Siapkan pemutar musik kamu, cari lagunya dan dengarkan sementara kamu membaca bagian cerita dari novel ini.
1. ASTRO -- Always You
2. THE EAST LIGHT -- Are You Okay
3. Crush -- Beautiful
4. NCT DREAM -- Candle Light
5. IOI -- Downpour
6. WANNA ONE -- Home
7. WANNA ONE -- I.P.U Confession Version
8. Henry -- It's You
9. NU'EST -- Love Without Love
10. YookSungjae -- Loving You Again
EPILOG SPECIAL
HWAN EUNYUL'S POV
Dan begitulah segalanya menjadi happy ending. Ya setidaknya ini happy ending buat Choeun. Dia dan Chungdae sudah bertunangan, dan Chungdae hanya akan pergi selama dua tahun untuk wajib militer sebelum dia akan dibebaskan dan menikah dengan Choeun. Choeun pantas menerima segalanya setelah segala perjuangan dan hal buruk yang terjadi padanya. Bagaimana dengan aku? Aku menghela nafas panjang dan mendongak ke langit musim Semi yang cerah dan merasakan udaranya yang hangat. Tahun depan aku akan genap berkepala tiga dan aku masih hidup sendirian sampai saat ini. Aku duduk di bangku taman sambil menggenggam kopiku yang masih mengepul. Hidup sendirian tidak begitu jelek sebenarnya, tapi mendengar Choeun akan menikah, aku bukannya tidak bahagia sih, tapi bagaimana ya, aku iri. Aku juga ingin punya pacar. Aku juga ingin menikah. Tapi dengan siapa?
"Miss Hwan?"
Aku mendongak dan nyaris menjatuhkan kopi yang kupegang: Min Dongsun baru saja menghampiriku. Dia masih memakai pakaian kelulusan dan di tangannya, ia menggenggam sebuah buket bunga.
"Oh acaranya sudah selesai?"
"Ya. Boleh aku duduk disini?" tanya Dongsun sambil menunjuk ke sampingku.
"Oh ya, silakan. Kau tidak menghabiskan waktu dengan keluargamu atau temanmu?"
Dongsun duduk di sampingku dan aku bisa melihat profil wajahnya yang sempurna dari samping.
"Aku akan pulang nanti malam dan akan bersama teman-temanku besok."
Aku ingin bertanya kenapa dia disini sekarang, tapi aku tak bisa berkata-kata dan memilih menikmati sosoknya sekarang.
"Miss, masih ingatkah kau tentang pertemuan pertama kita?"
Aku sibuk sekali. Hari ini adalah hari kedua sekolah dan biasanya diadakan pertemuan besar di aula sekolah yang melibatkan semua anak dari kelas 1 SD sampai 3 SMA. Murid-murid akan diperkenalkan pada semua guru, kegiatan sekolah yang bisa diikuti dan anggota Students Committee.
"Eonni, dimana tadi tumpukan piagam yang akan dibagikan?" tanya Choeun dengan wajah kebingungan, "kurasa tadi aku sudah membawanya kesini."
Choeun mulai membongkar apa saja yang bisa dibongkarnya di belakang panggung dan membuat barang-barang semakin berantakan. Choeun adalah guru yang pertama kukenal sejak aku mulai bekerja di sekolah ini dua minggu yang lalu, dan aku seketika akrab dengannya. Selain karena dia sosok yang ceria, dia juga suka membantu. Aku jadi beradaptasi di sekolah ini lebih cepat karena dia yang memberiku banyak bantuan. Jadi hari ini aku resmi akan mulai diperkenalkan ke seluruh sekolah bersama beberapa guru baru yang lainnya.
"Tunggu, biar aku yang carikan. Jangan mengacak barang-barangnya begitu. Biar kupindahkan gulungan kertas itu ke tempat lain, kita tidak butuh ini. Tumpuk semuanya ke tanganku."
Aku menjulurkan kedua lenganku supaya Choeun bisa menumpuk semua gulungan kertas ke pelukanku. Sebenarnya tumpukannya tidak berat tapi cukup menghalangi pandanganku juga kalau begini. Aku mulai menuruni tangga di belakang panggung menuju keluar. Kertas-kertas ini perlu kubawa ke ruang guru dulu sebelum diseleksi apa isinya, sangat mengganggu keberadaannya di belakang panggung yang sudah sempit itu. Aku menuruni tangga perlahan, tapi aku tidak begitu mengenali tangga ini, aku harus berhati-hati, kalau tidak... dan apa yang kutakutkan terjadi. Tumpukan kertas di tanganku terjatuh dan kakiku tidak menginjak anak tangga dengan tepat. Ah tidak, apa penampilanku harus berantakan di hari pertama perkenalanku pada para murid?
"Miss, kau tidak apa-apa?"
Aku tidak jatuh. Setidaknya tidak ada perasaan sakit itu. Ada yang menangkapku pada pelukannya. Aku berusaha berdiri tegak untuk melihat siapa penolongku. Aku melihat dia mengenakan seragam SMA dan dia memperbaiki letak kacamatanya. Pria yang tampan dengan rambut yang disisir rapi ke belakang, dia tinggi dan kulitnya seputih susu. Aku tidak mengenalnya, tapi kurasa Choeun tau siapa dia.
"Aku... tidak apa-apa."
Lalu kami mulai sama-sama memunguti kertas yang berserakan.
"Biar aku saja yang bawakan ke ruang guru, miss," ujarnya setelah kami berhasil mengumpulkan semua kertasnya.
"Terimakasih..."
"Dongsun hyong, dimana daftar tempat duduk kami di aula?"
Seorang anak SMA yang lainnya datang dan menunduk sekali padaku untuk menyapa.
"Ah ya ini di kantong bajuku, ambil saja. Tolong bantu aku atur tempatnya sebentar, aku akan ke ruang guru untuk meletakkan ini dulu."
"Baiklah."
Dongsun. Jadi namanya Dongsun.
"Oh itu, pasti memalukan ketika aku nyaris jatuh. Aku lupa tanya apakah badanmu baik-baik saja menangkapi aku waktu itu," tawaku malu.
"Aku tidak apa-apa dan miss tidak terasa berat."
"Tak terasa ya, ini sudah menginjak tahun keempatku mengajar di sekolah. Waktu itu kau masih kelas 1 dan sekarang kau sudah lulus."
"Memang, waktu terasa seperti terbang ya?" tawa Dongsun, "dan aku mengingat perkenalan miss pada hari itu. Terasa masih baru seperti terjadi kemarin."
Aku tak mengerti mengapa Dongsun mengajakku bernostalgia sekarang. Mungkin saja karena dia merasa sentimental karena ini hari kelulusannya. Bagaimanapun dia sudah tumbuh di sekolah ini selama kurang lebih 12 tahun.
"Dan pada malam ketika ada yang menjahili miss?"
"Oh, yang itu!"
Satu hal yang kubenci dan juga kusukai pada saat yang bersamaan dari apartemen yang kubeli 2 bulan yang lalu ini adalah karena ada cukup banyak dagangan kaki lima di sekitar apartemen. Aku suka keberadaan mereka karena ini memudahkan aku untuk membeli makanan, tapi banyak orang mabuk berkeliaran juga disini. Aku tidak bisa mentoleransi bau alcohol. Aku sedang belajar menyukainya, sebenarnya. Bagaimana sih aku sudah hampir berkepala tiga dan aku tidak bisa minum soju? Tapi ternyata minuman itu memang sulit diterima lidahku. Aku berjalan lunglai karena hari ini hari yang panjang di sekolah dan jarak dari stasiun bus ke apartemenku termasuk lumayan. Kupeluk buku yang baru saja kubeli dan berjalan menanjak menuju apartemenku. Nah kan, baru saja kubilang, ada segerombolan ahjussi yang berjalan sambil mabuk. Aku benci bau mereka.
"Wah ada wanita cantik sekali."
Aku memandangi langkah mereka dengan waspada saat empat ahjussi itu mengerumuniku.
"Jangan menghalangi jalanku."
"Maukah kau menemani kami?" tanya ahjussi di hadapanku.
"Jangan bercanda. Pergi sebelum aku berteriak."
"Mau dibayar berapa kau? Kami bisa bayar berapa saja yang kau minta."
"Bayar dengan nyawamu, kau ahjussi bau!" ujarku sambil memukul kepalanya dengan buku.
"KAU KURANG AJAR!'
Aku berusaha lari tapi jalan menanjak dan sepatu high heels ini memperlambat langkahku, dan aku bisa merasakan seseorang menarik tasku sehingga aku tertarik mundur.
'TOLONG!"
Sambil berteriak dan berusaha memukuli mereka dengan buku art itu, kuharap ada yang datang menolong di area yang cukup sepi ini dan sialnya, sekarang sudah cukup malam.
"MISS!"
Sebelum aku menyadari apa yang terjadi, ada yang menendangi dan memukuli para ahjussi itu sehingga satu persatu mereka terjatuh dan ada beberapa yang agak menggelinding. Lalu penolongku memegangi kedua lenganku.
"Miss, kau tidak apa-apa?"
"Min Dongsun?"
"Kutemani miss pulang. Bahaya sekali daerah yang sepi ini malam begini."
"Ah sial sekali rasanya bertemu ahjussi seperti mereka malam itu. Apa-apaan mereka itu ingin membayarku? Mereka kira semurah apa Hwan Eunyul ini."
Dongsun tertawa dan aku harus mengakui aku sangat suka melihatnya tertawa.
"Syukurlah malam itu aku disana karena aku baru saja bergabung dengan tim sepakbola amatir local dan apartemen pelatihnya berada di sekitar sana."
"Ya, kalau tidak mungkin aku harus berjuang setengah mati memukuli mereka satu persatu," ujarku sambil tertawa.
Tapi itu tidak sepenuhnya benar. Kalau dia tidak ada, entah akan jadi apa aku malam itu.
"Aku tak akan membiarkan mereka menyentuhmu, miss."
Perasaan apa ini? Mengapa kata-katanya dan tatapannya yang tajam itu membuatku berdebar-debar?
"Dan anehnya, aku menjadi penolongmu untuk yang ketiga kalinya."
Dia tak perlu mengingatkan aku tentang yang ketiga. Rasanya baru terjadi kemarin. Dan dari segalanya, itu adalah hal yang paling memalukan.
Aku iri sekali melihat Choeun minum soju seperti dia minum air semalam. Semalam ada acara penghargaan dari sekolah untuk para guru dan selain makan daging, beberapa guru juga minum. Hanya aku yang tidak bisa minum semalam dan itu benar-benar mencoreng harga diriku. Aku tau Choeun tidak minum dengan perasaan senang, dia sedang ada masalah dengan Chungdae, tapi tetap saja: aku tidak bisa minum dan hanya aku! Aku menatap gelas soju di hadapanku seolah gelas itu adalah musuh besarku. Kuulurkan tanganku untuk memegang gelas itu dan karena gemetaran, kuulurkan lagi tanganku satunya untuk menopangnya. Baunya... baunya! Kupejamkan mataku dan kutelan seluruh cairan di dalam gelas kecil itu. Panas, pahit! Rasanya ingin kumuntahkan saja soju yang kuminum tadi. Tapi...
"Hey, ternyata ini tidak terlalu buruk."
Kuambil sepotong bulgogi yang tadi kupesan dan kukunyah perlahan. Ternyata kombinasi antara bulgogi dan soju itu cukup baik.
Pusing... kepalaku pusing, perutku kenyang dan rasanya senang. Aneh ya, tak ada sesuatu yang terjadi tapi aku hanya merasa senang.
"Satu botol lagi, ahjumma."
"Baik, segera datang."
Sekarang aku tau kenapa orang suka minum-minum. Aku sudah menemukan jawabannya. Aku bisa ajak Choeun minum bersama nih.
"Miss Hwan?"
"Ah... Dongsun-ah, apa kabar?"
Aku tertawa, padahal tak ada yang lucu. Dongsun duduk di kursi di sampingku.
"Kau mau minum? Ayo minum bersamaku."
"Aku masih di bawah umur, miss. Dan... miss, kau mabuk?"
"Tidak, apa maksudmu mabuk. Ayo minum segelas saja."
"Tidak, tidak, ini sudah cukup," Dongsun mengambil botol yang kupegang.
Kalau dia bukan Min Dongsun, pastilah aku sudah menghajarnya. Siapa dia berani mengatur-atur hidupku dan merebut kebahagiaanku?
"Ahjumma, aku akan membayar pesanannya."
Kepalaku terjatuh ke meja, tapi anehnya rasanya tidak sakit. Aku hanya ingin tersenyum dan tertawa sekarang. Lalu kulihat Dongsun memunggungiku dan berjongkok.
"Miss, ayo naik. Aku akan membawamu pulang."
"Aku bisa berjalan sendiri, jangan khawatir," hardikku sambil tertawa.
Aku mencoba berdiri dan kepalaku pusing sehingga aku nyaris jatuh. Dongsun menangkapku, dan anehnya perasaan ini terasa familiar.
"Miss, dengarkan aku, oke? Naiklah."
Aku tidak ingat apa yang kukatakan, rasanya masih sangat senang ketika ada yang membantuku naik ke punggung Dongsun, entah siapapun itu, terima kasih! Kupeluk leher Dongsun dan merasakan betapa empuknya punggungnya. Aku tertawa dan bernyanyi di sepanjang jalan.
"Miss, berapa nomor apartemenmu?"
"Nomor? Nomor apa? Oh ya apartemen? Di lantai sembilan, nomor 9... 01?"
"Miss, kau sendiri tak yakin?"
Aku tak terlalu ingat apa- apa tapi kurasa aku sibuk menggumamkan nomor-nomor sebelum kesadaranku kembali ketika punggungku menyentuh sofa yang empuk dan aku cegukan. Sekali. Dua kali.
"Miss, minumlah. Aku tidak bisa membantu banyak tapi setelah ini aku bisa pulang."
"Mau kemana kau? Temani aku disini."
"Tidak bisa, miss. Apa nanti kata orang-orang? Tapi minumlah dulu."
Dia mengulurkan gelas ke arahku tapi aku setengah bangkit dan menarik lengannya. Aku sungguh ingin melakukan ini. Kukecup bibirnya.
Dan aku benar-benar kehilangan kesadaran sesudah itu. Aku menutup wajahku yang terasa panas dengan kedua telapak tanganku.
"Dongsun, aku... aku benar-benar minta maaf."
"Aku juga minta maaf, miss. Tapi setelah itu tidak terjadi apa-apa. Maksudku, aku langsung pulang setelahnya. Oh, halmeoni keluar dari kamar dan aku menjelaskan bahwa aku mengantarmu. Hanya itu yang terjadi."
Setelah itu terjadi kecanggungan di antara kami berdua. Aku masih ingat bibirnya terasa hangat dan lembut. HWAN EUNYUL, KAU MEMANG GILA! Bagaimana di saat seperti ini kau memikirkan itu?
"Taukah miss, bahwa sehari sebelum kejadian itu, aku baru menasehati Donghyun supaya menjaga jaraknya dengan miss Baek?" tanyanya tiba-tiba, "namun mendadak aku sadar sepenuhnya pada apa yang dikatakannya. Aku mendadak setuju padanya."
"Oh? Apa yang dikatakannya?"
"Kita tidak bisa mengendalikan perasaan kita," jawab Dongsun.
Mendadak dia menatapku dan aku tidak tau apa menatapnya balik terkesan cukup baik. Sorot matanya lembut dan dia tersenyum.
"Aku berusaha mengendalikan perasaanku juga, tapi itu suatu hal yang sia-sia. Sejak pertama kali aku bertemu denganmu, kurasakan sesuatu yang berbeda tentang dirimu. Setiap aku melihatmu secara kebetulan di sekolah, aku ingin menyapamu. Tapi aku tak punya keberanian melakukannya. Lagipula aku bukan muridmu secara langsung."
Tidak mungkin, apa aku sedang bermimpi?
"Aku senang sekali ketika aku punya kesempatan menolongmu, sekali, dua kali. Dan kenyataan ternyata kau adalah sahabat mantan wali kelasku, membuatku berpikir mungkinkah aku punya peluang? Aku tak merasakan apapun ketika Youngkyong menyatakan perasaannya padaku. Aku juga malu ketika menasehati Donghyun yang menyukai miss Baek."
Apakah aku sedang mendapatkan pengakuan? Ini serius?
"Padahal selama ini aku terus memikirkanmu. Tapi kita hanyalah seorang guru dan murid. Petisi yang kami buat juga gagal. Harusnya jika petisi itu berhasil, aku akan melakukan ini lebih cepat. Aku terpaksa menunggu selama setahun lagi setelah petisi itu."
"Melakukan apa?" tanyaku terkesan bodoh, kata-kata itu meluncur begitu saja.
Kebiasaan burukku mengatakan apa yang terlintas di benakku tanpa memikirkan akibatnya.
"Maafkan aku miss Hwan, mudah-mudahan aku belum terlambat," ujar Dongsun, dia meletakkan tangannya pada tanganku yang masih menggenggam kopi, "bolehkah aku menjadi pendampingmu?"
"Boleh! Boleh sekali!"
Kenapa aku begini tidak tau malu sih? Tapi Dongsun tersenyum dan menarikku ke pelukannya. Jantungku berdebar sangat keras dan masih tidak percaya pada apa yang terjadi.
"Aku menunggu cinta pertamaku selama tiga tahun. Syukurlah semua itu tidak sia-sia."
BAEK CHOEUN, KISAHKU JUGAÂ HAPPY ENDING!
"Maukah noona menungguku hingga aku selesai wajib militer? Aku akan menemanimu setiap hari saat itu."
"Aku hanya punya satu jawaban. Aku mau. Dan tidak ada alasan bagiku mengatakan aku tak mau."
***
"Serius Dongsun, kau tak mau menikmati waktu santai dulu?" tanya Heo Chungdae sambil memutar bola matanya.
"Tidak. Aku tak ingin membuat Eunyul noona menungguku kembali terlalu lama," jawab Min Dongsun.
Hari ini hari Dongsun berangkat menuju pelatihan wajib militernya. Sebuah bus menunggu tak jauh dari tempat dimana dia berdiri, diantar oleh keluarga dan sahabatnya. Dan tak lupa, di hadapannya ada Hwan Eunyul.
"Aku berusaha tidak menangis tapi... maaf, aku... air mataku mengalir sendiri," keluh Eunyul sambil tertawa.
Dongsun menggunakan jari-jarinya untuk menghapus air mata Eunyul.
"Aku akan segera kembali."
"Aku akan menjaga eonni untukmu, Dongsun!" seru Baek Choeun, "nanti kalau Chungdae menyusulmu dua bulan lagi, tolong jaga dia karena dia agak bodoh."
"Choeun noona, kau bilang aku bodoh lagi?" protes Chungdae.
"Sukses hyong. Dan jangan khawatirkan apapun. Ada aku menjaga appa dan eomma," ujar Min Donghyun, meyakinkan kakaknya.
"Aku mencintaimu," bisik Dongsun lembut sambil mengecup kening Eunyul.
Now I'm finally telling you
That it was you since the beginning
Call me once more, hold me once more
If it's not you, you know I can't be complete
In the end, it's you
I missed you
()
I wasn't ok (it hurts)
My heart ached because I couldn't hold you
So I looked for you
I waited for you, tears are coming
oh
The one I love is you
(ASTRO -- Always You)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H