Mohon tunggu...
May Lee
May Lee Mohon Tunggu... Guru - Just an ordinary woman who loves to write

Just an ordinary woman who loves to write

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] A Winter Story [10]

6 September 2020   20:33 Diperbarui: 6 September 2020   20:36 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Ketika tiba di airport untuk keberangkatan ke Jeju, Valene merasa hatinya ringan. Dengan adanya Kyungju yang akhir-akhir ini terus menemaninya seusai jam kerja (sekitar jam 6 malam) segala hal terasa menyenangkan. Valene meletakkan koper kecilnya di sebelah koper Nancy dan Andrew dan duduk di kursi panjang tepat di sebelah Nancy. Valene melayangkan pandangannya kesana kemari.

"Mana Kyungju?" tanya Nancy.

"Entahlah, setengah jam lagi kita sudah harus naik pesawat," jawab Valene cemas.

Namun seketika mata Valene membulat, bukan Kyungju yang berjalan ke arah mereka, melainkan Yoonsung yang menenteng tas ransel ungu tua di tangannya. Senyum terhias di wajahnya ketika semakin mendekati Valene.

"Annyeong, Valene-ssi. Kyungju minta maaf dia ada rapat lagi, dan dia benar-benar tidak bisa mengambil cuti, jadi aku yang akan menjadi tour guide kalian. Mudah-mudahan kalian tidak keberatan?"

"Tentu saja aku sama sekali tidak keberatan! Gomawo, Yoonsung," kata Valene tulus.

"Bolehkah aku memanggilmu noona juga?"

Siapa sih yang keberatan dipanggil noona oleh pria setampan Yoonsung? Valene menganggukkan kepalanya bersemangat.

"Baiklah, ayo kita bersenang-senang di Jeju!" seru Yoonsung.

Selama ini Valene hanya bertemu dua tiga kali dengan Yoonsung jadi belum mengenalnya dengan cukup baik. Valene hanya berharap, Yoonsung sama menyenangkannya dengan Kyungju.

***

"Andrew, bagaimana menurutmu pakaian yang ini?"

Andrew yang sedari tadi berbaring di ranjang sambil bermain dengan tabletnya, meletakkan tablet itu di perutnya lalu memandang Nancy. Nancy sedang mencoba baju-baju yang baru saja dibelinya dengan meletakkannya di depan tubuhnya di hadapan kaca. Ini adalah hari kedua mereka di Jeju dan belanjaan Nancy sudah bertumpuk di sudut kamar.

"Kau pergi belanja lagi dengan Valene dan Yoonsung?" tanya Andrew tenang.

"Ya. Tadi Yoonsung menunjukkan tempat belanja baju-baju yang murah di Jeju, jadi aku beli beberapa."

"Sebenarnya aku heran, bukannya tadi tujuan kita kesini itu untuk mensurvei caf, tapi selama ini yang kita lakukan hanyalah berwisata dan kalian, belanja."

Nancy duduk di samping suami yang baru dinikahinya lima bulan yang lalu itu.

"Maksudnya sih sekalian," ucap Nancy sambil nyengir.

"Kalau begitu kapan kita akan serius mulai survey?" tuntut Andrew.

"Kurasa sesudah kita kembali lagi ke Seoul?"

"Jangan belanja terus. Bagasi dan keuangan kita terbatas."

"Baiklah. Tapi aku tidak bisa menahan keinginanku... bagaimanapun sayang rasanya kalau tidak belanja kalau kita sudah di Korea begini."

"Valene benar-benar membawa pengaruh buruk untukmu ya," ucap Andrew sambil lalu.

"Apa maksudmu?"

"Awalnya, dia yang mengajak kita ke Korea. Lalu, kita nyaris terusir dari hotel. Sekarang, dia yang selalu mengajakmu belanja."

Nancy melipat lengannya di dadanya dan mengerutkan dahinya memandang suaminya.

"Kau ada masalah apa dengan Valene?" tanya Nancy heran.

"Aku tidak ada masalah dengannya."

"Kalau begitu jangan mencela Valene terus. Terus terang saja, aku senang sekali bisa jalan-jalan ke Korea."

"Oh iya, itu kan impianmu, yang kena pengaruh Valene juga," ujar Andrew.

Nancy berdiri dan mukanya kemerahan.

"Kuberitau ya, aku sudah lama ingin ke Korea, bahkan sebelum aku memberitahukannya ke Valene."

"Oh, aku baru tau soal itu."

"Dan lagipula, kalau bukan Valene yang mengajak kita untuk liburan, kita tak akan pernah ada waktu untuk bulan madu."

Andrew memandangi wajah marah istrinya dengan wajah tak kalah marahnya.

"Apa maksudmu?" tanya Andrew dengan nada tidak setenang sebelumnya.

"Kau kan selalu sibuk dengan pekerjaanmu. Setiap aku ada liburan, kau masih akan sibuk di kantor. Tidak pernah ada sekalipun kata bulan madu terucap dari mulutmu, padahal aku benar-benar ingin bulan madu."

"Kenapa kau tidak pernah mengatakannya padaku?" tuntut Andrew.

"Memangnya kalau aku mengatakannya, itu akan membuatmu mengajakku bulan madu?"

"Lagipula kan kau tau aku benar-benar tidak bisa mengambil cuti?"

"KAU TIDAK MAU ATAU MEMANG TIDAK BISA?" tanya Nancy dengan nada tinggi marah.

"JANGAN BERTERIAK PADAKU!" sergah Andrew resah.

"KAU TIDAK PERNAH TANYA APAPUN PADAKU, KAU MEMANG TIDAK PEKA!"

"JANGAN SEBUT AKU TIDAK PEKA!" seru Andrew.

"TAPI KAU MEMANG TIDAK PEKA! KAU..."

Namun Nancy tidak sempat menyelesaikan kata-katanya. Andrew sudah melayangkan tamparan ke wajah istrinya itu.

"KYAAAH!"

Valene terlonjak dari tempatnya berdiri di depan kamar Andrew dan Nancy. Saat itu jam 8 malam dan Valene baru saja ingin mengajak mereka berdua untuk makan snack di kamarnya. Valene tadi mendengar teriakan-teriakan tidak jelas, tapi teriakan Nancy yang barusan sangat jelas untuknya. Sejurus kemudian, pintu menjeblak terbuka dan nyaris membuat Valene terpental. Nancy muncul dengan wajah merah dan berderai air mata.

"Nancy? Pi... pipimu...?" tanya Valene ketakutan sambil menunjuk pipi kanan Nancy yang lebih merah.

"AYO KITA PERGI!" jerit Nancy histeris.

Valene yang masih memakai sandal hotel ditarik lengannya oleh Nancy. Nancy sibuk menghapus air matanya di sepanjang perjalanan mereka keluar hotel. Cengkeraman tangan Nancy pada lengan Valene terasa menyakitkan, dan lama-lama Valene merasa kebas juga.

"Err... Nancy, apa yang terjadi? Kita mau kemana?"

"Kemana saja asal jangan di hotel!"

"Tapi... ini sudah malam."

Mereka terus berjalan di sepanjang pantai dan akhirnya, Valene lega, Nancy melepas cengkeraman pada lengan Valene dan dia duduk di kursi kosong di kedai kecil yang tidak begitu ramai. Valene langsung menggosok-gosok lengannya yang kemerahan dan ada bercak kuku Nancy tertancap disitu.

"Pesankan soju!"

"Tapi... kau kan gampang mabuk?" tanya Valene keheranan.

"AKU TIDAK PEDULI! PESANKAN SOJU!"

Valene tersentak dan instingnya mengatakan kalau dia lebih baik menuruti saja keinginan Nancy daripada jadi korban bencana buatan manusia.

"Tolong soju 2 botol!" seru Valene pada ahjumma yang berjualan.

"Akan segera datang!"

Lima menit kemudian, Nancy mengumpat setelah menelan cukup banyak soju (yang terasa tidak nyaman untuk lambung dan tenggorokannya yang tidak terbiasa dengan alcohol) dan dia sibuk menghapus air matanya. Valene masih setengah ketakutan, tidak tau harus membiarkan Nancy berdiam diri dan minum dulu atau langsung saja bertanya padanya apa yang terjadi. Valene memutuskan untuk diam sambil minum sedikit dan sesekali menyantap cumi-cumi bakar yang dipesannya.

"Andrew sialan."

Itulah kata-kata pertama yang keluar dari mulut Nancy.

"Tapi dia suamimu."

"Dan dia sialan."

"Apa yang terjadi?" tanya Valene, akhirnya tidak bisa menahan dirinya.

"Dia bilang kau membawa pengaruh buruk. Bagaimana dia menyalahkanmu padahal yang hobi berbelanja memang aku?"

"Dia bilang begitu karena kau belanja banyak?"

"Awalnya begitu. Lalu dia bilang ide untuk datang ke Korea itu buruk, karena toh kita hanya berwisata dan tidak mensurvei caf sama sekali," keluh Nancy cepat.

"Dan astaga! Ide untuk datang kesini adalah ideku juga!"

Valene merasa tidak enak namanya dibawa-bawa dalam pertengkaran rumah tangga, dan setau Valene, selama masa pacaran Nancy dan Andrew (yang menghabiskan waktu 3 tahun sebelum mereka memutuskan untuk menikah) hingga sekarang, mereka berhubungan dengan cukup baik dan tidak pernah terlibat pertengkaran hebat.

"Bagaimanapun ini bukan salahmu. Bagaimana bisa jadi salahmu kalau aku juga setuju untuk datang?"

Valene menghela nafas panjang, merasa sangat bersalah.

"Dan dia tidak peka. Kalau bukan kau yang mengusulkan untuk kesini, mungkin kami seumur hidup tidak akan pernah bulan madu," cela Nancy sinis.

"Hmm iya juga ya... dia tidak pernah membahas itu denganmu?"

"Tidak pernah sekalipun."

"Tapi kalian tidak boleh bertengkar begini..."

Nancy memilih diam dan tidak menanggapi usul Valene dengan minum soju lagi. Mendadak dia menggebrak botol itu ke meja sehingga sedikit isinya tumpah keluar dan membuat Valene tersedak cumi-cuminya.

"Ayo kita lakukan sesuatu supaya dia peka!" seru Nancy.

"Melakukan apa?"

"Valene, apa ada ide di otakmu yang brilian itu?" tanya Nancy yang mendadak bersemangat.

Valene menggelengkan kepalanya, "jangan bawa-bawa aku!"

Mungkin ini hanya perasaan Valene tapi mata Nancy terlihat berair lagi dan membuatnya tidak tega.

"Jadi pada siapa aku bisa minta tolong? Suami tidak peka, sahabat tidak mau membantu..."

"Baiklah baiklah, tapi aku tidak ada ide!" ujar Valene cepat, takut Nancy mulai menangis lagi.

"Benarkah? Bantulah aku berpikir... ya... ya?"

Valene berpikir keras. Dia sedikit tau watak Andrew yang memang tidak peka (Nancy sering sekali mengeluh soal ini) dan juga pemarah. Mendadak sekelebat adegan-adegan melayang di kepalanya seperti adegan K-Drama. Matanya membulat dan berbinar. Namun ide ini terlalu beresiko dan bagaimana kalau tidak berhasil? Andrew akan membunuhnya, atau bahkan Nancy akan membencinya. Memikirkan resiko ini, Valene menggigit bibir bawahnya dengan khawatir.

"Kau pasti sudah punya ide!" sergah Nancy yang tau benar arti mata berbinar Valene.

"Tapi aku tidak yakin ini akan berhasil dan terlalu beresiko..."

"Ceritakan dulu padaku dan kita akan berdiskusi untuk mengurangi resikonya," ujar Nancy bijak sambil menganggukkan kepalanya.

Dengan enggan, Valene bercerita tentang idenya. Namun di luar dugaannya, Nancy terlihat antusias menyambut idenya.

"Kita minta bantuan Kyungju?" tanya Nancy.

"Tidak, tak bisa Kyungju. Andrew tau aku dekat dengan Kyungju, jadi akan sangat mencurigakan kalau kita malah minta Kyungju yang melakukannya," tolak Valene.

"Jadi maksudmu..."

"Kita punya Yoonsung. Tapi aku ragu apa dia mau melakukannya. Yoonsung beda dengan Kyungju, dia jauh lebih serius dan pendiam."

"Tapi kita tidak punya pilihan lain. Tolong ya, Valene..."

"Baiklah, aku akan coba tanya..." setuju Valene pasrah.

Dalam hatinya, Valene sungguh tidak suka pada ide yang baru saja dilontarkannya, tapi sepertinya Nancy sudah keburu bersemangat. Valene tidak pernah tau kalau idenya itu akan menimbulkan banyak permasalahan di kemudian hari.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun