Mohon tunggu...
khairul akbar
khairul akbar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

KURIKULUM 2013 DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

20 September 2015   21:04 Diperbarui: 4 April 2017   17:48 13869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KURIKULUM 2013 DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

 

Oleh : KHAIRUL AKBAR, ST.

Guru Matematika di SMP Negeri 2 Praya Barat Daya, Kab. Lombok tengah, NTB

Email : khairulakbar.st@gmail.com

 

Disajikan dalam E-Training Terstruktur P4TK Matematika

2015

 

 

ABSTRAK

 

 Pendekatan scientific atau lebih umum dikatakan pendekatan ilmiah menjadi keniscayaan dalam kurikulum 2013. Lalu, bagaimana langkah – langkah pembelajaran berdasarkan pendekatan scientific yang mencakup lima langkah utama yaitu : Mengamati, Menanya, Mengumpulkan informasi, Menalar/Mengasosiasi , dan Mengomunikasikan, diterapkan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran Matematika SMP dan apakah kelebihan dan kekurangan pendekatan scientific dalam pembelajaran Matematika?. Semua akan dijabarkan dan dipaparkan dalam makalah ini.

 

Kata kunci: Pendekatan scientific, kelebihan dan kekurangan pendekatan scientific

 

 

 BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang

Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang zaman

Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan (3) warga negara yang demokratis,bertanggung jawab.

Kurikulum sebagaimana yang ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan Kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dan KTSP 2006 yang mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.

Sebagai bagian dari Kurikulum 2013 yang menekankan pentingnya keseimbangan kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan, kemampuan matematika yang dituntut dibentuk melalui pembelajaran berkelanjutan: dimulai dengan meningkatkan pengetahuan tentang metode-metode matematika, dilanjutkan dengan keterampilan menyajikan suatu permasalahan secara matematis dan menyelesaikannya, dan bermuara pada pembentukan sikap jujur, kritis, kreatif, teliti, dan taat aturan.

  1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

  1. Apakah yang dimaksud dengan pendekatan scientific?
  2. Bagaimanakah karakteristik pendekatan scientific?
  3. Bagaimanakah langkah-langkah pendekatan scientific?
  4. Bagaimanakah penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran Matematika?
  5. Apa kelebihan dan kekurangan pendekatan scientific?

 

 

  1. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah yaitu :

  1. Mengetahui pendekatan scientific.
  2. Mengetahui karakteristik pendekatan scientific.
  3. Mengetahui langkah-langkah pendekatan scientific.
  4. Mengetahui penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran Matematika.
  5. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan scientific.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. Pengertian Pendekatan Scientific

Proses pembelajaran dapat dipadankan dengan suatu proses ilmiah, karena itu Kurikulum 2013 mengamanatkan esensi pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik dalam pembelajaran. Pendekatan ilmiah atau pendekatan saintifik diyakini sebagai titian emas perkembangan dan pengembangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Dalam pendekatan atau proses kerja yang memenuhi kriteria ilmiah, para ilmuan lebih mengedepankan pelararan induktif (inductive reasoning) dibandingkan dengan penalaran deduktif (deductivereasoning). Penalaran deduktif melihat fenomena umum untuk kemudian menarik simpulan yang spesifik.Sebaliknya, penalaran induktif memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan.Sejatinya, penalaran induktif menempatkan bukti-bukti spesifik ke dalam relasi idea yang lebih luas. Metode ilmiah umumnya menempatkan fenomena unik dengan kajian spesifik dan detail untuk kemudian merumuskan simpulan umum. Metode ilmiah merujuk pada teknik-teknik investigasi atas suatu atau beberapa fenomena atau gejala, memperoleh pengetahuan baru, atau mengoreksi dan memadukan pengetahuan sebelumnya. Untuk dapat disebut ilmiah, metode pencarian (method of inquiry) harus berbasis pada bukti-bukti dari objek yang dapat diobservasi, empiris, dan terukur dengan prinsip-prinsip penalaran yang spesifik.Karena itu, metode ilmiah umumnya memuat serangkaian aktivitas pengumpulan data melalui observasi atau ekperimen, mengolah informasi atau data, menganalisis, kemudian memformulasi, dan menguji hipotesis.

Pembelajaran scientific merupakan pembelajaran yang mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun pengetahuan melalui metode ilmiah. Model pembelajaran yang diperlukan adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecapakan berpikir sains, terkembangkannya “sense of inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif siswa (Alfred De Vito, 1989). Model pembelajaran yang dibutuhkan adalah mampu menghasilkan kemampuan untuk belajar (Joice & Weil, 1996), bukan saja diperolehnya sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana pengetahuan, keterampilan, dan sikap itu diperoleh peserta didik (Zamroni, 2000 & Semiawan, 1998).

Pembelajaran scientific tidak hanya memandang hasil belajar sebagai muara akhir, namun proses pembelajaran dipandang sangat penting. Oleh karena itu pembelajaran scientific menekankan pada keterampilan proses. Model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains adalah model pembelajaran yang mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem penyajian materi secara terpadu (Beyer, 1991). Model ini menekankan pada proses pencarian pengetahuan daripada transfer pengetahuan, peserta didik dipandang sebagai subjek belajar yang perlu dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah seorang fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan kegiatan belajar. Dalam model ini peserta didik diajak untuk melakukan proses pencarian pengetahuan berkenaan dengan materi pelajaran melalui berbagai aktivitas proses sains sebagaimana dilakukan oleh para ilmuwan (scientist) dalam melakukan penyelidikan ilmiah (Nur, 1998), dengan demikian peserta didik diarahkan untuk menemukan sendiri berbagai fakta, membangun konsep, dan nilai-nilai baru yang diperlukan untuk kehidupannya. Fokus proses pembelajaran diarahkan pada pengembangan keterampilan siswa dalam memproseskan pengetahuan, menemukan, dan mengembangkan sendiri fakta, konsep, dan nilai-nilai yang diperlukan (Semiawan, 1992).

Model ini juga tercakup penemuan makna (meanings), organisasi, dan struktur dari ide atau gagasan, sehingga secara bertahap siswa belajar bagaimana mengorganisasikan dan melakukan penelitian. Pembelajaran berbasis keterampilan proses sains menekankan pada kemampuan peserta didik dalam menemukan sendiri (discover) pengetahuan yang didasarkan atas pengalaman belajar, hukum-hukum, prinsip-prinsip dan generalisasi, sehingga lebih memberikan kesempatan bagi berkembangnya keterampilan berpirkir tingkat tinggi (Houston, 1988). Dengan demikian peserta didik lebih diberdayakan sebagai subjek belajar yang harus berperan aktif dalam memburu informasi dari berbagai sumber belajar, dan guru lebih berperan sebagai organisator dan fasilitator pembelajaran.

Model pembelajaran berbasis keterampilan proses sains berpotensi membangun kompetensi dasar hidup siswa melalui pengembangan keterampilan proses sains, sikap ilmiah, dan proses konstruksi pengetahuan secara bertahap. Keterampilan proses sains pada hakikatnya adalah kemampuan dasar untuk belajar (basic learning tools) yaitu kemampuan yang berfungsi untuk membentuk landasan pada setiap individu dalam mengembangkan diri (Chain dan Evans, 1990).

Pendekatan scientific atau ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme pembelajaran untuk memfasilitasi siswa agar mendapatkan pengetahuan atau keterampilan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah (Kemdikbud, 2013).

Proses pembelajaran pada Kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan ilmiah. Proses pembelajaran harus menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Dalam proses pembelajaran berbasis pendekatan ilmiah, ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘mengapa’. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘bagaimana’. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik tahu tentang ‘apa’. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran semua mata pelajaran meliputi menggali informasi melalui pengamatan, bertanya, percobaan, kemudian mengolah data atau informasi, menyajikan data atau informasi, dilanjutkan dengan menganalisis, menalar, kemudian menyimpulkan, dan mencipta.

 

  1. Kriteria Pembelajaran Pendekatan Scientific

Proses pembelajaran dengan berbasis pendekatan scientific (pendekatan ilmiah) harus dipandu dengan kaida-kaidah pendekatan ilmiah. Pendekatan ini bercirikan penonjolan dimensi pengamatan, penalaran, penemuan, pengabsahan, dan penjelasan tentang suatu kebenaran. Dengan demikian, proses pembelajaran harus dilaksanakan dengan dipandu nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau kriteria ilmiah. Proses pembelajaran disebut ilmiah jika memenuhi kriteria seperti berikut ini.

  1. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata.
  2. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
  3. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
  4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran.
  5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
  6. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung-jawabkan.
  7. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.

 

  1. Langkah-langkah Pendekatan Scientific

Menurut Permendikbud no. 81 A Tahun 2013 lampiran IV tentang Pedoman Umum Pembelajaran dinyatakan bahwa Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:

1.      Mengamati

Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengamati adalah: membaca, mendengar, menyimak, melihat (tanpa atau dengan alat). Kompetensi yang dikembangkan adalah: melatih kesungguhan, ketelitian, mencari informasi.

Metode mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran (meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan  tertentu, seperti menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan tertantang, dan mudah pelaksanaannya. Tentu saja kegiatan mengamati dalam rangka pembelajaran ini biasanya memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak, dan jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.

Kegiatan mengamati dalam pembelajaran dilakukan dengan menempuh langkah-langkah seperti berikut ini.

  1. Menentukan objek apa yang akan diobservasi
  2. Membuat pedoman observasi sesuai dengan lingkup objek yang akan diobservasi
  3. Menentukan secara jelas  data-data apa yang perlu diobservasi, baik primer maupun sekunder
  4. Menentukan di mana tempat objek yang akan diobservasi
  5. Menentukan secara jelas bagaimana observasi akan dilakukan untuk mengumpulkan data agar berjalan mudah dan lancar
  6. Menentukan cara dan melakukan pencatatan atas hasil observasi , seperti menggunakan buku catatan, kamera, tape recorder, video perekam, dan alat-alat tulis lainnya.

Praktik observasi dalam pembelajaran hanya akan efektif jika peserta didik dan guru melengkapi diri dengan dengan alat-alat pencatatan dan alat-alat lain, seperti (1) tape recorder, untuk merekam pembicaraan; (1) kamera, untuk merekam objek atau kegiatan secara visual; (2) film atau video, untuk merekam kegiatan objek atau secara audio-visual; dan (3) alat-alat lain sesuai dengan keperluan.

Secara lebih luas, alat atau instrumen yang digunakan dalam melakukan observasi, dapat berupa daftar cek (checklist), skala rentang (rating scale), catatan anekdotal (anecdotal record), catatan berkala, dan alat mekanikal (mechanical device). Daftar cek dapat berupa suatu daftar yang berisikan nama-nama subjek, objek, atau faktor- faktor yang akan diobservasi. Skala rentang , berupa alat untuk mencatat gejala atau fenomena menurut tingkatannya. Catatan anekdotalberupa catatan yang dibuat oleh peserta didik dan guru mengenai kelakuan-kelakuan luar biasa yang ditampilkan oleh subjek atau objek yang diobservasi.

2.      Menanya

Kegiatan belajar menanya dilakukan dengan cara: mengajukan pertanyaan tentang informasi yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati (dimulai dari pertanyaan faktual sampai ke pertanyaan yang bersifat hipotetik). Kompetensi yang dikembangkan adalah mengembangkan kreativitas, rasa ingin tahu, kemampuan merumuskan pertanyaan untuk membentuk pikiran kritis yang perluuntuk hidup cerdas dan belajar sepanjang hayat.

Istilah “pertanyaan” tidak selalu dalam bentuk “kalimat tanya”, melainkan juga dapat dalam bentuk pernyataan, asalkan keduanya menginginkan tanggapan verbal. Bentuk pertanyaan, misalnya: Apakah ciri-ciri kalimat yang efektif? Bentuk pernyataan, misalnya: Sebutkan ciri-ciri kalimay efektif!

3.         Mengumpulkan informasi/ Eksperimen (Mencoba)

Mengumpulkan informasi/ eksperimen kegiatan pembelajarannya antara lain:

  1. melakukan eksperimen;
  2. membaca sumber lain selain buku teks;
  3. mengamati objek/ kejadian/aktivitas; dan
  4. wawancara dengan narasumber.

Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengumpulkan informasi/ eksperimen adalah Mengembangkan sikap teliti, jujur,sopan, menghargai pendapat orang lain, kemampuan berkomunikasi, menerapkan kemampuan mengumpulkan informasi melalui berbagai cara yang dipelajari, mengembangkan kebiasaan belajar dan belajar sepanjang hayat.

Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau autentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.

Agar pelaksanaan percobaan dapat berjalan lancar (1) Guru hendaknya merumuskan tujuan eksperimen yanga akan dilaksanakan murid, (2) Guru bersama murid mempersiapkan perlengkapan yang dipergunakan, (3) Perlu memperhitungkan tempat dan waktu, (4) Guru menyediakan kertas kerja untuk pengarahan kegiatan murid, (5) Guru membicarakan masalah yanga akan yang akan dijadikan eksperimen, (6) Membagi kertas kerja kepada murid, (7) Murid melaksanakan eksperimen dengan bimbingan guru, dan (8) Guru mengumpulkan hasil kerja murid dan mengevaluasinya, bila dianggap perlu didiskusikan secara klasikal.

4.      Mengasosiasi/ Mengolah informasi

Kegiatan belajar yang dilakukan dalam proses mengasosiasi / mengolah informasi sebagai berikut.

  1. mengolah informasi yang sudah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan/eksperimen mau pun hasil dari kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.
  2. Pengolahan informasi yang dikumpulkan dari yang bersifat menambah keluasan dan kedalaman sampai kepada pengolahan informasi yang bersifat mencari solusi dari berbagai sumber yang memiliki pendapat yang berbeda sampai kepada yang bertentangan.

Kompetensi yang dikembangkan dalam proses mengasosiasi/ mengolah inofrmasi adalah Mengembangkan sikap jujur, teliti, disiplin, taat aturan, kerja keras, kemampuan menerapkan prosedur dan kemampuan berpikir induktif serta deduktif dalam menyimpulkan.

Dalam kegiatan mengasosiasi/ mengolah informasi terdapat kegiatan menalar. Istilah “menalar” dalam kerangka proses pembelajaran dengan pendekatan ilmiah yang dianut dalam Kurikulum 2013 untuk menggambarkan bahwa guru dan peserta didik merupakan pelaku aktif. Titik tekannya tentu dalam banyak hal dan situasi peserta didik harus lebih aktif daripada guru.Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. 

Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat.Istilah menalar di sini merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran.Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif.Istilah asosiasi dalam pembelajaran merujuk pada kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori.

Bagaimana aplikasinya dalam proses pembelajaran? Aplikasi pengembangan aktivitas pembelajaran untuk meningkatkan daya menalar peserta didik dapat dilakukan dengan cara berikut ini.

  • Guru menyusun bahan pembelajaran dalam bentuk yang sudah siap sesuai dengan tuntutan kurikulum.
  • Guru tidak banyak menerapkan metode ceramah atau metode kuliah. Tugas utama guru adalah memberi instruksi singkat tapi jelas dengan disertai contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun dengan cara simulasi.
  • Bahan pembelajaran disusun secara berjenjang atau hierarkis, dimulai dari yang sederhana (persyaratan rendah) sampai pada yang kompleks (persyaratan tinggi).
  • Kegiatan pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati
  • Seriap kesalahan harus segera dikoreksi atau diperbaiki
  • Perlu dilakukan pengulangan dan latihan agar perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan atau pelaziman.
  • Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang nyata atau otentik.
  • Guru mencatat semua kemajuan peserta didik untuk kemungkinan memberikan tindakan pembelajaran perbaikan.

5.      Mengomunikasikan

Kegiatan belajar mengkomunikasikan adalah menyampaikan hasil pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis, atau media lainnya.  Kompetesi yang dikembangkan dalam tahapan mengkomunikasikan adalah Mengembangkan sikap jujur, teliti, toleransi, kemampuan berpikir sistematis, mengungkapkan pendapat dengan singkat dan jelas, dan mengembangkan kemampuan berbahasa yang baik dan benar.

Dalam kegiatan mengkomunikasikan dapat dilakukan pembelajaran kolaboratif.Pembelajaran kolaboratif merupakan suatu filsafat personal, lebih dari sekadar teknik pembelajaran di kelas-kelas sekolah. Kolaborasi esensinya merupakan filsafat interaksi dan gaya hidup manusia yang menempatkan dan memaknai kerja sama sebagai struktur interaksi yang dirancang secara baik dan disengaja rupa untuk memudahkan usaha kolektif untuk mencapai tujuan bersama.

Pada pembelajaran kolaboratif kewenangan guru dan fungsi guru lebih bersifat direktif atau manajer belajar.Sebaliknya, peserta didiklah yang harus lebih aktif.Jika  pembelajaran kolaboratif diposisikan sebagai satu falsafah peribadi, ia menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman sehingga memungkin peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tntutan belajar secara bersama-sama. 

 

  1. Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran Matematika

Penerapan pendekatan scientific dalam pembelajaran Matematika pada materi Pola Bilangan adalah sebagai berikut :

 

  1. Mengamati
  • Mencermati permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan pola bilangan. seperti menentukan pola selanjutnya dari deretan bola, kursi, stik, atau pola visual lainnya.

 

  1. Menanya
  • Menanya tentang penggunaan pola dalam kehidupan sehari-hari.
  • Menanya tentang konsep pola bilangan. Misal: bagaimana menerapkan memprediksi, kejadian, peristiwa berikutnya berdasar pola yang teramati?

 

  1. Mengumpulkan informasi
  • Menggali informasi tentang penggunaan pola dalam kehidupan sehari-hari
  • Menggali informasi tentang pola bilangan, pola geometris berdasarkan data yang disediakan
  • Menggali informasi aturan dari barisan bilangan dan barisan geometris berdasarkan data yang disediakan

 

  1. Menalar/Mengasosiasi
  • Menganalisis penggunaan pola bilangan dalam permasalahan sehari-hari
  • Mengganalisis generalisasi pola untuk menyelesaikan masalah
  • Menganalisis pola bilangan, barisan dan jumlah barisan berdasarkan hasil pengamatan
  • Menganalisis aturan dan kriteria suatu barisan
  • Menganalisis bentuk umum suatu pola ke-n
  • Menganalisis bentuk umum penjumlahan hingga pola ke-n

 

  1. Mengomunikasikan
  • Menyajikan secara tertulis atau lisan hasil pembelajaran, apa yang telah dipelajari, keterampilan atau materi yang masih perlu ditingkatkan, atau strategi atau konsep baru yang ditemukan berdasarkan apa yang dipelajari mengenai pola bilangan
  • Memberikan tanggapan hasil presentasi meliputi tanya jawab untuk mengkonfirmasi, sanggahan dan alasan, memberikan tambahan informasi atau melengkapi informasi ataupun tanggapan lainnya
    • Membuat rangkuman materi dari kegiatan pembelajaran yang telah diilakukan.

.

 

BAB III

PENUTUP

 

  1. Simpulan

Dari pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu :

  1. Pendekatan scientific atau ilmiah merupakan suatu cara atau mekanisme pembelajaran untuk memfasilitasi siswa agar mendapatkan pengetahuan atau keterampilan dengan prosedur yang didasarkan pada suatu metode ilmiah.
  1. Kriteria pembelajaran ilmiah yaitu :
  2. Substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu.
  3. Penjelasan guru, respon peserta didik, dan interaksi edukatif guru-peserta didik terbebas dari prasangka yang serta-merta, pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis.
  4. Mendorong dan menginspirasi peserta didik berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.
  5. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu berpikir hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu dengan yang lain dari substansi atau materi pembelajaran.
  6. Mendorong dan menginspirasi peserta didik mampu memahami, menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam merespon substansi atau materi pembelajaran.
  7. Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris yang dapat dipertanggung-jawabkan.
  8. Tujuan pembelajaran dirumuskan secara sederhana, jelas, dan menarik sistem penyajiannya.
  9. Langkah-langkah pendekatan scientific adalah sebagai berikut :
  10. Mengamati
  11. Menanya
  12. Mengumpulkan informasi
  13. Menalar/Mengasosiasi
  14. Mengomunikasikan.

.

  1. Kelebihan dan kekurangan pendekatan scientific yaitu :

Komponen

Kekuatan

Kelemahan

Mengamati

-          Peserta didik senang dan tertantang,

-           Memfasilitasis peserta didik bagi pemenuhan rasa ingin tahu peserta didik, dan peserta didik dapat menemukan fakta bahwa ada hubungan antara obyek yang dianalisis dengan materi pembelajaran yang digunakan oleh guru.

-           Peserta didik diharapkan dapat menyajikan media obyek secara nyata,

-          Dalam prosesnya, peserta didik seringkali acuh tak acuh terhadap fenomena alam.

-          Motivasi peserta didik rendah,.

-          Memerlukan waktu persiapan yang lama dan matang, biaya dan tenaga relatif banyak,

-          Jika tidak terkendali akan mengaburkan makna serta tujuan pembelajaran.

Menanya

-          Bertanya, membuat peserta didik proaktif dalam mencari pembuktian atas penalarannya. Hal ini memicu mereka untuk bertindak lebih jauh ke arah positif seperti keinginan yang tinggi untuk membuktikan jawaban atas pertanyaannya.

-          Membangkitkan rasa ingin tahu, minat, dan perhatian  peserta didik tentang suatu tema atau topik pembelajaran.

-           Mendorong dan menginspirasi peserta didik untuk aktif belajar, serta mengembangkan pertanyaan dari dan untuk dirinya sendiri.

-           Mendiagnosis kesulitan belajar peserta didik sekaligus menyampaikan ancangan untuk mencari solusinya.

-           Menstrukturkan tugas-tugas dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan sikap, keterampilan, dan pemahamannya atas substansi pembelajaran yang diberikan.

-           Membangkitkan keterampilan peserta didik dalam berbicara, mengajukan pertanyaan, dan memberi jawaban secara logis, sistematis, dan menggunakan bahasa yang baik dan benar.

-           Mendorong partisipasi peserta didik dalam berdiskusi, berargumen, mengembangkan kemampuan berpikir,  dan menarik  simpulan.

-           Menumbuhkan sikap keterbukaan untuk saling memberi dan menerima pendapat atau gagasan, memperkaya kosa kata, serta mengembangkan toleransi sosial dalam hidup berkelompok.

-           Membiasakan peserta didik berpikir spontan dan cepat, serta sigap dalam merespon persoalan yang tiba-tiba muncul.

-           Melatih kesantunan dalam berbicara dan membangkitkan kemampuan berempati satu sama lain.

 

-          Jenis pertanyaan kadang tidak relevan.

-          Kualitas pertanyaan peserta didik masih rendah.

-           Kemampuan awal menjadi tolak ukur peserta didik untuk bertanya sehingga intensitas bertanya dalam kelas sangat bergantung pada kemampuan awal yang didapat dari jenjang atau materi sebelumnya.

-           Tidak semua peserta didik memiliki keberanian untuk bertanya.

-          Terkadang peserta didik  beranggapan bahwa bertanya berarti cenderung tidak pintar

Mengumpul-kan informasi

Melatih siswa mencari tahu informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber yang ada yang berkaitan dengan masalah/materi

-          Peserta didik  terkadang menemukan informasi yang tidak berhubungan dengan materi

-          Peserta didik terkadang malas untuk mencari informasi karena sudah terbiasa mendapatkan informasi langsung oleh guru

-          Keterbatasan media/sumber informasi, misalnya tidak ada jaringan internet di lingkungan siswa.

   

Menalar/ Mengasosiasi

-          Melatih siswa untuk mengkaitkan hubungan sebab-akibat

-          Merangsang peserta didik untuk berfikir tentang kemungkinan kebenaran dari sebuah teori.

-           Peserta didik terkadang malas untuk menalar sesuatu karena sudah terbiasa mendapatkan informasi langsung oleh guru.

Mengkomunikasikan

-          Peserta didik dilatih untuk dapat bertanggung jawab atas hasil temuannya.

-          Peserta didik diharuskan membuat/menyusun ide gagasannya secara terstruktur agar mudah disampaikan

-          Tidak semua peserta didik berani menyampaikan ide gagasan atau hasil penemuannya

-          Tidak semua peserta didik pandai dalam menyampaikan informasi

 

  1. Saran

Dengan dilaksanakannya Kurikulum 2013 yang menggunakan pendekatan scientific dalam pembelajaran, guru diharapkan mampu melaksanakan pendekatan scientific dengan maksimal agar hasil pembelajaran meningkat secara optimal.

Pendekatan scientific  merupakan hal yang baru dan menjadi keunggulan Kurikulum 2013, akan tetapi tidak menjamin Kurikulum 2013 dapat memunculkan generasi brilian dan berakhlak baik karena, kunci keberhasilan Kurikulum 2013 adalah guru. Gurulah yang nantinya akan mementukan apakah dapat menerapkan pendekatan tersebut atau hanya mengulang pendekatan tradisional yang sudah dijalaninya bertahun-tahun, maka diharapkan agar guru benar-benar menerapkan pendekatan scientific bukan hanya tertulis di  RPP saja tetapi benar-benar diterapkan dalam kegiatan pembelajaran.

 

  

DAFTAR PUSTAKA

 

Asmara, Yanuar (2015). Kekuatan dan Kelemahan Pendekatan Scientifik, didapat dari http://yanuarasmara.blogspot.com/2015/01/kekuatan-dan-kelemahan-pendekatan.html

Atsnan, M.F. & Gazali, R.Y. (2013) . Penerapan Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran matematika SMP Kelas VII Materi Bilangan (Pecahan), didapat dari http://eprints.uny.ac.id/10777/

Bell, F.H. (1978). Teaching and Learning Mathematics. Iowa:WBC

Chambers, Paul. (2007). Teaching Mathematics: Developing as A Reflective Secondary Teacher. Thousand Oaks, CA: Sage Publication Inc.

Kemdikbud. (2013). Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta :Kemdikbud

Kemdikbud. (2013). Kompetensi Dasar Matematika SMP/MTs. Jakarta :Kemdikbud

Kemdikbud. (2013). Pembelajaran Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika (Peminatan) Melalui Pendekatan Saintifik. Jakarta: Kemdikbud

Kemdikbud. (2013). Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta: Pusbangprodik

Kemdikbud. (2014). Materi Pelatihan  Implementasi Kurikulum 2013 Tahun Ajaran 2014/2015 Mata Pelajaran Matematika SMP. Jakarta: Kemdikbud

Kemdikbud. (2014). Permendikbud nomor 58 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 SMP/MTs. Jakarta: Kemdikbud

Khasanah, Umi (2014) , Penerapan Pendekatan Scientifik dalam Pembelajaran didapat dari  http://umikhasanah49.blogspot.com/2014/05/bab-i-pendahuluan-1.html

Wadsworth, Barry J., (1984). Piaget’s Theory of Cognitive and Affective Development (3rd edition). NY: Longman Inc.

Yusuf. (2014). Keunggulan Kurikulum 2013: Konsep Pendekatan Scientific, didapat dari http://www.tintaguru.com/2014/07/keunggulan-kurikulum-2013-konsep.html

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun