Mohon tunggu...
H.Sabir
H.Sabir Mohon Tunggu... Freelancer - Lakum Dinukum Waliyadin

Dunia ini hanya untuk disinggahi dan dinikmati sesekali kita memang akan kedatangan sial, tapi tak akan berlangsung lama tidak ada pesta yang tak usai demikian juga tidak ada badai yang tak reda.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jakarta Membunuh semua Cinta Lamaku

4 Mei 2016   22:16 Diperbarui: 4 Mei 2016   22:34 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamipun ngobrol tapi tidak lama, mengingat biaya interlokal yang mahal. Hanya beberapa kali ia sempat mengingatkan padaku bahwa kesempatan tidak akan datang kedua kalinya. Berjam-jam aku terdiam sampai-sampai kerjaanku gak kelar-kelar untung aja klienku tidak jadi datang hari ini. Membuatku sedikit sedikit lega, dan punya waktu untuk memikirkan ajakan sahabatku untuk meninggalkan Manado dan kerja di tempatnya.

Kali ini Rangga pulang tidak seperti biasanya yang sampai larut malam, teman-teman di tempatnya kerja juga heran, mengamati perubahan sikapnya hari ini yang sedikit murung...

Sebelum pulang Rangga mampir dulu di belakang Marina Plaza, tempat yang sering ia kunjungi jika sedang dirundung permasalahan, pemandangan Teluk Manado, deburan ombak, serta alunan lagu-lagu melow yang diputar di menara cafe yang terletak tidak jauh dari tempat ia duduk. berada di belakang Marina Plaza sedikit memberikan ketenangan baginya untuk mengambil keputusan yang tepat.

Duduk di bebatuan yang tertata rapi di pinggiran pantai, sambil menikmati Sunset. Rangga menerawang dan membayangkan semua yang harus ia tinggalkan disini, tempat yang sudah hampir tiga tahun ditinggalinya, menemukan kenangan-kenangan indah, maupun pahit.

Ira, Indry, Kiki, Sandy semua sahabat-sahabatnya membayang tepat di kejauhan pantai Bunaken. Mereka seperti memintanya untuk tidak meninggalkan mereka, apalagi Ira gadis yang selama ini memberi aku cinta yang tulus, padahal aku hanya berniat untuk membalaskan sakit hatiku padanya atas penghianatan kakaknya padaku beberapa bulan yang lalu. Entah mengapa tiba-tiba aku merasa iba dan sangat merasa bersalah kepadanya. Aku takut kepergianku akan diikuti karma darinya.

Dua hari kemudian aku pergi mencari Indry di tempat kerjanya, wanita yang tak pernah aku temukan cintaku padanya, meskipun dia selalu mengikatku dengan pertemanan yang akrab, padahal bukan itu yang aku harapkan darinya... aku berpamitan padanya dan mengutarakan niatku untuk ke Jakarta. Aku lihat goresan kesedihan terpancar dari wajah cekungnya, tapi aku mencoba untuk tidak terbawa emosi. Aku harus tegar dan bulat meninggalkan mereka.

” Rangga, kalau kamu pergi siapa lagi yang akan menemaniku disini, ?” suara datarnya Indri hampir menggoyahkan niatku dan seperti sayatan sebuah pisau. Sementara senandung lirih Peluklah Diriku milik Ari Lasso terdengar sedikit samar tepat ketika sebuah mobil angkot parkir di hadapan kami, melengkapi suasana perpisahan yang tercipta malam itu.

” Kamu masih banyak teman disini, lagi pula kita tidak bisa terus berdiam di satu tempat, kita mesti melangkah In,” ujarku sedikit meminjam kata filosofi untuk menenangkan hati kami masing-masing. Aku meraih jemari-jemari kecilnya dan memberikan sekecup ciuman didahinya. Entah itu ciuman untuk seorang pacar, sahabat atau hubungan yang melebihi keduanya. Dengan sedikit lambaian tangan dan tatapan menyentuh aku meninggalkan Indry, dan membiarkan segumpal air bening menggantung di sudut matanya yang tetap kelihatan indah, meski titik-titik bening itu semakin bertambah. segera kupalingkan wajahku agar tidak trenyuh, dan melangkah pulang.

Di tempat kostku, teman-temanku berkumpul di sudut gang yang sering aku lewati jika pulang kerja,..

” Abang pulang...” celetuk Agen, ketika aku hampir mendekati mereka, kebetulan Ira ada bersama mereka, tak lama kemudian mereka berdua sudah saling berkejaran.

” Aduh sakit tahu ” Agen meringis dan memegangi kepalanya yang ditimpuk Ira dengan sandalnya. ” Makanya jangan suka ngeledekin orang dong ?” teman-teman menertawakan Agen yang meringis kesakitan. Aku ke rumah sebentar untuk ganti pakaian, kemudian mendatangi teman-teman yang sedang ngumpul dan bergabung bersama mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun