Dorongan untuk menulis pengalaman interaksi saya pribadi dengan tokoh masyarakat legendaris dan pamong panutan ini tidak sanggup saya tolak.
Padahal, memori saya dengan Opa Winsu jelas tidak ada sangkut pautnya dengan peristiwa peristiwa politik apapun di negeri ini. Atau mungkin anekdot Opa Winsu tentang "Toilet Umum" sebagai mesin pencetak manusia manusia bisu akan kembali mendapatkan pembuktian empiriknya? Saya tak tahu dan biarkan waktu yang membuktikan. Ini hanya catatan reflektif dan memori saya yang tidak penting bagi siapapun.
Ini celoteh ringan saya saat menikmati secangkir kopi buatan putri cantik saya Qiara yang merayu saya untuk menemaninya main layangan dan berenang di pantai Kolongan sore ini .
 "kalau tidak hujan ya nak". Kataku sambil mencium keningnya.
Uuuups Kopinya habissssssss .... !