Science Valley 61: (Kedaluwarsa Teori Sastra – Prinsip Puisi) Indonesia
Lalu, apa masalah (kedaluwarsa teori sastra – prinsip puisi) Indonesia (dan dunia)?
MUDAH untuk menjadikan sesuatu menjadi rumit, tetapi rumit untuk menjadikan sesuatu menjadi mudah (Murphy).
FEELING IS BELIEVING. Kali ini, membahas buku PRINSIP-PRINSIP DASAR SASTRA (Henry Guntur Tarigan, 1985) sebagai acuan, dengan tambahan buku Pedoman Pengajaran Apresiasi Puisi (Sumardi, dkk, 1985), buku TERGANTUNG PADA KATA (A. Teeuw, 1980), dan dibandingkan dengan (R)Evolusi Ilmu - Paradigma Baru Milenium III, yang berpatokan pada syarat keteraturan atau sistem ilmiah ilmu TQZ Scientific System of Science.
Mari mulai membahas buku PRINSIP-PRINSIP DASAR SASTRA (Henry Guntur Tarigan, 1985) dan buku lainnya.
Paradigma Lama: Buku Satu PRINSIP-PRINSIP DASAR PUISI (Hal 2-66) dan buku lainnya.
“Kata puisi berasal dari bahasa Yunani poiesis yang berarti penciptaan...Kelamaan semakin dipersempit ruang lingkupnya menjadi “hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut syarat-syarat tertentu dengan menggunakan irama, sajak, dan kadang-kadang kata-kata kiasan” (4)...Menurut Richard hakekat puisi itu terdiri dari (a) tema, makna (sense), (b) rasa (feeling), (c) nada (tone), (d) amanat, tujuan, maksud (intention) (10)...Penyair mengatakan lebih banyak dari pada yang dikandung oleh kata-kata atau pun kombinasi kata-kata yang tersurat pada sanjak mereka... Memenuhi maksud ...itu ...diperlukan...metode yang baik beserta sarana-sarana yang diperlukan untuk itu. Yang terpenting diantaranya adalah: (a) diksi (diction), (b) imaji (imagery), (c) kata nyata (the concrete word), (d) majas (figurative language), (e) ritme dan rima (rhythm and rime) (27-28)...Menciptakan puisi paling sedikit 5 hal, yaitu: (I) konsentrasi, (II) inspirasi, (III) kenangan, (IV) keyakinan, (V) lagu” (48)...Betapa pun mahirnya kita berteori tentang puisi, belumlah bermanfaat kalau tidak dipergunakan atau dipraktekkan (Henry Guntur Tarigan, 1985: 62).
“Asal-usul kata kesusastraan, yakni su dan sastra: su berarti baik dan sastra berarti tulisan atau karangan...Didasarkan pada asal-usul kata kesusastraan ini didapatkan batasan kesusastraan sebagai “karangan yang indah” atau “karangan yang baik” (1)...Puisi sebagai jenis sastra memiliki susun bahasa yang relatif lebih padat dibandingkan dengan prosa...Penyimpangan bahasa dalam penciptaan puisi dimungkinkan...Dispensasi bagi penyair tidak mematuhi norma kebahasaan...Memperhitungkan tercapainya nilai kepuitisan (3-4)...Segi bentuknya kita mengenal puisi terikat dan puisi bebas...Puisi terikat ...adalah pantun, syair, gurindam dan soneta. Puisi bebas yang dikenal sebagai puisi modern...Tidak ada ketentuan mengenai jumlah bait bagi sebuah bangun puisi, jumlah larik dalam setiap bait, pola persajakan, dan sebagainya (4-5).
Ciri-ciri Sajak yang Lemah. (1) Kata-kata, ungkapan, atau pernyataan yang berlebihan atau bombastis, (2) Masalah atau tema yang terlalu kecil, jika dibandingkan dengan alat ekspresinya yang kuat, (3) Kelemahan penalaran, (4) Sisipan objek sehingga penonjolan objek utama dan keutuhan sajak terganggu, (5) Lebih dari satu sudut pandang, (6) Gaya pengucapan atau gaya bahasa yang kurang atau tidak sahih, (7) Kelemahan rima, (8) Bersifat prosais, (9) Bersifat mengekor (25-32)...Langkah-langkah pemahaman puisi ...sebagai berikut: (a) Titik pandang, (b) Ungkapan, (c) Makna, (d), Pesan, dan (e) Nada dan suasana (Sumardi, dkk, 1985: 44).
“Sajak yang baik merupakan bangunan bahasa yang menyeluruh dan otonom, hasil ciptaan seorang manusia dengan segala pengalaman dan suka-dukanya...Saya tidak memakai hanya satu metoda tertentu saja untuk mendekati sajak...Jika berdasarkan buku ini saya nanti akan dikotakkan dalam aliran atau mazhab teori atau kritik sastra tertentu, terserah” (A. Teeuw, 1983: 5-6).
Paradigma Baru Milenium III: Teori Sastra – Prinsip Puisi (Bahasan bandingan ringkasan Buku Satu PRINSIP-PRINSIP DASAR PUISI (Hal 2-66) dan buku lainnya).
“Banyak pandangan berbeda batasan konsep puisi yang tepat. Namun untuk mencipta dan menilai puisi harus memiliki metoda pendekatan puisi dengan cara melukiskan sifat-sifat utamanya. Dengan demikian suatu puisi mampu dinilai dan dimengerti
Morris (1964), mengemukakan metode prinsip penciptaan puisi diction, imagery, the concrete word, figurative language dan rhythm and rime.
Namun belum sempurna. Dalam paradigma TQZ Framework apa yang dikemukakan Morris hanya berupa Teknik (State(s)). Kemudian saya (2000), menyempurnakan dan memperjelas urutan teknik ini, melengkapi dengan TQZ Essential Cycle yaitu Strategi (Route(s)) atau dan Taktik (Path(s)) metode keberhasilan profesi untuk dibidang puisi secara ilmiah (Lihat diagram). (Maaf diagram tidak ditampilkan di sini).
Dalam paradigma TQZ: The Strategic-Tactic-Technique Millennium III Conceptual Framework for Sustainable Superiority, TQZ Poetry Principles - State(s) (Diagram, 2000) secara berurutan dan siklus satu kesatuan:
Pertama, TQO, Concrete Word. Kata nyata adalah kata khusus yang berhubungan dengan sesuatu menyarankan keadaan suatu pengertian obyek tertentu.
Semakin tepat kata-kata, maka semakin baik sebuah karya. Sehingga penikmat menganggap benar-benar melihat, merasa, mendengar, mencium, dan meraba segala sesuatu yang diutarakan dalam puisi.
Misal, kota berhubungan dengan kata kongkret seperti gedung, mobil, padat, ramai, pengemis, jalan raya dan sebagainya. Laut berhubungan dengan perahu, pantai, bakau, teluk, camar, asin, gelombang dan lain-lain.
Kedua, TQC, Diction. Pilihan kata adalah kata yang dipilih tepat memberikan konotasi dalam rangkaian tertentu.
Kata bisa, mampu, dapat dan kuasa memiliki arti yang sama. Tetapi untuk kata, kalimat dan alinea tertentu memerlukan pilihan kata yang tepat salah satunya. Pemilihan kata yang salah bukan saja mengakibatkan rasa tidak enak, bahkan arti yang keliru.
Ketiga, TQS, Style. Gaya adalah suatu bentuk cara penulisan yang khas untuk mengungkapkan makna yang jelas.
Setiap orang ingin mengeluarkan pikiran dengan sejelas mungkin kepada yang lain dengan memanfaatkan bahasa kiasan berupa persamaan atau perbandingan, tanda baca dan sebagainya.
Keempat, TQI, Rythme. Irama adalah turun-naiknya suara secara teratur dan rima adalah persamaan bunyi.
Brooks (1952) membagi irama dengan jambe (u-/u-), anapes (uu-/uu-), troche (-u/-u), dan dactylus (-uu/-uu), dimana (-) berarti arsis (keras) dan (u) berarti thesis (lunak). Sedang Rime atau rima dapat tersusun berangkai (aa, bb), berselang (abab, cdcd) dan seterusnya.
Irama sebuah bait puisi dapat ditangkap setelah dibaca yang berguna mempertegas maknanya.
Kelima, TQT, Imagery. Daya bayang adalah suatu gambaran imajinasi dihasilkan oleh sesuatu secara keseluruhan.
Membangkitkan pikiran dan mendorong imajinasi menjelmakan gambaran yang nyata perasaan penikmat bahwa mereka benar-benar mengalami peristiwa tersebut.
Dalam proses penciptaan suatu puisi diawali dengan menulis obyek dengan kata kongkret sampai kepembentukan daya bayang. Artinya, daya bayang tak mungkin ada tanpa irama, irama tak akan terbentuk tanpa gaya, gaya tak terwujud tanpa pilihan kata, dan pilihan kata tak akan pernah tercipta tanpa kata kongret.
Demikian juga,TQZ Literature – Path(s) (Diagram, 2000): TQT Kebaruan (New) hanya pernah tercipta oleh TQI Keunikan (Unique), TQI Keunikan hanya terwujud oleh bahasa yang TQS Berwarna (Picturesque), bahasa yang TQS Berwarna hanya terbentuk oleh kata-kata yang TQC Padat (Compressed) dengan konotasi makna ganda dan kata-kata yang TQO Hidup (Vivid) hanya terjadi bila seluruh kata diwakili oleh kata yang melukiskan situasi sesungguhnya.
Selain itu, kata yang Hidup (Vivid) hanya dapat dibangun oleh Kata kongkret (Concrete word), Padat (Compressed) oleh Pilihan kata (Diction), Berwarna (Picturesque) oleh Gaya (Style), Unik (Unique) oleh Irama (Rythme) dan Baru (New) oleh Daya bayang (Imagery)
Secara ringkas pendekatan TQZ Metode Menulis Puisi yang baik paradigma baru dimulai dengan menulis obyek dengan Kata kongkret (Concrete word), kemudian kata-kata direvisi dengan mensubsitusi dengan Pilihan kata (Diction) lebih tepat, berikutnya Pilihan kata ide yang ingin dikemukakan dari kata, baris, kalimat, dan bait diperkuat Gaya (Style), tanda baca, potongan, dan susunannya, berikutnya dipertajam letak kata pada baris.
Berikutnya kalimat dan antar bait atas pertimbangan tekanan Irama (Style) kata-kata, yang akhirnya disempurnakan dengan membaca berulang-ulang dan mengkoreksi secara keseluruhan agar berupa satu kesatuan dengan sebab-akibat atau kesimpulan logis yang mampu menciptakan Daya bayang (Imagery)”. Sedang “Puisi adalah hasil karya sastra berupa kata-kata yang disusun menurut syarat tertentu berupa kata kongkret, pilihan kata, gaya, irama dan daya bayang (Qinimain Zain, 2000)”. (Qinimain Zain, 2005:10).
Tambahan. Sekarang dan masa depan, “Menurut Kauro Ishikawa (1985), profesional yang dibutuhkan sekarang memiliki ilmu tipe bentuk kerucut, bukan tipe sumur (Lihat kutipan). Artinya, seseorang profesional ahli botani harus memiliki pengetahuan umum (general) tentang tumbuhan dari lumut sampai daun jarum, tetapi mengambil keahlian (spesialis) untuk bambu, misalnya.
Begitu juga, pada ilmuwan dengan golongan ilmunya, memiliki pemahaman umum akan matematika, fisika, biologi, bahasa dan psikologi, tetapi memiliki keahlian untuk (ilmu terapan biologi) kedokteran spesialis bedah tulang” (Lihat Science Valley 11: (Kedaluwarsa Golongan Filsafat Ilmu) Indonesia). Demikian juga ahli matematika, fisika, biologi dan psikologi, harus memahami ilmu bahasa, juga sastra meski secara umum untuk unggul dalam persaingan hidup. Memahami teori sastra penting untuk kualitas kemampuan menulis bagi profesi bidang apa pun, seperti pemilihan kata, gaya tulisan atau melatih imajinasi.
Meski fokus mendalami ilmu strategi dan sebagai ilmuwan, saya tetap membaca karya sastra, meski jarang, sesekali menulis puisi, cerita pendek dan esai sastra. Hasilnya, sering diundang sebagai pembicara di forum sastra, budaya dan jurnalistik oleh sastrawan, budayawan dan wartawan memandang sastra, budaya dan jurnalistik dari sudut ilmuwan dan spesialis strategi.
Yang lain, kadang karya diminta untuk diikutkan dalam antologi (di antaranya Antologi Taman Banjarbaru (2006), Kugadaikan Luka 2007), Manyanggar Banua (2010), Menyampir Bumi Leluhur (2010), Konser Kecemasan (2010), serta berkat itu nama dicantum sebagai sastrawan dalam buku Enksiklopedia Sastra Kalimantan Selatan oleh Pusat Bahasa - Balai Bahasa Banjarmasin (Saefuddin, dkk, 2008: 165). (Agar tidak dianggap hoax atau bohong, disertakan tiga puisi (Lihat Rujukan, yang masih relevan dengan situasi Indonesia dan dunia – khususnya konflik di Timur Tengah sekarang).
Jadi, jelas masalah (kedaluwarsa teori sastra – prinsip puisi) Indonesia (dan dunia)? Mari belajar, mengajar dan mengelola apa pun dengan sistem ilmiah ilmu dengan Paradigma Baru Milenium III yang dalam, jelas dan luas, agar lebih baik
TIADA yang lebih praktis daripada sebuah teori yang baik (Kurt Lewin).
BAGAIMANA Strategi Anda?
Rujukan: Copyright © Qinimain Zain
1. Henry Guntur Tarigan, PRINSIP-PRINSIP DASAR SASTRA, 1985: 62, Angkasa, Cetakan 10, Bandung.
2. Sumardi, Abdul Rozak Zaidan, Z. Wijasti Trihadi, Utjen Djusen R, dan Oyon Sofyan, Pedoman Pengajaran Apresiasi Puisi, 1985: 1-5, 44, Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan kebudayaan, Cetakan pertama, Jakarta.
3. A. Teeuw, TERGANTUNG PADA KATA, 1983: 5-6, Pustaka Jaya, Cetakan Kedua, Jakarta.
4. Qinimain Zain, Strategi (R)Evolusi Sistem Ilmu, Tablomagazine BISNIS No. 17/II/27 Februari – 12 Maret 2005 : 10 (TQZ Scientific System of Science Diagram).
5. Qinimain Zain, (Revisi) Strategi (R)Evolusi Prinsip Puisi, Tablomagazine BISNIS No. 22/I/12 - 25 Mei : 10 (TQZ Poetry Principles Diagram).
6. Saefuddin, Dahliana, Musdalipah, Siti Akbari, Rodisa Edwin Abdinie, Sri Wahyunengsih, Nidya Triasturti Patricia, Yoga Sudarman, Eksiklopedia Sastra Kalimantan Selatan, 2008: 165, Balai Bahasa Banjarmasin – Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Cetakan Pertama, Banjarmasin.
7. Qinimain Zain, Sajak orang pedalaman (Antologi Taman Banjarbaru, 2006: 21) (Antologi Konser Kecemasan – Sajak-sajak Peduli Lingkungan Hidup Penyair Kalimantan Selatan, 2010: 59), Bunga di ujung senapan (Antologi Taman Banjarbaru, 2006: 19-20, Gama Media, Cetakan pertama, Yogyakarta), dan Sajak warga negara (Antologi Kugadaikan Luka, Kilang Sastra Batu Karaha, 2007: 32, Rumah Cerita, Cetakan pertama, Banjarbaru), dikutip lengkap:
Sajak orang pedalaman
ketika pohon-pohon itu ditebang
tubuh kamilah yang luka pertama kali
ketika pohon-pohon itu tumbang
rumah kamilah yang ditimpa pertama kali
kehidupan hijau dahulu yang kami dambakan
tanda sebagai manusia dari dunia bebas
atas nama kemanusiaan telah disingkirkan
dan ketika pohon-pohon itu diperjualbelikan
kamilah yang terakhir kali merasakan bantuan
ketika sungai-sungai itu meluap
airmata kamilah yang mengalir pertama kali
ketika sungai-sungai itu kering
tenggorokan kamilah yang mati pertama kali
kami tidak dapat bicara tanpa tenggorokan
dan kami memang tidak memiliki mulut tenggorokan
sebagai ganti rugi semua yang kami dambakan
atas nama kemanusiaan telah disingkirkan
dan ketika sungai-sungai itu meminta korban
kamilah yang terakhir kali merasakan bantuan
bila tubuh kami hanyut menjadi cerita
bila rumah kami hanyut menjadi cerita
hanya airmata anak-cucu yang dapat kami sisakan
dan ketika semua itu menjadi pilu berkepanjangan
kamilah disebut penyebab pertama kali
alasan terakhir atas nama membangun kemanusiaan
Banjarbaru, 1990
Bunga di ujung senapan
bunga yang ditanam di ujung senapan
melukis wajah tersayat dengan luka tak kunjung habisnya
tanah air terbelah dan kaki lumpuh kehilangan arah
dari reruntuhan kota kelahiran semalam
merpati utusan pilu membangun sarang di mulut meriam
tinggal jerit tangis menusuk langit tinggi
kini di dada bulan telah janda
dan buaian kini piatu pula
bunga yang tumbuh di ujung senapan
berwarna darah dan lahir di tengah usungan keranda
kini di mana lagi dapat tidur nyenyak,
semua negeri makmur diimpi busuk di tangan
belulangnya disimpan mengusik menjelma penyakit
kini apa lagi dapat mengeyangkan jamuan,
bila sangkur saling menusuk sakit
seperti taufan sembilu melunta-lunta pengungsian
terbuang di rawa kemiskinan dan lembah kegelapan
bunga yang mekar di ujung senapan
Menghirup darah dan busuknya mengatasi karat tembaga
kini siapa lagi dapat menahan tangisan,
daun-daun kehidupan mati gugur berserakan
seperti hutan esok hari menancapkan nisan-nisan
kini apa lagi yang dapat dikagumi
bila lahir mengenal matahari tiada arti
di antara mengusap cacat dan dipaku kematian
jika senapan melolong memanggil srigala bangkai berpesta
ingin dunia ditenggelam airmata dan damai hening karenanya,
sebab semua airmata pedih di bibir luka
negro, bukankah hanya hitam dan Eropa karena kulit putih saja?
Persia, bukankah hanya nama dan Antartika karena di kutub sana?
jika bunga ditanam di ujung senapan kembali
ah, apalagi yang dapat dipetik esok hari
Banjarbaru, 1990
Sajak warga negara
di Hari Ulang tahun Republik Indonesia ini
apakah aku berada di negara Indonesia?
apakah aku warga negara Indonesia?
Indonesia tanpa Ketuhanan Yang Maha Esa
bukan Indonesia*
Indonesia tanpa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
bukan Indonesia*
Indonesia tanpa Persatuan Indonesia
bukan Indonesia*
Indonesia tanpa Kerakyatan yang Dipimpin
oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
bukan Indonesia*
Indonesia tanpa Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
bukan Indonesia*
di Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ini
aku bukan berada di negara Indonesia
aku bukan warga negara Indonesia
Indonesia tanpa Pancasila yang kurasakan
bukan, bukan Indonesia**
(* di sahut oleh pendengar, ** disahut bersama-sama, pembaca puisi dan pendengar)
Banjarbaru, 1989
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H