"Apa... ayamnya tidak enak? Ini ada menu yang lain kok."
Aku menggeser piring penuh pangsit, lalu sepiring daging babi panggang padanya. Tapi dia bergeming. Dia masih memandangi wajahku.
"Manshi... kau merawatku dan merawat Happy dengan begitu baik. Kau sampai memotong-motong daging ayam, padahal kami jelas tidak akan mati tersedak, kami sudah dewasa," katanya, nadanya terdengar seperti orang yang bicara sambil termenung.
"Ah... aku... aku Cuma... yah, mempermudah kalian makan."
"Manshi, hatimu begitu lembut. Gomawo..."
Dan dia memelukku setelah itu. Saking terkejutnya aku, aku tak bisa bersuara. Apa Shindong hari ini kerasukan yah? Biasanya kalau dia begini, aku akan memukul atau mencubitnya. Tapi kali ini, aku juga tidak bergerak sama sekali.
"Kalau suatu hari kita punya anak, kau pasti akan menyayanginya seperti ini juga kan?"
"Hah? Aku... suka anak kecil sih, oppa, tapi... anak kita... err... belum ada kan?"
Dia melepasku dari pelukannya, dan aku terengah. Kenapa dia masih memandangiku seperti itu? Aku salah ngomong ya? Atau memang dia kerasukan? Tolong... dan dia tiba-tiba mengecup bibirku. Dia jarang sekali melakukan ini, soalnya akan berakibat cubitan di kulit putihnya, tapi kali ini, aku tidak menyerangnya.
In other words
The memories of the many days we loved