"

"Maaf Ivana, aku terburu-buru!" seru Liana hendak beranjak, ia sengaja tidak mau menanggapi wanita itu, "eh, tunggu!" Ivana menahan lengannya.

"Jangan kabur kalau aku sedang bicara, dengar ya....aku akan membuat Nicky kembali padaku dan menendangmu kembali ke jalanan!" ancamnya lalu berbalik dan kembali ke ruang pesta. Liana tertegun sejenak, ia tak berfikir sampai sejauh itu bahwa Ivana akan membayangi rumah tangganya dengan Nicky.

Ivana menghampiri Nicky yang sedang ngobrol dengan papanya, "hai Nicky!" sapanya lembut. Nicky menatapnya sejenak, tetapi ia tak membalas senyuman wanita itu.

"Ku pikir kau akan datang sendiri seperti selama ini, aku jadi kecewa!" serunya, "jika ada yang bisa mendampingiku kenapa aku harus datang sendiri?"

"Mungkin....kau mau mengajak orang lain yang lebih sempurna untuk mendampingimu!"

"Apa maksudmu?"

"Liana bahkan tak bisa berjalan cepat di sisimu, apalagi berjalan dengan anggun!" katanya menempelkan diri di sisi Nicky, menyelipkan lengannya yang lentik ke lengan kanan Nicky.

Liana menghentikan langkah ketika melihat Ivana di samping Nicky dan mereka berbicara akrab.

"Dan kenapa itu menjadi masalah bagimu?"

"Kau masih saja munafik, kau pasti menyadari banyak yang memperhatikan kalian!"

"Mereka memperhatikan kami karena istriku terlihat sangat cantik malam ini, itu menjadi masalah bagimu?" balas Nicky, ia melempar pandangan ke depan dan menemukan Liana sedang menatapnya dengan cemburu. Dan Ivana merasa cukup kesal dengan sahutan Nicky, sepertinya ia harus menyusun rencana ekstra untuk bisa membuat Nicky melempar istrinya.

Nicky melepaskan diri dari tangan Ivana, "dengar Ivana, sebaiknya kau berhenti menggangguku. Ku rasa di sini masih banyak pria lajang!" katanya lalu menyingkir. Ivana terpaku, kata-kata Nicky seperti sebuah penghinaan baginya, dan ia tak bisa menerima itu. Ia menatap punggung Nicky yang sedang menghampiri istrinya.

"Berani sekali kau bicara seperti itu Nicky, kita lihat saja, akan ku buat kau mengemis padaku!"

Liana sedikit membuang muka ketika suaminya sampai padanya, baru beberapa jam lalu pria itu memujinya dan beberapa detik lalu dia bergandengan mesra dengan wanita lain.

"Kenapa kau lama sekali?"

"Bukannya kau justru senang jika aku menyingkir lama!"

Nicky terperanjat dengan jawaban istrinya, ia sadar Liana pasti cemburu melihatnya bersama Ivana.

"Liana, apa yang kau lihat tadi....!"

"Mungkin sebaiknya aku menunggumu di mobil saja!" potongnya, "dan mungkin seharusnya aku tidak ikut!"

"Kenapa kau bicara seperti itu, aku tidak punya hubungan apapun lagi dengan Ivana!"

"Kalaupun kau punya, aku tidak berhak melarangmu kan!"

"Liana, kenapa kau jadi aneh seperti ini?"

"Tidak ada yang aneh, seharusnya kau tidak mengajakku Nicky!" Liana memutar matanya ke sekeliling, "lihatlah, mereka menatapku seperti itu. Aku hanya membuatmu malu di sini!"

"Cukup Liana!" potong Nicky dengan lembut tetapi tegas, ia tak mau istrinya tersinggung, "aku tidak suka kau bicara seperti itu, sekarang kau adalah nyonya besar Harris. Jadi kau harus memiliki mental yang kuat, ayo...kita lihat, siapa yang berani menghujatmu!" seru Nicky memungut tangannya dan membawanya ke tengah acara. Liana hanya menurut dengan perasaan tidak menentu. Apa yang akan suaminya lalukan, tapi hal yang tak Liana duga terjadi. Nicky malah membawanya ke tengah beberapa pasangan yang sedang berdansa, ia berhenti di sana. Menghadap Liana dan langsung menempelkan tubuh istrinya padanya, tangannya yang masih menyatu dengan tangan Liana terangkat, menaruh tangan istrinya itu di pundaknya lalu tangannya sendiri meluncur ke pinggang istrinya. Ia segera membawa istrinya bergerak mengikuti musik yang mengalun syahdu.

Mereka bertatapan mesra, Nicky membawanya bergerak secara halus karena mengetahui kondisi kaki istrinya. Menatapnya dengan lebih lembut, Liana memandang wajah blesteran suaminya, wajah Nicky lebih cenderung mengikuti darah bulenya di banding Rey yang mamanya adalah orang Indonesia asli. Bagaimana tidak, William dan istrinya orang Inggris tulen, anak-anak mereka tentu saja juga, tetapi mamanya Nicky masih berdarah campuran. Jadi tentu saja darah pribumi Nicky hanya beberapa persen saja.

Perlahan Liana menyandarkan kepalanya di bahu suaminya, menikmati dansa mereka. Mereka diam hingga beberapa menit sampai Nicky lebih dulu memecah kesunyian.

"Liana, apakah kakek pernah cerita padamu tentang nenek?" tanyanya, "sedikit, kakek tak terlalu banyak cerita soal nenek!" sahutnya. Ia rasakan Nicky menghela nafas.

"Tentang keadaan nenek?" Liana menggeleng di pundaknya, "kau tahu, nenek pernah mengalami kecelakaan mobil. Salah satu kakinya terpaksa harus di amputasi!" Liana membuka mata mendengar hal itu,"tapi...., "Nicky terdiam sejenak, "tapi kakek tak pernah malu membawanya kemanapun, termasuk ke acara seperti ini. Kau tahu kenapa?"

Liana diam saja, tapi ia menunggu alasannya yang akan Nicky ungkap kepadanya, "karena kakek sangat mencintai nenek!" desis Nicky dengan suara tertahan, seperti menahan tangis, "lebih dari apapun!" tambahnya, Liana mengangkat kepalanya perlahan. Membawanya menemukan wajah suaminya kembali, di lihatnya ada satu alur anak sungai di pipi kanan Nicky, berawal dari ujung matanya. Liana mulai mengerti apa yang di ucapkan Nicky, tetapi kenapa dia menceritakan bagian itu padanya? Apakah hal itu juga berlaku padanya? Bahwa dia juga sangat mencintai istrinya, yang tidak lain adalah dirinya sendiri.

Liana mengusap anak sungai itu dari wajah suaminya, dengan perlakuan Nicky selama ini, dan juga tindakannya yang memutuskan menikahinya seharusnya itu sudah menjadi bukti nyata.

"Maafkan aku!" ungkap Liana dengan mata mengambang, "seharusnya aku tidak meragukanmu, seharusnya....!" buliran bening juga mengalir di pipinya, "aku lebih percaya dengan suamiku ketimbang orang lain, maafkan aku!"

* * *

Selesai berdansa Nicky mengajak Liana beristirahat, mungkin dia lelah terlalu lama berdiri. Maka iapun mengajaknya duduk di sebuah meja, mengambilkannya minum.

Sebenarnya selama semua itu berlangsung ada seseorang yang merasa hatinya panas, ia terus berfikir mencari cara untuk bisa menciptakan celah di antara keduanya.

Sementara, ada sepasang suami istri. Rekan bisnis Nicky yang belum lama bergabung menjalin kerja sama, sekitar baru satu tahun Nicky menerima kerja sama yang di tawarkan perusahaan yang tergolong baru itu. Mereka menghampiri meja tempat Liana dan Nicky duduk, menyapa dengan halus khas daerah asal mereka.

"Permisi, maaf mengganggu!"

Keduanya langsung menoleh, Nicky berdiri, "ouh...pak Candra!" Nicky menjabat tangannya lalu bergantian menjabat istrinya yang bernama Hesty. Liana ikut berdiri, "kenalkan ini istri saya!" Nicky memperkenalkan Liana tetapi tak menyebutkan namanya, Liana menatap pria paruh baya yang di panggil pak Candra itu oleh suaminya dengan cukup dalam, guratan-guratan di wajahnya membuat Liana mendesir.

Orang itu mengulurkan tangannya, Liana menatap tangan itu lalu menjabatnya secara perlahan. Dan.....

Seketika sesuatu menghantam dirinya, membuatnya tersentak.

* * * * *

 The Wedding #Part 11

• T.B.W.O.A ~ The Wedding (second novel)

Tayang kembali hari jum'at

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun