Mohon tunggu...
H.Sabir
H.Sabir Mohon Tunggu... Freelancer - Lakum Dinukum Waliyadin

Dunia ini hanya untuk disinggahi dan dinikmati sesekali kita memang akan kedatangan sial, tapi tak akan berlangsung lama tidak ada pesta yang tak usai demikian juga tidak ada badai yang tak reda.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jakarta Membunuh semua Cinta Lamaku

4 Mei 2016   22:16 Diperbarui: 4 Mei 2016   22:34 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

” loh..? memangnya kalian tidak berpapasan tadi di jalan ? ”

” Berpapasan.. ?, jadi maksudmu dia sudah pulang ?

” Bukan, anak-anak pada mau ke Dondomon, disana ada ibadah Pemuda, mereka naik motor kesana ”.

Wah jangan-jangan motor-motor tadi mereka. Ternyata penglihatanku tak salah lagi. Tapi motor-motor itu melaju dengan kencang. Sempat aku melihat sesosok gadis yang duduk di boncengan. Sialnya aku tadi sempat turun ke sungai kecil untuk cuci muka pas mereka lewat. Akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke rumah karena hari sudah hampir malam.

Sudah menjadi kebiasaanku kalau aku pulang tidak langsung ke rumah, tapi singgah dulu di Sekolahnya Beatrix. Aku selalu merahasiakan pertemuan kami pada ibu, karena hubungan kami tidak terlalu di restui ibu karena perbedaan agama diantara kami. Hanya saja ibu tidak pernah secara tegas melarangku, mungkin ia takut aku tersinggung. Bukankah asal ibu juga sama dengan agamanya Beatrix.

Keesokan harinya aku pamitan pada ibu, aku berbohong untuk pergi ke rumah teman di kampung sebelah. Hari ini aku harus menemui gadisku itu, aku tidak mau sesuatu yang tidak aku inginkan terjadi dengan hubungan kami, aku terlanjur menyayanginya, dan tidak peduli lagi dengan segala perbedaan diantara kami.

Aku tiba disana kira-kira jam 1 siang, dari jauh terdengar suara Beatrix dan temannya bersenda gurau. Sudah lama aku tidak mendengar suara gadis itu, tiba-tiba hatiku menjadi melankolis, tawanya seperti puitis sekali, aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya, aku jadi takut seperti akan terjadi sesuatu yang buruk hari ini pada kami.

” Selamat Siang...? ”

” Siang...?, eh nak Tedy., Beatrix...Beatrix.....!, lihat siapa yang datang nih..” panggil Oma, sambil mempersilahkan aku masuk.

Setengah berlari, Beatrix keluar dari dapur, rupanya dia dan Ola sahabat karibnya sedang rujakan di dapur. Tak lama kemudian dia sudah hampir tepat di depanku, tapi warna mukanya agak dingin, tidak seperti kemarin-kemarin ketika aku datang menemuinya.

Rupanya kekecewaannya padaku sudah semakin jauh, bahkan memuncak dan klimaks. Hanya sesekali ia menjawab pertanyaanku, tanpa memandang mesra lagi kepadaku, seperti yang selalu ia lakukan padaku. Beruntung Olla sesekali menyambung pembicaraan kami agar tidak hambar dan kaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun