"Oppa, lapar tidak? Aku mau memasak nih."
"Lapar. Masak yang banyak, yah."
Aku beranjak ke dapur. Sekarang, masak memasak bukan halangan untukku. Mengikuti kursus memasak selama hampir dua tahun membuatku bisa memasak macam makanan lebih banyak dari yang Aqian bisa. Yah, toh ini juga berguna untuk Shindong. Kan dia juga suka makan, samalah denganku, juga Happy. Si Happy juga makan banyak sekali, untung dia tidak menderita kegemukan seperti kami, err... seperti Shindong sih. Aku sudah tidak begitu gemuk lagi.
"Oppa... makanan sudah siap," laporku, berteriak dari dapur.
Shindong muncul bersama Happy yang mengekor di belakangnya. Aku menunjuk meja, ke piringnya yang berisi nasi dan daging ayam yang sudah kupotong kecil-kecil, juga ke beberapa lauk di tengah meja.
"Punya oppa yang sudah ada potongan ayam yang kecil. Oppa makan dulu, aku lagi mempersiapkan punya Happy. Dia perlu makan enak hari ini."
Aku tekun memotong-motong daging ayam lagi di dapur untuk Happy. Setelah kupastikan Happy tidak akan tersedak dengan ukuran daging ayam yang sudah kupotong, aku meletakkannya ke piring kecil special untuknya di bawah dekat meja makan kami.
"Happy, ini bagianmu."
Happy sudah tau itu bagiannya. Dia berlarian mendekatiku dan menggoyangkan ekornya sambil mengendus isi piringnya. Aku kembali ke meja makan untuk ikut makan, langsung saja menyambar dada ayam di piring tengah meja.
"Lho, oppa tidak makan?" tanyaku heran melihat Shindong malah hanya termenung memandangi Happy yang makan dengan lahap.
Yang membuatku kaget, berikutnya pandangan matanya menancap padaku. Aku jadi gugup. Aku dan Shindong jarang berada di suasana sepi seperti ini.