Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ku Cintai Kau dengan Iman

2 Juli 2015   16:23 Diperbarui: 2 Juli 2015   16:25 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

"Kau mau pernikahan yang seperti apa?" tanya Rasya,

"Pernikahan kok seperti apa, ya selayaknya saja. Sewajarnya sebuah pernikahan!"

"Maksudku....mestikah kita menyewa gedung?"

"Tidak perlu mas, memangnya mau semewah apa?" sahut Zahra.

* * *

"Bagaimana, kau suka rumahnya?"

Mereka memasuki rumah yang memang sudah Rasya siapkan untuk mereka tinggali setelah menikah, Zahra memandangi seisi rumah megah itu dengan matanya.

"Kita kan hanya tinggal berdua mas, kenapa harus semegah ini?"

"Ya....siapa tahu saja nanti kita punya 10 anak, jadi sudah tidak keder nyiapin kamar!"

"Sep-puluh....ya...asalkan tidak semuanya sekali jebrol!"

"Ha....ha...ha....!"

Tawa Rasya menggelegar mengisi rumah itu, dan tak lama tawa anak-anakpun ikut mengisi rumah itu. Ilyas dan Zulfa mulai tumbuh memenuhi kebahagiaan mereka.

* * *

"Bangkrut!"

"Iya, aku sudah mencoba mencari pinjaman. Mencari donatur, tapi....aku gagal. Maafkan aku, kita akan kehilangan semuanya. Pabrik, rumah ini, mobil....!"

"Ini bukan kesalahanmu mas, ini adalah ujian dari Allah!"

"Tapi seharusnya aku tak membiarkan ini terjadi,"

"Mas, tidak ada seorang pun yang bisa menentang kehendak Allah. Semua yang kita miliki adalah titipan-NYA!"

* * *

Mereka memasuki sebuah rumah kecil, itupun rumah kontrakan. Rasya memandang seisi rumah itu, lalu ia sapukan pandangannya ke arah istri dan dua anaknya.

"Maaf, hanya ini yang sementara bisa kita tinggali!"

"Ini sudah lebih dari cukup kok mas, yang penting kita masih bisa berteduh!"

"Aku akan mulai mencari pekerjaan besok!"

Rasya pulang dengan lesu, ia melamar pekerjaan kesana-kemari tetapi tak ada satupun yang menerima lowongan. Ketika ada yang menerimanya ia harus menjadi buruh pabrik.

Zahra istrinya membawakan secangkir teh hangat kepadanya, "kok lesu gitu mas, capek ya?"

"Ternyata sangat susah mencari pekerjaan dalam keadaan seperi ini. Maaf ya, aku hanya bisa menjadi buruh pabrik!"

"Pekerjaan apapun asalkan halal dan kita iklas menjalaninya, pasti akan menjadi berkah. Minum dulu tehnya, mas mau mandi dulu atau makan dulu?"

"Aku mau mandi dulu saja!"

Paginya, begitu keluar rumah Rasya terkejut melihat terasnya yang di kunjungi beberapa ibu-ibu tetangga. Istrinya terlihat sangat sibuk sekali, kedua anak mereka sedang sarapan di meja makan. Sudah siap dengan seragam sekolah, setelah ibu-ibu itu bubar Rasya mendekati istrinya.

"Sayang, apa yang kau lakukan?"

"Jualan nasi uduk mas, kebetulan kan aku bisa memasak. Lumayan buat tambah-tambahan!"

Rasya memandang istrinya dalam, "maafkan aku ya, kau harus sampai seperti ini!"

"Mas ini bicara apa, berhentilah minta maaf. Lebih baik sekarang mas sarapan dulu di dalam, setelah itu antar anak-anak sekolah dulu. Mereka sudah menunggu tuh!"

* * *

Baru saja Zahra memasuki rumah bersama Zulfa yang masih duduk di kelas 1 SD, ia baru menjemput putrinya itu dering ponsel memaksanya untuk mengangkat panggilan itu. Itu dari nomor suaminya,

"Halo, assalamu alaikum mas?"

......

"Apa, kecelakaan!"

Handphone di tangannya terlepas dan jatuh ke lantai, yang nenelpon adalah atasan Rasya. Rasya jatuh dari lantai dua di tempat kerjanya dan sekarang kritis di rumah sakit. Zahra pun langsung bergegas pergi ke rumah sakit.

"Patah tulang kaki dok?"

Akibat kecelakaan itu Rasya mengalami patah tulang di bagian kakinya, karena kecelakaan terjadi di tempat kerja untungnya pihak perusahaan bersedia menanggung semua biayanya. Termasuk untuk operasi. Kini Rasya harus duduk di kursi roda meski itu tidak permanen, tapi kata dokter membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa berjalan lagi. Itupun tidak menjamin kakinya bisa kembali normal.

Setiap pagi ia melihat istrinya sibuk mengurusi dirinya, anak-anak, setelah itu ia juga mash harus jualan nasi uduk. Sebenarnya bisa saja Zahra pergi mencari pekerjaan di luar, tetapi dengan begitu pasti waktunya akan tersita sibuk bekerja sementara dia punya suami dan dua anak yang harus di urus.

Malam itu Rasya mendorong kursi rodanya mendekati istrinya yang sedang membereskan dapur. Ia memandangi wanita itu dengan rasa bersalah yang begitu besar. Zahra menoleh mengetahui suaminya memperhatikan gerak-geriknya, lalu iapun menghampiri.

"Ada apa mas, sepertinya ada yang ingin mas sampaikan?"

"Orangtuamu benar, mungkin seharusnya kau....!"

"Aku tidak mau membahas itu, kita sudah sepakat kan!"

"Tapi sekarang lihatlah, aku bahkan tak bisa berbuat apa-apa!"

"Mas, kita tidak boleh berputus asa. Semua cobaan itu pasti ada hikmahnya!"

"Tapi....!"

Zahra mendekat padanya, berlutut di depannya dan memungut tangannya. Menggenggamnya hangat, "bagaimana aku bisa meninggalkanmu, aku mencintaimu mas. Bagaimanapun keadaanmu, aku mencintaimu bukan hanya saat kau kaya atau pun sehat. Ingat janji suci kita, bahwa kita akan saling mencintai dalam susah maupun senang, sakit maupun sehat. Aku mencintaimu karena kau adalah suamiku, aku mencintaimu karena kau adalah imamku. Jadi jangan pernah berpikir seperti itu lagi, percayalah....kita akan melalui ini bersama-sama. Allah tidak akan memberikan cobaan di luar batas kempauan umatnya!"

Rasya memandang istrinya dengan tatapan kagum, ia tersenyum pada akhirnya.

"Terima kasih, sayang. Maaf, jika selama ini aku terlalu pesimis!" lalu ia pun mendongak ke atas, "terima kasih ya Allah, engkau telah menyandingkan hamba dengan wanita yang sangat luar biasa!"

Kemudian ia kembali menatap istrinya, "aku janji, aku akan bangkit dan berlatih berjalan lagi. Aku akan berjuang untuk keluarga kita, aku tidak akan membiarkanmu menanggung beban sendirian!" istrinya tersenyum padanya.

"Oya, mas. Aku punya kejutan!"

"Kejutan?"

Wanita itu berjalan ke meja dan menarik laci, memungut sesuatu. Benda kecil di tangannya itu ia sodorkan kepada suaminya. Rasya memungutnya dari tangan Zahra, mengamatinya lalu menatap istrinya dengan penuh cinta.

"Apakah arti dua garis merah ini aku akan jadi ayah lagi?" tanyanya, istrinya mengangguk. "jadi....rumah ini akan semakin ramai!" serunya girang, "dan....apakah artinya kita benar akan punya 10 anak?" guraunya. Zahra menepuk lengan suaminya,

"Tiga sudah cukup, memangnya gampang mendidik anak. Lagipula negara ini sudah sangat sesak!"

Rasya mengelus lengannya yang sedikit panas seraya tersenyum dengan tawa kecil.

* * * * *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun