Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sebuah Cinta yang Terlarang # 11 ; Gue Takut Nggak Bisa Nahan Godaan

26 September 2014   22:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:22 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Jesie sedang membayar belanjaannya di Indomart, ponselnya berdering. Itu ayahnya.

"Hallo Yah!"
"Kenapa lama sekali sayang, ini sudah malam. Langit juga mendung, nanti keburu hujan. Cepat pulang!" seru Joni.
"Iya Yah, ini lagi bayar. Langsung pulang deh, tadi antrinya banyak!"
"Ya sudah hati-hati!"

Telepon terputus. Selesai membayar Jesie langsung keluar dan berjalan kaki menuju rumah. Karena lagi males pake sepeda, dia jalan kaki makanya lama.

Sepulang dari makam papanya, Axel menelusuri jalanan. Ia juga tak membawa motor, aneh hari ini kedua anak itu sama-sama pingin jalan kaki.

Ada beberapa preman yang preman yang mencegar Jesie, berbeda dari tempo hari. Sepertinya kali ini yang mencegatnya adalah anak gank.

"Hai cantik, mau di anterin!" seru salah seorang dari mereka. Mereka ada lima orang.
"Sorry, gue buru-buru!" jawab Jesie.
"Santai aja, kita main dulu yuk!" sahut yang berbaju merah sambil mencolek lengan Jesie. Jesie langsung melintir tangan orang itu dan membantingnya.

Yang lain melihat hal itu langsung menyerang, mereka berkelahi tapi sepertinya kali ini Jesie benar tak bisa mengalahkan mereka semua. Ia tersungkur dan langsung di tangkap oleh tiga anak.
"Lepasin!"
Mereka menyeretnya. Dari jauh Axel seperti mendengar suara minta tolong, dan ia kenal suara itu. Ia segera berlari ke arah suara.
"Woi, lepasin dia!" serunya.
Semuanya menoleh.
"Axel!" desis Jesie, ada nada senang di dalamnya.
Axel berlari ke arah mereka dan langsung berusaha merebut Jesie, para preman itu pun menyerangnya. Axel berhasil menjatuhkan mereka semua dan langsung menarik Jesie untuk melarikan diri. Kelima orang itu pun mengejar, gerimis mulai berjatuhan.

Jesie dan Axel berlari semakin jauh dan berlawanan arah dari rumah Jesie, sementara hujan semakin deras. Keduanya berhenti.

"Kaya' nya mereka sudah jauh deh!" desis Jesie.
"Ngapain loe malem-malem gini masih keluyuran?"
"Gue cuma belanja barang dapur. Hah...belanjaan gue!" serunya.
"Ya elah, loe masih mikirin belanjaan. Mending kita cari tempat berteduh dulu!" kata Axel menarik lengan Jesie kembali dan mengajaknya berlari. Tempat itu cukup sepi di jam segini, apalagi hujan. Tak jauh dari mereka ada pos RW. Mereka pun lari ke sana. Sudah terkunci rapat, tapi setidaknya terasnya bisa buat berteduh.

Axel melihat Jesie yang mulai kedinginan, memeluk dirinya sendiri sambil menggosok lengannya dengan telapak tangan. Ia pun mencopot jaketnya dan memakaikannya ke tubuh Jesie, Jesie menoleh. Mata mereka bertemu, saling berbicara. Tiba-tiba petir menyambar, spontan Jesie memeluk Axel. Axel juga membalasnya secara spontan. Lama mereka larut dalam dekapan tak sengaja itu, api berkobar di dada mereka, membakar kebencian yang sempat merayap sebelumnya. Jesie membuka mata, dan mengangkat wajahnya perlahan, menatap Axel yang masih memejamkan mata. Perlahan mata itu juga terbuka, dan membalas tatapan Jesie. Semakin lama mereka bertatapan debaran yang muncul semakin hebat menyerang. Axel menelan ludah, ia menyadari sesuatu maka ia pun melepaskan tubuh Jesie perlahan dan membuang muka.

"Maaf!" desisnya.

Maaf!

Lagi-lagi sikap Axel membuat Jesie bingung, kenapa Axel bilang maaf karena mereka berpelukan? Kenapa Axel seolah selalu menghindar setiap kali mereka bertatapan seperti itu? Jesie mantap Axel dalam, dari samping dia kelihatan lebih tampan maskulin. Axel melirik.

"Jangan tatap gue kaya' gitu!"
"Kenapa loe selalu menghindar tiap kali kita bertatapan? Padahal loe juga suka kan kalau kita seperti itu?"
Axel terdiam cukup lama, ia berjalan menjauh dari Jesie. Apakah ia harus jujur? Ia pun berbalik, kini mereka berhadapan dengan jarak yang cukup jauh.

"Gue cuman takut!"
"Takut!" desis Jesie.
"Gue takut nggak bisa nahan godaan." jawab Axel, membuat Jesie tertegun, "Tiap kali gue deket sama loe.... Jantung gue berdebar kenceng banget. Tiap kali bertatapan...gue pingin banget cium loe!" jelasnya

Jesie masih terdiam, ia tak pernah mengira akan mendapat jawaban seperti itu dari Axel, jawaban yang sangat indah baginya. Dia pikir Axel itu brengsek banget karena suka gonta-ganti pacar. Dan semua pacarnya lebih dewasa darinya, pasti dia juga sering berbuat brengsek! Tapi.... Jawabannya kali ini sungguh membuat Jesie semakin yakin dengan perasaannya sendiri.

"Terus....kenapa nggak loe lakuin, bukannya itu udah biasa buat loe!" pancing Jesie.
"Emangnya....gue sebrengsek itu ya, dimata loe!"

Sekali lagi Jesie tertegun.

"Ya...loe sering banget bilang gue brengsek, kalau gue beneran cium loe....ntar loe tambah benci sama gue!"
"Loe nggak mau gue benci sama loe, kenapa?"

Axel menatapnya dalam, membuat Jesie makin berdebar.

"Karena....karena gue suka sama loe!"

APA?

"Gue nggak tahu sejak kapan, gue juga nggak tahu kenapa? Yang jelas gue sadar, kalau gue .....suka sama loe, bahkan gue sayang sama loe!" ungkap Axel dengan suara yang lembut.

Mata Jesie berkaca-kaca, Axel yang perangainya kasar dan begajulan ternyata memiliki hati yang begitu lembut. Hal itu sungguh menyentuh hatinya.

Axel melihat sebutir airmata menggelinding dari mata Jesie.

"Gue nggak bakal minta loe jadi pacar gue kalau loe nggak mau, anggap aja gue nggak pernah ngomong kaya' gitu!"
"Apa? Loe jahat banget. Loe udah bikin gue terkesan dengan semua kalimat loe, sekarang loe nyuruh gue lupain semuanya, bagaimana bisa?" seru Jesie.

Sekarang Axel yang terkejut mendengar jawaban Jesie.

"Kalau gue yang mau loe jadi pacar gue, apa loe mau nolak?"

Apa?

"Gue juga nggak tahu kenapa, setiap kali kita deket dada gue rasanya mau meledak. Dan diam-diam gue selalu suka kalau kita selalu bersama. Gue... Gue juga sayang sama loe Xel, gue sadar itu belakangan ini!"
"Maksud loe. Loe nggak benci sama gue?"

"Gue benci sama loe, tapi rasa sayang gue lebih besar ketimbang benci gue!"

Axel tersenyum lebar.

"Jangan tersenyum!" teriak Jesie, membuat Axel mengkerut spontan. "Loe tahu nggak kalau tersenyum loe tuh bikin gue mau pingsan!" tambahnya, Axel tertegun sejenak setelah itu ia malah tertawa bahagia. Berlari ke arah Jesie dan meraihnya dalam dekapannya. Jesie membalas pelukan itu.

"Gue sayang sama loe, cewe jadi-jadian!"
Jesie mempererat pelukannya dengan lebih erat sampai Axel merintih,"ak!" tapi Axel juga membalasnya lebih kencang lagi.

"Auw....Xel...gue-nggak-bi-sa napas!"

Axel mengendurkan pelukannya, Jesie bernapas lega. Ia menghapus airmatanya yang mengalir dan tersenyum bahagia. Malam semakin larut, kini mereka duduk di teras bersandar tembok, sama-sama kedinginan, jaket Axel di gunakan sebagai selimut mereka berdua, mereka setengah berpelukan. Sesekali mereka bertatapan dan kali ini Axel tak menghindar.

********

Fajar merekah di ufuk timur, perlahan sang mentari mulai muncul. Sinar hangatnya mulai bertebaran ke seluruh alam. Axel membuka matanya, pakaian mereka memang masih sedikit basah. Untungnya keduanya tidak demam. Axel menyentuh pipi Jesie untuk membangunkannya. Jesie membuka mata perlahan, menggeliat.

Axel memperhatikannya sambil tersenyum. Jesie melihatnya.
"Pagi!"
"Pagi."Jesie melihat sekeliling. "Kita msih di sini ya?"
"Dimana lagi. Gue anter loe pulang ya!" tawarnya. Jesie mengangguk. Untung hari ini minggu.

Keduanya beranjak dari sana, Jesie memakai jaket Axel lagi padahal yang tempo hari belum di kembaliin.

Joni mondar-mandir di depan rumah, menunggu Jesie yang tak kunjung pulang. Hpnya juga mati, tak bisa di hubungi. Tentu orang hpnya kehujanan. Joni melihat Jesie memasuki halaman rumah dengan pakaian yang masih terlihat sedikit basah dan kotor, tapi dia terlihat bahagia bergandengan tangan dengan seorang cowo.

"Jesie!" seru Joni.

Teriak Joni membuat keduanya tersentak dan menghentikan langkahnya.
"Ayah!" desisnya.
Keduanya melepaskan tangan perlahan. Joni melangkah maju dan langsung meninju Axel hingga jatuh ke tanah. Jesie sangat terkejut.
"Axel!" seru Jesie hendak menolong Axel tapi Joni menahannya.
"Masuk!" serunya.
"Tapi yah!"

Joni memegang erat lengan putrinya dan menunjuk Axel.
"Kau apakan putriku?"
Axel menyeka darah yang keluar dari mulutnya, "Kami tidak melakukan apa-apa om!" jawabnya.
"Bohong!"
"Axel benar yah, kita nggak ngapa-ngapain!"
"Dengar anak muda, aku tidak suka kau mendekati putriku, mulai sekarang jauhi Jesie!"
"Tapi om!"
"Yah!"

Joni membawa Jesie masuk ke rumahnya. Jesi menoleh ke Axel yang masih terjerembat di tanah. Di dalam rumah Joni kembali menanyai putrinya.

"Apa yang kalian lakukan?"
"Kami nggak ngelakuin apa-apa yah!"
"Jangan bohong Jesie, kau pulang pagi bersama seorang cowo. Pakaian basah dan kotor dan kau bilang tidak melakukan apa-apa!" teriak Joni.
"Ayah pikir Jesie ngapain? Tidur sama Axel," jawab Jesie, "Ayah tega banget sama Jesie....," tangisnya, "hanya karena darah wanita itu mengalir tubuh Jesie, bukan berarti Jesie juga sama. Jesie bukan ibu yang tidur sama semua laki-laki. Ayah jahat!" teriak Jesie lalu masuk ke dalam kamar dan membantingkan diri ke ranjang. Menangis keras sambil memukuli kasur.

"Ayah jahat!" tangisnya.

Joni terdiam dengan kalimat putrinya. Ya...seharusnya ia tak menuduh putrinya seperti itu. Harusnya ia lebih percaya dengan putrinya, tapi orangtua mana yang tidak curiga melihat putrinya pulang pagi bersama seorang pria dengan baju basah dan kotor.

Axel menyingkir dari rumah Jesie, semoga saja om Joni tidak sampai berbuat kasar terhadap Jesie. Hubungan mereka baru saja terjalin tapi sudah ada kendala, seperinya ayahnya Jesie tidak akan setuju kalau mereka pacaran. Terkadang hal seperti ini juga yang Axel takutkan.

**********

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun