Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] You Are (Not) My Destiny [50]

18 Agustus 2021   18:01 Diperbarui: 18 Agustus 2021   18:02 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Siapkan pemutar musik kamu, cari lagunya dan dengarkan sementara kamu membaca bagian cerita dari novel ini.

  • Ha Sungwoon -- I Fall in Love
  • BIG BANG -- If You
  • IU -- I Give You My Heart
  • Kim Seokjin -- I Love You
  • WANNA ONE -- IPU (confession version)
  • SUPER JUNIOR -- Let's Not
  • Standing Egg -- Little Star
  • Jonghyun & Taeyeon - Lonely
  • ASTRO -- Love Wheel
  • TXT -- Magic Island

BAEK CHOEUN'S POV

"Nanti saja pulangnya."

Aku tertawa melihat Donghyun yang merengek seperti anak kecil. Aku sudah sejak pagi menemaninya di apartemennya dan kami sudah main banyak game, memesan makanan dengan porsi luar biasa dan bahkan membuat konten untuk channel Youtube-nya dan sekarang sudah jam tujuh malam. Memang hari ini dia sangat kesepian karena orangtuanya berangkat dan jadwal kuliahnya kosong tiap hari senin, sementara itu, Dongsun malah sangat sibuk dan aku tidak melihatnya sama sekali di apartemen mereka hari ini. Aku mencubit hidungnya yang mancung.

"Aku harus ke Million Stars dulu malam ini."

"Ah noona tapi..."

"Nanti aku video call ya."

"Ya baiklah. Aku akan mengantar noona turun."

"Tidak usah. Kau bereskan saja ruang tamu yang kita buat berantakan itu. Kamarmu juga berantakan. Dongsun bisa mengamuk kalau dia pulang dan melihat itu."

Donghyun tertawa dan membuat jantungku berdebar kencang lagi.

"Baiklah, aku akan mendengarkan noona. Kutunggu video call-mu kalau begitu."

Aku melambai padanya dan berjalan cepat menuju lift. Bermain dengan Donghyun memang menguras tenagaku, tapi di sisi lain, baterai hatiku menjadi sangat penuh. Dia sangat menggemaskan, aku mencintainya. Aku memasuki lift yang kosong dan menekan angka 1. Tapi baru beberapa tingkat turun, pintu lift terbuka lagi. Dan aku mundur beberapa langkah. Yang baru saja memasuki lift adalah appa dan eomma Chungdae. Sepertinya mereka juga terkejut melihatku.

"A... abonim... ah maksudku... eonni... Junsuk-ssi..."

Aku menyerah. Aku tak tau bagaimana harus memanggil mereka. Tadinya aku memanggil mereka abonim dan eomonim, tapi sekarang, dengan statusku... aku menghela nafas panjang dan menundukkan kepalaku.

"Tidak apa-apa, Choeun," hibur Juhee eonni yang mengelus pundakku, "ayo, kita bicara santai saja."

Dan disinilah aku, di apartemen Chungdae, bukan di Million Stars seperti yang pertama kurencanakan. Apartemen mereka juga cukup sering kukunjungi, dan selama beberapa waktu aku tidak berkunjung, tidak ada yang berubah di apartemen ini. Daripada memandangi kedua orang yang ramah yang duduk di seberangku, aku malah sibuk memandangi cangkir teh yang mereka sajikan.

"Aku... aku benar-benar minta maaf."

Mendadak aku merasa ingin menangis lagi. Aku tau memang bukan salah mereka hubunganku dan Chungdae berakhir, tapi aku justru merasa tidak enak karena sudah menyia-nyiakan anak mereka yang begitu baik. Apalagi hubungan kami sudah dalam tahap pertunangan.

"Choeun... kami bukan membawamu kesini untuk memaksamu meminta maaf," ucap Juhee eonni dengan lembut.

"Tapi... tapi aku tetap merasa bersalah. Aku tau Chungdae pasti melalui masa-masa yang sulit. Aku tau dia sibuk bukan karena keinginannya sendiri, aku tau dia berkorban dan melakukan banyak hal untukku..."

Dan mengatakan semua ini rupanya masih terasa seperti membuka luka di hatiku yang kukira sudah kujahit dengan rapat. Tidak, semua ini juga tidak mudah untukku. Lalu bagaimana dengan Chungdae? Apakah jika aku melihatnya masih bersedih, aku akan senang, atau aku akan sama sedihnya? Lalu jika aku melihatnya bahagia, apakah aku akan senang, atau aku akan bersedih karena merasa akulah yang belum bisa berpaling darinya? Kenapa aku begini picik? Tanpa kurencanakan, setetes air mata lolos dari bendunganku.

"Kami juga tau kau melalui masa-masa yang sama sulitnya, Choeun," hibur Juhee eonni.

Mendadak aku berlutut di atas karpet mereka dan menangis tersedu-sedu dengan perasaan bersalah yang tidak bisa kugambarkan sedalam apa perasaan itu.

"Jangan... jangan hibur aku. Tolong... hukum aku atau lakukan sesuatu... asal jangan menghiburku..."

Ya, kurasa dengan mereka menghukumku, aku akan merasa pantas dan tidak malu lagi bertemu dengan mereka.

"Choeun ya, tidak pernah sekalipun kami membencimu atas keputusan kalian. Tidak ada yang boleh dipersalahkan ketika kalian sudah berusaha keras, tapi kalian masih harus berpisah pada akhirnya," ujar Junsuk-ssi, yang rupanya sudah duduk di sofa di belakangku dan menepuk punggungku lembut.

Juhee eonni juga menghampiri sisiku yang satunya dan membantuku duduk di sofa. Kini aku melihat kedua orang di sampingku yang terus tersenyum dan berusaha menghiburku. Juhee eonni sudah mengusap air mataku dengan tisu yang dipegangnya.

"Aku akan mengaku kalah pada Dongju hyong. Dia akhirnya yang akan mendapatkan calon menantu kesayangan kami," tawa Junsuk-ssi.

"Iya. Sayang sekali Choeun tidak akan jadi menantu kami," tawa Juhee eonni sambil mengelus rambutku, "si cantik yang ceria ini akan menghibur keluarga yang berbeda sekarang."

"Ka... kalian benar-benar memaafkanku?"

"Kami tidak bisa memaksa kalian bersama, sungguh, Choeun. Kami menghargai keputusan kalian. Dan kami masih akan tetap menyayangimu sebagai... adik kami?" Junsuk-ssi masih tertawa saat mengatakan ini.

"Aku..."

"Jangan bilang maaf lagi," hardik Juhee eonni.

"Bagaimana kalau... kukatakan terima kasih?"

"Itu kedengaran lebih baik. Sekarang hapus air matamu ya. Kalau kau tidak sengaja bertemu Dongsun atau siapapun itu setelah ini... mereka akan mengira kami menyiksamu," canda Junsuk-ssi.

Aku tertawa kecil bersama mereka. Ternyata setelah mendapatkan maaf mereka, hatiku terasa jauh lebih nyaman dan lega. Mendadak pintu terbuka dan terdengar suara tawa.

"Aku pulang... Choeun noona?"

Aku bertemu pandang tidak hanya dengan Chungdae, tapi juga dengan Youngkyong, tawa keduanya langsung menghilang saat melihatku.

"Annyeonghaseyo," sapa Youngkyong sambil membungkukkan badannya.

She is leaving

And I can't do anything

Love is leaving

Like a fool, I'm blankly standing here

I'm looking at her, getting farther away

She becomes a small dot and then disappears

Will this go away after time passes?

I remember the old times, I remember you

IF YOU IF YOU

If it's not too late

Can't we get back together?
IF YOU IF YOU

If you're struggling like I am

Can't we make things a little easier?

I should've treated you better when I had you

(BIG BANG -- If You)

Sudah lama sekali aku tidak melihat mereka berdua secara langsung. Aku bisa merasakan kecanggungan di antara kami, bahkan Youngkyong terlihat sangat cemas sekarang.

"Ah appa... eomma... Youngkyong kesini karena... kami baru saja dari syuting dan... kami belum sempat makan, jadi..."

"Oh ya, untung eomma memasak cukup banyak hari ini. Benar sekali membawa Youngkyong untuk makan disini. Choeun, apakah kau sudah makan? Bagaimana kalau ikut mereka makan?" tawar Juhee eonni.

"Oh tidak eonni, aku sudah makan banyak sekali sepanjang hari ini. Lagipula, aku harus ke Million Stars sekarang. Kurasa aku pamit duluan."

"Ah baiklah, hati-hati di jalan, Choeun," ucap Junsuk-ssi sambil tersenyum.

"Kita bahkan belum mengobrol eonni," gagap Youngkyong yang tampak linglung karena berdiri di depan pintu dan tidak bergerak.

"Tidak apa-apa. Datanglah ke Million Stars kalau kau tidak sibuk, Youngkyong. Aku pamit dulu!"

Setelah membungkukkan badanku pada Junsuk-ssi dan Juhee eonni, juga melambai pada Youngkyong, aku cepat-cepat keluar dari apartemen mereka. Aku tidak menyangka akan begini canggungnya aku bertemu dengan Chungdae setelah beberapa lama tidak melihatnya. Aku memang melihat beberapa update-nya di akun Instagram-nya (dia sangat rajin memberikan update pada para penggemarnya), tapi ternyata bertemu secara langsung terasa jauh lebih aneh dari yang kubayangkan. Dia hanya sempat menukar sepatunya dengan sandal rumah, dan setelah itu dia hanya berdiri mematung dan mendengarkan percakapan yang berlangsung di sekitarnya (atau apakah dia bahkan tidak mendengarkan? Pandangannya tampak kosong). Lalu apa yang kurasakan selain canggung? Aku tidak mengerti. Ada satu perasaan yang tidak kumengerti ketika aku melihatnya muncul bersama Youngkyong. Apakah aku cemburu? Apakah aku sedih? Atau... mungkinkah aku bahagia? Maksudku... sudah sepantasnya kan mereka bersama? Akulah orang ketiga di antara mereka selama ini.

"Choeun noona!"

Aku menoleh dengan kaget. Sepertinya aku dari tadi berjalan sambil termenung, jadi aku bahkan baru menuruni beberapa anak tangga di depan gedung apartemen mereka ketika aku melihat Chungdae mengejarku, dia masih memakai sandal rumah. Ketika aku berhenti, dia akhirnya berhenti berlari setelah mencapai puncak anak tangga dan sibuk mengatur nafasnya. Apakah dia dari tadi mengejarku?

"Oh, Chungdae... maksudku, hai."

Dia mendongakkan kepalanya, tapi aku tak bisa membaca arti tatapannya. Dia masih tampak sama: sama tampannya, sama menariknya, segalanya tampak sama... Heo Chungdae. Tapi ada satu hal yang tak lagi sama: hubungan kami.

"Noona, bisakah kita... bicara sebentar?"

"Ya, tentu saja."

Kami akhirnya duduk di bangku kayu tak jauh dari area parkir apartemen. Aku masih merasakan kecanggungan itu di antara kami. Aku memilih memandang langit malam yang tampak dipenuhi awan, tak ada bintang kesukaanku di atas sana.

"Aku harap noona tidak salah paham melihatku bersama Youngkyong."

"Salah paham?" tanyaku bingung dan akhirnya menatapnya, dan rupanya dia sudah menatapku duluan, "untuk apa salah paham? Maksudku... kalaupun kalian berpacaran, itu sepenuhnya hakmu."

"Aku takut noona akan berpikir bahwa aku terlalu cepat move on..."

"Lalu bagaimana denganku? Aku yakin kau sudah tau tentang aku dan Donghyun."

"Tapi noona pantas melakukannya. Maksudku... salahkulah hubungan kita berakhir."

"Siapa bilang itu salahmu? Bukannya malah salahku?" tanyaku terkejut.

"Tapi aku juga tidak merasa itu salah noona."

"Stop!" hardikku sambil menunjukkan telapak tanganku di depan wajahnya, "bagaimana kalau kita berhenti menyalahkan diri sendiri?"

Chungdae menghela nafas panjang.

"Kau segitu berniatnya mengejarku bahkan belum sempat mengganti sandal rumahmu ya."

Aku menatap sandalnya dan membuatnya menatap sandalnya juga. Lalu dia mendengus.

"Ah, eomma akan menyuruhku mencucinya."

Kami berpandangan dan tertawa kecil. Hatiku terasa hangat. Sudah lama aku tak mendengar tawanya... dan rupanya aku merindukan suara tawanya dan wajahnya saat tertawa.

"Noona, aku benar-benar merasa bahagia mendengar tentangmu dan Donghyun. Aku bohong kalau aku tidak merasa sedih pada awalnya, tapi... kurasa perasaan bahagiaku mengalahkan keegoisanku," ujarnya panjang saat kami kembali saling menatap, "noona, berbahagialah selalu."

"Chungdae... terima kasih. Aku berharap pertemuan kita selanjutnya tidak akan canggung lagi."

"Ya, maafkan aku dan Youngkyong yang membuat rombongan kita tak bisa mengadakan pesta Natal dan Tahun Baru kemarin..."

"Tapi Donghyun juga sibuk sih kemarin... jadi kami memutuskan tidak mengadakan pesta apapun."

"Kapan lagi ya kita bisa berpesta?"

"Kapan saja kalian bisa. Kami akan menyesuaikan jadwal dengan dua artis kita."

"Tiga, noona."

"Oh, aku lupa soal Dongsun..." ujarku sambil menepuk dahiku.

"Baik, nanti biar aku saja yang traktir semuanya."

How about you?

Are you really fine?

Guess our break up is setting

I should forget you but it's not easy

I'm looking at her, getting farther away

She becomes a small dot and then disappears

Will this go away after time passes?

I remember the old times, I remember you

IF YOU IF YOU

If it's not too late

Can't we get back together?
IF YOU IF YOU

If you're struggling like I am

Can't we make things a little easier?

I should've treated you better when I had you

(BIG BANG -- If You)

"Benar ya? Janji lho."

Dan kami tertawa lagi. Syukurlah... semoga semuanya bisa kembali seperti semula. Setidaknya, aku berharap aku bisa berteman dengan Chungdae lagi. Kata orang, mantan pacarmu tidak akan bisa berteman denganmu lagi. Siapa bilang begitu? Aku dan Chungdae akan membuktikannya, kalau kami bisa tetap saling menjaga satu sama lain, sebagai teman.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun