Siapkan pemutar musik kamu, cari lagunya dan dengarkan sementara kamu membaca bagian cerita dari novel ini.
- Kim Minseung -- Boom Boom Boom
- SEVENTEEN -- Campfire
- GOT7 -- Confession Song
- K.Will -- Day 1
- SF9 -- Different
- Chen & Punch - Everytime
- Sondia -- First Love
- Yook Sungjae -- From Winter
- Plastic -- Gangnam Exit 4
- THE BOYZ -- Good Bye
HEO CHUNGDAE'S POV
Ini botol soju kedua yang kuhabiskan. Aku masih punya tiga botol lagi, aku berhasil membawanya bersamaku. Suasana di balkon atas gedung agensi kami memang sepi seperti dugaanku, sementara semuanya berkumpul di lantai dasar untuk pesta malam tahun baru.Â
Aku melihat ke kejauhan, ke langit malam kota Seoul, sementara sebentar lagi tahun akan berganti. Tahun ini akan menjadi tahun permulaan untukku lagi. Aku akan memulai segalanya dari 0 lagi. Aku sudah mendengar desas-desusnya... namun aku tak perlu benar-benar memastikannya, aku tau cepat atau lambat, itu akan terjadi. Aku meraba-raba untuk mengambil botol yang lain... tapi aku tidak menemukannya di lantai tempat aku meletakkannya tadi. Kemana botol-botol sojuku?
"Mencari ini?"
"Oh, Youngkyong!"
"Apa yang oppa lakukan sendirian disini? Mereka mencarimu," protes Youngkyong yang tampak cemberut.
"Ah masa? Kurasa mereka hanya focus padamu?"
"Benar kok. Dan mereka tidak terlalu focus padaku. Lihat, aku juga bisa kabur."
"Darimana kau tau aku ada disini?"
"Oppa kan pernah bilang, oppa suka sendirian di balkon gedung apartemen kalian juga?" Youngkyong balik bertanya.
"Oh ya... aku pernah bilang ya."
Lalu mendadak, Youngkyong berjalan ke tengah balkon dan duduk begitu saja di lantainya.
"Ya, Suk Youngkyong! Gaunmu itu kan mahal!"
"Capek berdiri terus. Lagipula begini lebih nyaman."
Dia memperbaiki posisi rok gaunnya yang panjang ketika dia duduk memeluk kedua lututnya, lalu dia memberi isyarat memanggilku mendekatinya. Aku tertawa melihat betapa bebasnya dia, meskipun sekarang dia adalah artis terkenal. Aku duduk di sampingnya dan melepaskan kancing-kancing pada jasku.
"Aku setuju, begini lebih nyaman," ujarku sambil meletakkan telapak tanganku agak ke belakang untuk menopang tubuhku.
"Aku bawa ini."
Seperti sulap, Youngkyong mengeluarkan sebungkus camilan cumi.
"Kalau minum soju, harus ada camilan. Dan, harus ada teman juga."
"Dan sekarang aku sudah punya keduanya. Aku boleh mabuk?"
"Aku tidak bilang oppa boleh mabuk, tapi ya, oppa boleh lanjut minum."
Aku tertawa dan bersulang soju dengan Youngkyong. Dia bukan peminum yang baik, tapi dia juga tidak begitu buruk, jadi kurasa dia tidak akan mabuk dengan mudah.
"Kenapa oppa begitu ingin mabuk?" tanya Youngkyong, "apakah karena apa yang diposting Joonki oppa?"
Aku berhenti minum dan memandangi Youngkyong dengan lekat.
"Kau juga melihatnya?"
"Ya. Foto dia dan yang lainnya menghiasi ruangan di Million Stars, lalu fotonya mencobai kostum dan foto Donghyun yang baru memakai kostum anjing tanpa kepala sambil memegangi buket bunga, kan?"
Aku mendongakkan kepalaku memandang langit malam yang setengah mendung, hanya ada beberapa bintang disana. Keberadaan mereka yang tampak kesepian, tampak sedih, sama seperti perasaan hatiku.
"Aku tau bahwa mungkin... mereka, sudah bersama sekarang."
"Tapi tentunya oppa mau melihat mereka bahagia kan?" tanya Youngkyong perlahan.
"Ya. Mungkin aku butuh waktu untuk membiasakan diri, tapi... ya. Aku mau mereka bahagia. Dengan atau tanpa aku."
"Kalau begitu oppa juga harus bahagia! Berhentilah menyakiti dirimu sendiri. Kasian, hatimu sudah capek menangis."
"Siapa bilang hatiku menangis?"
"Aku bisa mendengar suara tangisannya bahkan sampai sekarang," ucap Youngkyong sambil menunjuk dadaku, "oppa harus bangun dari mimpi yang panjang ini!"
Aku kembali memandangi Youngkyong dengan lekat. Ya, kata-kata Youngkyong sangat tepat. Aku harus segera menemukan jati diriku Kembali.
"Youngkyong."
"Ya oppa?"
"Ayo kita benar-benar kabur."
"Kedengarannya asyik! Ayo, oppa!" serunya senang.
Dia mencoba berdiri tapi dia terduduk lagi, kurasa gaunnya benar-benar mengganggunya. Aku berdiri duluan dan sambil tertawa, menangkap tangannya dan membantunya berdiri. Aku menggandengnya dan berlarian lewat tangga darurat. Ya, aku harus menemukan kebahagiaanku lagi. Sekarang aku tak perlu merasa bersalah lagi. Aku harus kembali menjadi Heo Chungdae  yang bersemangat lagi.
***
HWAN EUNYUL'S POV
Aku membuka mataku dengan enggan. Aku mengantuk sekali. Entah jam berapa aku semalam tidur setelah ngobrol semalaman dengan Choeun. Aku menginap di apartemen Choeun kemarin dan aku sudah menduga sih kami tak akan mungkin tidur cepat. Aku mendengar bunyi langkah-langkah dan suara botol-botol dibuka. Aku menoleh dan melihat Choeun yang rambutnya basah, tengah duduk di depan meja riasnya dan sibuk memakai skincare-nya.
"Eonni! Akhirnya eonni bangun juga!"
"Kenapa kau sudah mandi? Jam berapa ini?"
"Baru jam enam. Eonni boleh tidur lagi sih. Lagian acara kita nanti jam 9 kan? Aku cuma tidak bisa tidur lagi."
"Memangnya semalam kita tidur jam berapa sih?" tanyaku sambil menguap lebar.
"Sekitar jam 3 sepertinya."
Choeun pergi ke pojok ruangan untuk mengeringkan rambut pendeknya. Dia baru saja memotong rambutnya kemarin, katanya dia ingin punya penampilan baru saat tahun baru. Aku duduk dan merasa agak pusing, dan itu wajar, karena kami cuma tidur kira-kira tiga jam.
"Aku tau kenapa kau tak bisa tidur lagi."
"Kenapa?"
"Karena ini pertama kalinya kau akan benar-benar pergi kencan dengan Donghyun kan? Ya kalian memang sering pergi berdua sebelum ini, tapi selain kau bertugas di penampungan anjing kemarin, yang ini yang benar-benar resmi kencan kan?" tebakku.
Pipi Choeun bersemu merah dan aku merasa geli melihatnya malu-malu. Dia tidak perlu seperti itu, mereka toh selama ini sudah selalu dekat kan? Tapi aku senang juga karena akhirnya kami punya pacar yang serumah.
"Ah eonni, kencan apa sih... toh kita perginya dengan eonni dan Dongsun juga."
"Haruskah kita batalkan double date-nya supaya kalian bisa berdua saja?"
"Jangan bercanda ah! Toh jarang sekali kita berempat bisa punya waktu liburan yang sama kalau bukan kalian libur dari kampus."
"Benar juga sih. Dan aku sudah tak bisa tidur lagi juga. Aku mandi saja," putusku meninggalkan ranjang Choeun yang empuk.
Setengah jam kemudian kami berdua sudah menikmati sarapan kami yang sangat tidak sehat, lalu kami duduk di sofa ruang tamu untuk main game. Ternyata waktu berlalu sangat cepat dengan kami sibuk saling berteriak saat main. Aku merindukan Choeun yang seperti ini, dan aku lega Donghyun membawanya Kembali.
"Astaga, ini sudah jam delapan lima puluh menit!"
Tanpa aba-aba, kami berdua berlarian ke dalam kamar dan mulai memakai makeup minimalis di wajah kami. Kami juga mengecek apakah penampilan kami sudah sempurna dari ujung kepala sampai ujung kaki.
"Berarti sebentar lagi mereka akan sampai."
Tapi dugaanku salah. Sekarang sudah jam sembilan lima belas menit, tapi bel apartemen Choeun masih belum berbunyi, bahkan kedua ponsel kami tidak juga berbunyi sejak pagi. Choeun mengambil ponselnya dan berdecak dengan tidak sabar sambil dahinya berkerut.
"Kurasa dia belum bangun. Dia aktif delapan jam yang lalu di Instagram dan terakhir membalas pesanku jam 2.50... Min Donghyun..."
"Aku telepon Dongsun saja. Masa dia juga masih tidur..." ujarku bingung.
Aku dengan cepat menelepon Dongsun, tapi sampai dering telepon yang entah kesekian kalinya, dia masih belum menyambut panggilanku.
"Kurasa mereka tidur..."
"MIN DONGHYUN DAN MIN DONGSUN, KALIAN MAU MATI YA!"
"Bagaimana kalau... kita saja yang menjemput mereka?"
"Ide yang bagus, eonni!" seru Choeun lalu menyambar mini backpack-nya, "ayo kita jemput mereka!"
Kami ke apartemen keluarga Min dengan Choeun mengendarai mobilnya dengan semangat tinggi (aku tidak tau dia bersemangat ataukah marah) dan hanya butuh 10 menit saja untuk sampai kesana dengan suasana hari Selasa yang tidak terlalu ramai ini. Tapi ketika kami sampai di depan pintu apartemen Min Brothers, Choeun berhenti melangkah dan malah mundur perlahan.
"Lho, mau kemana kau?"
"Aku... aku tidak berani masuk, eonni."
"Lah kenapa? Kau bukannya lebih sering kesini dibanding aku?"
"Tapi... tapi aku sudah lama tidak kesini dan... dan aku merasa tidak enak dengan eomma dan appa mereka..." ujar Choeun tampak ketakutan.
Oh benar juga sih, mungkin Choeun merasa canggung karena dia dulunya memilih Chungdae. Dan bagaimanapun semenjak dia bersama Chungdae, dia tidak pernah lagi kesini. Bisa jadi memang akan terjadi kecanggungan... tapi apa boleh buat. Kalau mereka memang mau serius, Choeun harus bertemu lagi dengan kedua orangtuanya. Aku maju dan menarik tangan Choeun.
"Mau sampai kapan kau menghindarinya? Kau harus hadapi ini."
"Tapi... tapi aku benar-benar tidak enak dengan Hyereum eonni dan..."
Kami sama-sama terkejut ketika pintu apartemen menjeblak terbuka dan rupanya pintu dibuka oleh Dongha-ssi. Dia sempat menoleh ke kanan dulu, lorong panjang yang kosong, lalu ke kiri, dimana ada kami disitu sedang tarik menarik.
"Eunyul? Ah, Choeun? Apa yang kalian lakukan disitu?"
"A... anyeonghaseyo Dongha-ssi... a... aku... kami..." gagap Choeun menunjukku dan menunjuk dirinya sendiri dengan bingung.
"Anyonghaseyo! Choeun, sudah lama sekali tak melihatmu! Kalian mau berdiri saja disana? Mau berapa lama?"
Dongha-ssi dengan ceria menarik tangan Choeun yang bebas dan sekarang dia tak bisa lari lagi, dan kami ditarik masuk ke apartemen mereka. Choeun berusaha berkomunikasi denganku lewat kontak mata, tapi aku berpura-pura tak menangkap apa yang ingin dikatakannya. Kami sibuk melepas sepatu kami ketika Dongha-ssi melangkah ke dalam, masih dengan ceria, keceriaan yang menurutku agak tak biasa. Okelah, Dongha-ssi memang biasanya ceria, tapi hari ini dia lebih ceria lagi.
"Hyereum, Eunyul datang. Tebak dia membawa siapa?"
Choeun membeku di tempatnya berdiri, sedangkan aku sudah memakai sandal rumah, berniat meninggalkannya saja. Hyereum-ssi muncul dari arah dapur dan dia memakai celemek kuning cerah.
"Kenapa oppa ricuh sekali? Anyeong, Eunyul... AH! CHOEUN!"
Kebahagiaan yang tampak di wajah Hyereum-ssi sangat tulus, tapi Choeun masih membeku dan tak tau harus bersikap bagaimana. Akhirnya Hyereum-ssi yang menyambutnya dan memeluknya erat.
"Aku merindukanmu. Kenapa kau tidak mengunjungi kami lagi? Malahan kami yang mampir ke cafemu," ujar Hyereum-ssi yang akhirnya melepas pelukannya dari Choeun tapi tetap memandanginya.
Aku dan Dongha-ssi bertukar pandang dan sama-sama tersenyum.
"A... aku... maafkan aku, eonni... aku... aku merasa tak enak karena..."
"Karena kau lebih memilih Chungdae dari anak bungsu kami yang tampan? Kami tidak mempermasalahkan itu, kau kan sudah kuanggap adikku sendiri. Ah, tapi kan itu cerita lama. Lagipula nantinya kau tidak akan kuanggap sebagai adik lagi."
"Apa maksudnya, eonni?"
Aku merasa geli melihat Choeun yang tampak bodoh. Apakah semenjak dia berpacaran dengan Donghyun, dia menjadi bodoh?
"Ngomong-ngomong, kalian cantik sekali. Apakah kalian akan pergi dengan kedua anak gagahku?" tanya Dongha-ssi sambil tertawa.
"Oh ya, benar, kami memang mau pergi dengan mereka," jawabku cepat.
"Tapi mereka masih tidur," sambung Hyereum-ssi.
"MEREKA MASIH TIDUR?" tanya Choeun dengan suara menggelegar.
Sepertinya kesadaran Choeun sudah kembali.
"BOLEHKAH KAMI MEMBANGUNKAN MEREKA?"
"Tentu. Mereka tidak seharusnya membuat gadis-gadis menunggu. Aku tak pernah mengajari mereka begitu," jawab Dongha-ssi yang mengedikkan kepalanya ke arah pintu kamar Min Brothers.
Choeun melempar tasnya ke sofa (lemparan yang sangat bagus) dan membuat pintu menjeblak terbuka (dia tak perlu bersusah-susah mengetuk pintunya dulu). Rupanya karena suara pintu cukup keras, meski suasana kamar masih remang-remang, aku yang mengekori Choeun bisa melihat Dongsun langsung cepat-cepat duduk. Dia tampak mengantuk, apalagi matanya yang tanpa kacamata, membuat matanya terlihat ekstra kecil. Tapi dia tetap tampan. Lagipula ini bukan pertama kalinya aku melihatnya baru bangun tidur.
"Ah, noona! Jam berapa ini?" tanya Dongsun dengan suara serak.
"KAU MASIH TANYA JAM BERAPA INI?" tanya Choeun yang masih marah.
Dongsun berhasil meraih kacamata dan ponselnya di saat yang bersamaan, dan setelah kacamatanya terpasang dengan benar, dia melirik ponselnya.
"OH TIDAK! AKU AKAN MANDI SEKARANG! YA, DONGHYUN! DONGHYUN!"
Tapi Donghyun tidak bergerak. Aku tidak percaya Donghyun masih bisa tidur setelah Choeun berteriak begitu keras, disusul oleh teriakan Dongsun.
"Serahkan saja dia padaku."
"Baiklah. Ayo noona, aku akan mandi dan... noona tunggu di luar saja."
Ketika Dongsun meraih lenganku, dia berbisik sangat rendah, kurasa supaya Choeun tak bisa mendengarnya.
"Kurasa Choeun noona akan mengamuk. Sebaiknya kita jauh-jauh dari dia..."
Aku setuju dengan Dongsun. Choeun sudah tampak seperti gunung merapi yang akan meletus. Aku akhirnya bergabung dengan Hyereum-ssi dan Dongha-ssi yang sedang menikmati kue buatan Hyereum-ssi yang sangat enak. Sementara pintu kamar Min Brothers ditutup rapat, mungkin di dalam sana sedang terjadi perang dunia ketiga.
Even after today
I hope you don't forget
This song we made together
You were next to me
I was next to you
We made our campfire
You to me and me to you
So many thankful things
We can't let go of our hands
We keep smiling in our eyes
So time keeps passing by quickly
Hearts already wanting more
You're quicker than me
But I didn't know and time kept passing
It wasn't easy, coming here
We only trusted in each other during the way
(SEVENTEEN -- Campfire)
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H