Mohon tunggu...
Dyah Pratitasari
Dyah Pratitasari Mohon Tunggu... profesional -

Full time Mama | Breastfeeding Counsellor | Serves Preggos | Holistic Life Runner | pritazamzam@gmail.com | FB: Dyah Pratitasari | Twitter: @PritaZamZam\r\n

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Kelahiran Joserizal Zam Zam: Sebuah Catatan

14 September 2011   10:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:58 2397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sesi relaksasi, afirmasi, visualisasi, menjadi saat-saat istimewa yang mengisi hari-hari kami. Velma, si Kakak, tak ketinggalan berpartisipasi. Biasanya, sambil menunggu si Papa pulang kerja, kami berdua senam, yoga, atau nge-dance bareng. Mulai dari tarian lembut diiringi lantunan shalawat Habib Assegaf, musik instrumental, lagu mantram Gayatri, hingga yang agak "pecicilan" bersama lagu-lagu milik Black Eyed Peas. Velma juga yang menyemangati saya untuk rajin melakukan pelvic rocks, sebagai cara untuk mempermudah membukanya jalan lahir di hari persalinan nanti. Sungguh, saat itu, gentle birth; persalinan yang berjalan lembut, santun, penuh cinta, dan sealamiah mungkin, seolah menjadi sebuah cita-cita yang begitu ingin kami raih.

Manusia berusaha, Tuhan menentukan. Selain yang sudah kami usahakan tadi, selebihnya, semua kami ikhlaskan padaNya. Saya yakin, kalau Allah ridha, dan gentle birth ini memang benar-benar membawa kebaikan bagi bayi kami, bagi kami semua, Ia akan memudahkan…dan mempertemukan kami dengan orang-orang yang sejalan.

...

“Kamu nggak percaya sama dokter?”, tanya seorang kawan.

Tentu saja, percaya.

Sejak awal kehamilan hingga H-1 persalinan, saya mempercayakan perawatan antenatal pada seorang dokter wanita, yang dulu menangani kehamilan dan persalinan Velma. Ia seorang dokter senior yang sabar, dan sangat pro-kelahiran normal. Obat dan suplemen pun, tidak akan ia resepkan jika saya tidak memerlukan.

Soo… kurang apa lagi?

beberapa referensi menyebutkan, awal mula bergesernya paradigma kita tentang kesehatan - termasuk persalinan, evolusi posisi bersalin, serta aspek lain yang menyertainya- sedikit banyak disebabkan oleh “dosa awal” Descartes, seorang cendekia yang memilah tubuh manusia dan mempelajarinya sedetil mungkin, dengan paradigma ilmu eksakta. Tubuh manusia pun, sejak itu, mulai dipandang seperti mesin, seolah bisa dipreteli satu per satu. Nilai tubuh manusia menyusut. Terpisah-pisah antara mind, body, dan spirit-nya.

Berkaca pada pengalaman melahirkan Velma, di rumah sakit, secara pribadi saya merasa lingkungannya kurang kondusif untuk gentle birth karena rumah sakit seolah dirancang untuk “melakukan tindakan”, dan semua sudah memiliki sistem yang baku. Saat saya datang pagi, sekian jam belum ada pembukaan yang cukup, prosedur selanjutnya adalah induksi. Sekian jam lewat, jika target induksi tidak tercapai, prosedur lainnya sudah menanti. Dokter saya pro-normal, namun ia tidak stand by di rumah sakit. Ia baru hadir saat pembukaan sudah lengkap. Sementara lingkungan tempat saya menghabiskan pembukaan demi pembukaan tersebut sangat tidak bersahabat. Mulai dari suasana yang dingin, perawat yang bolak-balik, suara rintihan dan teriakan pasien sebelah, hingga ledekan dari bidan saat saya meneteskan air mata, teringat almarhum Mama. "Belum apa-apa kok udah nangis sih, Bu...," tuturnya. Meski, saya tahu, niatnya hanya becanda. Saya juga salah. Karena kurang ilmu, sudah kadung panik dan buru-buru nginep di rumah sakit walau masih pembukaan tiga. Akibatnya, saya terintimidasi waktu. Saya juga tidak siap dengan sensasi demi sensasi yang hadir dari tubuh saya sendiri. Karena stres, pembukaan berjalan lambat. Kekecewaan saya bertambah manakala saya tahu, Velma tidak menjalani IMD dengan benar. Ia juga diberi susu formula tanpa sepengetahuan kami, saat berada di ruang bayi.

Menjelang kelahiran kelahiran Jose, anak kedua, saya memeriksakan diri ke RS. Meskipun saat itu sudah mempersiapkan diri terhadap kemungkinan melahirkan di rumah, dan membuat birth plan berisi to do list terhadap berbagai macam kemungkinan -termasuk kondisi darurat- faktanya saya masih bermaksud menjadikan rumah sakit langganan sebagai pilihan pertama.

Ternyata dokter saya sedang ada acara di luar kota. Saya memeriksakan diri ke dokter lain yang ada. Waktu itu, berdasarkan pemeriksaan USG, ia mengatakan bahwa cairan ketuban saya masih banyak dan jernih, plasenta bagus, tidak ada lilitan tali pusat, posisi bayi sudah masuk rongga panggul, detak jantung bayi normal dan stabil, begitu juga dengan tekanan darah saya. semua OK. Ia mengatakan “semua baik-baik saja”, namun menariknya, di saat yang sama melarang  saya untuk pulang. Menurutnya, kondisi saya akan dikonsultasikan terlebih dahulu ke dokter yang biasa memeriksa saya. “Siapa tahu beliau minta Anda diinduksi, karena sekarang sudah HPL dan bayi belum lahir juga”, jelasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun