yusuft282c
#Basement; Sebuah Intermezzo
Menelusuri panjangnya jejak perpustakaan kampus Universitas Syiah Kuala (USK), mungkin sama panjangnya dengan kisah sejarah kehadiran Universitas Syiah Kuala-Unsyiah itu sendiri. Bermula pada 21 April 1958 ketika para tokoh Aceh menggagas berdirinya perkampungan pelajar, mahasiswa dan lahirnya sebuah universitas untuk Nanggroe Aceh Darussalam. Selaras dengan gagasan itu, pada 29 Juni 1958, Penguasa Perang Daerah Istimewa Aceh membentuk Komisi Perencana Dan Pencipta Kota Pelajar Mahasiswa. Kemudian ditabalkan nama kepadanya Kota Pelajar Mahasiswa (Kopelma) Darussalam. Bagi mereka yang lahir di era 1970- an kata Kopelma bukan sesuatu yang asing, bahkan sangat lekat dalam benak.
Tugu Darussalam mewakili sebutan Darussalam ( Dar- es salam) yang bermakna Kota Yang Damai. Bagi anak-anak millenia, mungkin tugu itu mereka kenal, tidak lebih dari penanda kampus atau mungkin tempat bermain.
Bagi generasi baheula temaran kuning lampu neon mampu membangkitkan nostalgia Kopelma, terasa hidup seperti masih di masa awalnya.
Gedung Pustaka USK pada awalnya adalah bagian sisi timur dari gedung fakultas ekonomi. Bangunan besar mirip aula itu memang menjadi ruang penampung berbagai koleksi buku dengan beragam judul dan topik yang dapat dinikmati oleh semua 'pemustaka' dari lintas fakultas di USK.
Istilah pemustaka bagi pengunjung perpusatakaan ini sebenarnya penjabaran dari UU No. 43 tahun 2007 tentang perpustakaan, yang mengukuhkan kedudukan dan sebutan pengguna perpustakaan menjadi pemustaka
Sisi paling menarik dari pemutakhiran Perpustakaan USK adalah fungsinya yang tidak lagi cuma menjadi 'ruang baca', perpustakaan tak lagi sekedar sebuah perpustakaan.Â
Pelayanan berubah secara signifikan dan waktu pelayanan sirkulasi juga menjadi lebih cepat dan singkat, sehingga tugas, fungsi, hak, dan kewajiban serta kedudukan pengelola perpustakaan dengan semua fungsinya makin profesional.
Dulu setiap kali masuk perpustakaan kita diharuskan menuliskan nama dalam daftar kunjungan pustaka. Menuliskan nama, terkadang bukan nama asli, mungkin nama alias atau nama sembarang, yang penting asal ada.Â
Selain itu tindak kejahatan perpustakaan alias pencurian buku juga bisa dengan mudah dilakukan. Meskipun tas dimasukkan dalam loker penitipan, tapi jaket, kaos, kemeja masih bisa menjadi alat pendukung pencurian.Â