Tentu saja foto itu tidak hanya menjadi sebuah kenangan penting, namun menjadi wujud momentum kerjasama bilateral. Sekaligus menyakinkan kepedulian kita menjadikan perpustakaan USK menjadi pustaka penting suatu ketika.Â
Dengan kualitas koleksinya, kualitas layanan, dengan kehangatan keakraban dan fasilitas yang menjadikannya tidak jauh berbeda dengan perpustakan hebat yang telah menjadi idola dan buah bibir dunia. Tentu ini bukan sebuah impian muluk, buktinya kita sudah memulainya.
semua berharap, suatu ketika kita juga akan menemukan berbagai kitab-kitab penting Aceh, melalui kerjasama dengan Pustaka Tanoh Abee, misalnya yang menjadikan perpustakaan USK tidak hanya penyimpan koleksi buku namun mungkin juga sebuah institusi yang meng-back up berbagai litera lawas Aceh yang mesti harus kita selamatkan sebelum terlambat.
Ketika tsunami raya, saya tiba-tiba teringat bagaimana nasib koleksi Pustaka Tanoh Abe, selamatkah?. Hal itu bermula  karena saya pernah berdiskusi dengan Pak Anthony Reid, seorang Ahli kebudayaan Asia Tenggara.Â
Beliau menantang kami ketika itu untuk mengumpulkan intisari manuskrip Aceh, terlepas dari konteks positif negatif, gagasannya adalah sebuah cemeti bagi kita.Â
Bahwa orang luar saja begitu peduli dengan asal muasal sejarah kita mengapa kita justru berada dibelakang mereka?. Harapan ini tentu saja pastilah sudah dipikirkan oleh para pengeloa perpustakaan Unsyiah.
Ruang kerjasama Korea dan India itu langsung mengingatkan saya pada peristiwa penting itu. Melalui ruang sederhana itu, Korea-Aceh akan menjalin ingatan positif.
Lantai dua juga menawarkan berbagai koleksi thesis, disertasi dan makalah ilmiah yang menjadi koleksi unsyiah. Koleksi itu masih terus bersambung di lantai tiga yang makin melengkapi kebutuhan para mahasiwa.Â
Tentu saja kita berharap suatu ketika karya-karya mahasiswa yang bersumber pada kajian serius dan menarik dapat dibukukan. Sehingga ada dua arah, membaca menulis dan mempublikasikan, menjadi budaya baru melalui perpustakaan Unsyiah. Sehinga skripsi tidak lagi hanya terbengkalai menjadi koleksi biasa dan sia-sia.Â
Apalagi thesis dan disertasi yang bisa menjadi rujukan bagi semua pihak yang berkepentingan dengan ilmu pengetahuan, memutahirkan ilmu atau sekedar mencari referensi mencari ide dan gagasan baru bagaimana membangun Aceh melalui litera yang ada dikampusnya.Â
Melalui publikasi itu para penulis dan pegagas ide akan bertemu dengan pelaku di pemerintahan menjadi hubungan positif simbiosis mutualis.
#3 Third Floor; Merawat Karya Litera