Mohon tunggu...
Mulyadin Permana
Mulyadin Permana Mohon Tunggu... Antropolog Universitas Indonesia -

Everything needs process, your process is your future

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Konflik Sosial dalam Kekerabatan : Kajian Antropologi Terhadap Tawuran Antar Kampung di Bima Nusa Tenggara Barat

7 Februari 2016   01:44 Diperbarui: 7 Februari 2016   02:28 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Keesing menyebutkan bahwa dalam hampir semua masyarakat, sebuah lingkaran yang dimiliki oleh seseorang dalam kekerabatan memainkan bagian tertentu dalam kehidupan sosial. Mereka itu secara konseptual dikenal sebagai kategori kebudayaan (a cultural cathegory) dan sebuah kategori memiliki label antropologi tersendiri, yaitu kindred or personal kindred.

Seperti yang digambarkan oleh Keesing terkait a personal kindred bahwa seorang individu yang lahir dari orang tua yang berasal dari keturunan berbeda mengikatkan dirinya dalam satu kekerabatan dengan nenek-kakeknya (orang tua dari ayah dan ibunya) atau dengan saudara-saudara nenek-kakeknya (termasuk keturunannya, merupakan a kindred category), dengan saudara-saudara orang tuanya dan dengan anak-anak dari saudara orang tuanya, selain dengan saudara sekandungnya (Lihat BAGAN KEKERABATAN 1 (A Personal Kindred) Roger M. Keesing (1975:15)).

Menurut Keesing, hubungan kekerabatan dekat (close relatives) atau fellow clansmen sudah seharusnya saling mendukung satu sama lain, bekerja sama, menghindari pertengkaran dan sebagainya. Namun, menurutnya, para antropolog perlu melihat realitas-realitas yang terjadi di masyarakat yang mampu menciptakan polarisasi-polarisasi tindakan yang melahirkan hubungan baik maupun hubungan permusuhan. Para antropolog harus melihat perilaku sebagai hal yang mendasar berdasarkan individual self-interest dan strategi-strategi pencapaian tujuan oleh individu.

Dalam pandangan konflik – baik dalam hubungan kekerabatan ataupun interaksi sosial, manusia selalu dihadapkan pada konflik-konflik yang niscaya ada dalam kehidupannya. Persoalan koflik di Bima menjadi unik karena terjadi dalam lingkaran kekerabatan dan berbentuk kekerasan fisik yang dilakukan secara komunal.

Masyarakat Bima sebenarnya homogen; memiliki kebudayaan sama, bahasa, nilai-nilai, norma, agama dan kekerabatan yang sama. Tidak ada perbedaan kondisi sosial, kondisi alam dan kondisi ekonomi; masyarakat hidup dalam taraf ekonomi yang (hampir) sama. Namun, kesamaan dan jalinan kekerabatan tidak membuat masyarakat menahan diri untuk terlibat dalam konflik sosial; mereka saling menyerang, merusak dan bahkan saling membunuh dalam bentuk tawuran antar kampung.

Intensitas tawuran antar kampung dari waktu ke waktu semakin tinggi dan meluas. Tawuran antar kampung tidak hanya terjadi antar kampung tertentu tetapi omnipresent (hadir dimana-mana) antar kampung yang satu dengan kampung-kampung lainnya. Mereka tawuran menggunakan senjata tajam, panah beracun dan juga peluru tajam.

Pemicu tawuran sebenarnya hanya merupakan hal sepele atau bahkan hanya persoalan personal antar individu kedua kampung. Permasalahannya tidak hanya persoalan pemicu konflik, tetapi juga terkait dengan kebudayaan masyarakat setempat. Permasalahan mendasar yaitu tentang hubungan kekerabatan dalam masyarakat, lantaran konflik hadir di tengah-tengah lingkaran hubungan karib atau hubungan keluarga yang seharusnya terjalin keintiman.

Oleh karena itu, untuk memudahkan tercapainya tujuan penelitian terkait peristiwa tawuran antar kampung dan konflik di Bima, saya merumuskan pertanyaan sebagai berikut:

a.    Bagaimana konflik sosial dalam kekerabatan bisa terjadi dan persoalan kekerabatan apa yang melatarbelakangi konflik di Bima?

b.    Bagaimana kesejarahan dan perubahan kondisi yang mempengaruhi konflik di Bima?

c.    Bagaimana narasi konflik dan identitas spasial kampung mengalahkan narasi tentang kekerabatan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun