Yang lain, kadang karya diminta untuk diikutkan dalam antologi (di antaranya Antologi Taman Banjarbaru (2006), Kugadaikan Luka 2007), Manyanggar Banua (2010), Menyampir Bumi Leluhur (2010), Konser Kecemasan (2010), serta berkat itu nama dicantum sebagai sastrawan dalam buku Enksiklopedia Sastra Kalimantan Selatan oleh Pusat Bahasa - Balai Bahasa Banjarmasin (Saefuddin, dkk, 2008: 165). (Agar tidak dianggap hoax atau bohong, disertakan tiga puisi (Lihat Rujukan, yang masih relevan dengan situasi Indonesia dan dunia – khususnya konflik di Timur Tengah sekarang).
Jadi, jelas masalah (kedaluwarsa teori sastra – prinsip puisi) Indonesia (dan dunia)? Mari belajar, mengajar dan mengelola apa pun dengan sistem ilmiah ilmu dengan Paradigma Baru Milenium III yang dalam, jelas dan luas, agar lebih baik
TIADA yang lebih praktis daripada sebuah teori yang baik (Kurt Lewin).
BAGAIMANA Strategi Anda?
Rujukan: Copyright © Qinimain Zain
1. Henry Guntur Tarigan, PRINSIP-PRINSIP DASAR SASTRA, 1985: 62, Angkasa, Cetakan 10, Bandung.
2. Sumardi, Abdul Rozak Zaidan, Z. Wijasti Trihadi, Utjen Djusen R, dan Oyon Sofyan, Pedoman Pengajaran Apresiasi Puisi, 1985: 1-5, 44, Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Cetakan pertama, Jakarta.
3. A. Teeuw, TERGANTUNG PADA KATA, 1983: 5-6, Pustaka Jaya, Cetakan Kedua, Jakarta.
4. Qinimain Zain, Strategi (R)Evolusi Sistem Ilmu, Tablomagazine BISNIS No. 17/II/27 Februari – 12 Maret 2005 : 10 (TQZ Scientific System of Science Diagram).
5. Qinimain Zain, (Revisi) Strategi (R)Evolusi Prinsip Puisi, Tablomagazine BISNIS No. 22/I/12 - 25 Mei : 10 (TQZ Poetry Principles Diagram).
6. Saefuddin, Dahliana, Musdalipah, Siti Akbari, Rodisa Edwin Abdinie, Sri Wahyunengsih, Nidya Triasturti Patricia, Yoga Sudarman, Eksiklopedia Sastra Kalimantan Selatan, 2008: 165, Balai Bahasa Banjarmasin – Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Cetakan Pertama, Banjarmasin.
7. Qinimain Zain, Sajak orang pedalaman (Antologi Taman Banjarbaru, 2006: 21) (Antologi Konser Kecemasan – Sajak-sajak Peduli Lingkungan Hidup Penyair Kalimantan Selatan, 2010: 59), Bunga di ujung senapan (Antologi Taman Banjarbaru, 2006: 19-20, Gama Media, Cetakan pertama, Yogyakarta), dan Sajak warga negara (Antologi Kugadaikan Luka, Kilang Sastra Batu Karaha, 2007: 32, Rumah Cerita, Cetakan pertama, Banjarbaru), dikutip lengkap:
Sajak orang pedalaman
ketika pohon-pohon itu ditebang
tubuh kamilah yang luka pertama kali
ketika pohon-pohon itu tumbang
rumah kamilah yang ditimpa pertama kali
kehidupan hijau dahulu yang kami dambakan
tanda sebagai manusia dari dunia bebas
atas nama kemanusiaan telah disingkirkan
dan ketika pohon-pohon itu diperjualbelikan
kamilah yang terakhir kali merasakan bantuan
ketika sungai-sungai itu meluap
airmata kamilah yang mengalir pertama kali
ketika sungai-sungai itu kering
tenggorokan kamilah yang mati pertama kali
kami tidak dapat bicara tanpa tenggorokan
dan kami memang tidak memiliki mulut tenggorokan
sebagai ganti rugi semua yang kami dambakan
atas nama kemanusiaan telah disingkirkan
dan ketika sungai-sungai itu meminta korban
kamilah yang terakhir kali merasakan bantuan
bila tubuh kami hanyut menjadi cerita
bila rumah kami hanyut menjadi cerita
hanya airmata anak-cucu yang dapat kami sisakan
dan ketika semua itu menjadi pilu berkepanjangan
kamilah disebut penyebab pertama kali
alasan terakhir atas nama membangun kemanusiaan
Banjarbaru, 1990
Bunga di ujung senapan
bunga yang ditanam di ujung senapan
melukis wajah tersayat dengan luka tak kunjung habisnya
tanah air terbelah dan kaki lumpuh kehilangan arah
dari reruntuhan kota kelahiran semalam
merpati utusan pilu membangun sarang di mulut meriam
tinggal jerit tangis menusuk langit tinggi
kini di dada bulan telah janda
dan buaian kini piatu pula