Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Maaf yang Tertunda

24 Desember 2014   14:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   14:34 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Hari itu.....," ku dengar mulutnya mulai berucap, "Aku memang mengajaknya pergi. Karena guru fisikanya sakit dan tak bisa masuk. Sementara aku membolos di jam olahragaku." ku dengar ia menghela nafas, "aku mengajaknya nonton, tapi gagal karena antriannya terlalu panjang. Dia juga bilang....., dia tak terlalu suka nonton film horor. Jadi kami putuskan untuk pergi ke tempat lain....., saat baru keluar mall. Kami bertemu dengan teman-temanku, memang bukan teman sekolah. Mereka adalah teman kenalanku di studio saat aku latihan drum. Aku mengenalkan Asri pada mereka, kami terlibat obrolan kecil, lalu.....salah satu dari mereka mengusulkan untuk pergi rame-rame. Karena sudah lama aku tidak bermain dengan mereka dan setahuku.....mereka anak-anak yang baik. Maka aku setuju, meski Asri sudah bilang padaku untuk membawanya kembali ke sekolah."

Aku masih diam mendengarkan, sepertinya terjadi sesuatu yang buruk. Dia mulai membuka mulut lagi,

"Kami pergi ke rumah Deri, di halaman belakang rumahnya ada gudang yang mereka rubah jadi basecame latihan band. Kebetulan orangtua Deri sedang bekerja, jadi tak ada orang di rumah. Kami bermain musik untuk beberapa lagu. Dan Asri ikut menyanyi, suaranya masih bisa ku dengar sampai sekarang!" Dia mulai bercerita dengan suara yang berat, seperti sedang menahan tangis.

"Deri pamit untuk pergi beli makanan dan minuman, suasana di antara kami masih sama. Setengah jam pergi, dia belum juga kembali. Lalu dia menelponku dan meminta bantuanku untuk datang ke sebuah jalan karena kena tilang. Pamanku adalah seorang polisi dan mereka tahu itu. Aku pamit pada Asri untuk menolong Deri. Dia ingin ikut denganku, tapi....."

"Sayang, aku hanya sebentar. Jalannya tidak jauh kok, paling nggak sampe setengah jam aku sudah balik. Mereka temanku, kamu jangan khawatir. Lagian kalau kamu ikut nanti aku malah sulit membantu temanku dari kena tilang!"

Asri akhirnya hanya mengangguk. Setelah Rendra pergi, Dodi memintanya untuk kembali bergabung dengan band dan menyanyi.

"Aku mencari Deri di jalan yang dia beritahu, tapi aku tak menemukannya. Aku mencoba menelponnya, dia tak merespon sama sekali. Lalu aku mulai khawatir, aku segera kembali ke rumahnya. Dan sesampainya di sana, Aku melihat Asri keluar dari pintu depan sambil menangis. Aku bertanya apa yang terjadi....., tapi dia tak mengucap apapun selain memberiku sebuah tamparan keras lalu berlari menjauh."

Jantungku mulai berdenyut tak menentu mendengar ceritanya, tapi itu belum berakhir. Aku masih ingin tahu apa yang terjadi.

"Aku terpaku, tamparannya bahkan masih bisa ku rasakan sampai detik ini." akunya, "keesokannya...., aku mendengar berita duka tentangnya di sekolah. Jantungku seakan berhenti, aku seperti tak percaya dengan berita itu. Asri yang ku kenal tak mungkin melakukan hal itu jika tak terjadi sesuatu yang begitu menyakitkan. Tapi apa? Aku juga masih tak tahu."

"Apa yang terjadi?" desisku.

"Aku berlari ke sekolah Deri, tapi ternyata dia tak masuk. Lalu aku kerumahnya, dia memang ada di sana. Mengurung diri di dalam kamarnya, aku terpaksa harus mendobrak pintu itu dan memberinya hantaman berkali-kali di wajahnya. Aku begitu percaya padanya, karena dia yang paling aku kenal di antara semua teman bandnya. Dia menangis memohon ampun padaku, aku masih bingung. Lalu dia menceritakan semuanya padaku. Dodi mengiriminya pesan melalui sms agar berpura-pura pergi mencari makanan. Lalu setelah itu menyuruhnya untuk menelponku bahwa dirinya kena tilang. Itu semua....hanya siasat!" sekali lagi ku dengar dia menghela nafas dalam, ada isak dalam suaranya saat melanjutkan cerita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun