"Aku berusaha mengendalikan perasaanku juga, tapi itu suatu hal yang sia-sia. Sejak pertama kali aku bertemu denganmu, kurasakan sesuatu yang berbeda tentang dirimu. Setiap aku melihatmu secara kebetulan di sekolah, aku ingin menyapamu. Tapi aku tak punya keberanian melakukannya. Lagipula aku bukan muridmu secara langsung."
Tidak mungkin, apa aku sedang bermimpi?
"Aku senang sekali ketika aku punya kesempatan menolongmu, sekali, dua kali. Dan kenyataan ternyata kau adalah sahabat mantan wali kelasku, membuatku berpikir mungkinkah aku punya peluang? Aku tak merasakan apapun ketika Youngkyong menyatakan perasaannya padaku. Aku juga malu ketika menasehati Donghyun yang menyukai miss Baek."
Apakah aku sedang mendapatkan pengakuan? Ini serius?
"Padahal selama ini aku terus memikirkanmu. Tapi kita hanyalah seorang guru dan murid. Petisi yang kami buat juga gagal. Harusnya jika petisi itu berhasil, aku akan melakukan ini lebih cepat. Aku terpaksa menunggu selama setahun lagi setelah petisi itu."
"Melakukan apa?" tanyaku terkesan bodoh, kata-kata itu meluncur begitu saja.
Kebiasaan burukku mengatakan apa yang terlintas di benakku tanpa memikirkan akibatnya.
"Maafkan aku miss Hwan, mudah-mudahan aku belum terlambat," ujar Dongsun, dia meletakkan tangannya pada tanganku yang masih menggenggam kopi, "bolehkah aku menjadi pendampingmu?"
"Boleh! Boleh sekali!"
Kenapa aku begini tidak tau malu sih? Tapi Dongsun tersenyum dan menarikku ke pelukannya. Jantungku berdebar sangat keras dan masih tidak percaya pada apa yang terjadi.
"Aku menunggu cinta pertamaku selama tiga tahun. Syukurlah semua itu tidak sia-sia."