Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Membuat Peta Masa Depan Anak Dengan Langkah Sederhana

3 Januari 2022   08:47 Diperbarui: 5 Januari 2022   20:00 964
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orami

baby-boss-gambar-5-61d28c534b660d708a0138c4.jpg
baby-boss-gambar-5-61d28c534b660d708a0138c4.jpg
kibrispdr.id

Masih ingat apa jawaban anak-anak ketika ditanya cita-citanya?. mau jadi Presiden!. Itu seminggu yang lalu, dan minggu berikutnya, apa cita-citamu nak?. Mau jadi Youtuber!!, kali ini lebih bersemangat dari biasanya. 

wonderfullinfo
wonderfullinfo

Bagaimana cita-cita bisa berubah dalam hitungan hari, sedangkan cita-cita itu adalah jati diri dan gengsi kita di masa depan. Ketika dulu bermimpi jadi dosen dan sekarang tercapai, inilah kita-seorang dosen, dengan segala kebanggaan.

Tapi begitulah nikmatnya menjadi anak-anak, dengan dunia 'semaunya", termasuk soal cita-cita. Kata orang bijak sebuah keberhasilan bisa dimulai dari sebuah cita-cita dan impian, dengan satu syarat mudah, "harus segera bangun dari tidur!", karena impian tidak akan ada bentuknya jika terus-terusan terjadi dalam kondisi tidur.

Langkah Merancang Masa Depan

Lantas, bagaimana jika impian itu dibuat serius. Bisakah impian atau cita-cita dirancang atau dipetakan?. Agar kita tidak terlambat dan terpaksa memakai jargon, "Life Begins at fourty" dalam arti yang berbeda. 

Jika dimaknai, kita bekerja keras dan di umur 40 tahun menikmati semua jerih payah, plesiran, baca buku akhir tahun seperti Bill Gates si triliuner, jelas itu berkah. Tapi kalau yang terjadi sebaliknya, mulai bekerja keras sejak umur 40 tahun, kapan bersenang-senangnya, kapan menikmati hidup. 

Minimal jika kantong dan tabungan tidak tebal, kita tak perlu harus berjibaku kerja, kerja, dan kerja, seperti  pesan  Presiden Jokowi untuk Indonesia. Bahkan kabinetnya pun dinamai Kabinet Kerja,  Kerja dan Kerja juga, dengan simbolisasi lengan baju yang "dilinting".

 "Pemetaan pikiran", eskipun hanya baru rencana berasal dari pikiran yang dipetakan, ternyata dampaknya sungguh menakjubkan. 

Sederhananya, seperti ketika kita akan menulis, tanpa bahan apapun, kita memulainya dengan sebuah "peta'. Dimulai dari membangun gagasan tulisan apa yang paling menarik diantara yang ter, melalui bangunan segitiga prioritas. 

Ketika ingin menulis tentang, busway, di bagian bawah segitiga pemetaan akan kita pilih; Busway moda baru penghilang macet. Apa ada yang lebih menarik?. jika ada masukkan di dalam lapisan kedua segitiga pemetaan; Para perempuan tangguh di balik kemudi busway. Masih ada yang lebih menggoda pembaca?. Lalu pikiran kita mengarahkan idenya pada; Dunia "Gelap" busway yang tidak  kita ketahui". Baca disini

Begitulah sebuah gagasan digerakkan, dan dipetakan untuk mendapatkan sesuatu yang paling penting dan urgen sebagai output.

Inilah menariknya gagasan pemetaan ini. Utamanya jika kita gunakan sedini mungkin pada anak-anak kita. Bukan berarti kita yang sudah gaek tidak berhak lagi merancang masa depan (yang terlambat). 

Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Ada tipsnya. baca disini.

Cara yang sama juga kita gunakan untuk merancang masa depan kita.

Resolusi Tahunan Juga Peta

Pernahkah kita membuat resolusi untuk diri sendiri, atau resolusi kolaborasi dengan pasangan tercinta, atau dengan anak?. Mengapa dan bagaimana anak dilibatkan dalam pembuatan resolusi, dan apa manfaatnya?.

Ketika membuat sebuah resolusi, sebenarnya kita sedang mengajarkan sebuah rencana, planning, dalam hidup kita kepada anak-anak dan juga diri sendiri. 

Ketika memutuskan akan membangun rumah di  tahun depan, apa harapannya dan apa tindakan kita paling realistis untuk mewujudkannya. 

Bisa jadi meskipun tidak membangun bisnis baru, atau bahkan ketika memutuskan meminjam dana renovasi rumah, akan diikuti dengan rencana lain untuk mendukung. 

Misalnya akan bekerja lebih keras, akan mencapai target prestasi di kantor untuk target maupun untuk posisi baru. Atau bahkan akan diikuti dengan "joint bisnis" dengan rekan, demi cita-cita sebuah "rumah Baru".

Intinya kita tak mau ada  target, tapi justru menciptakan bencana baru, seperti hutang bank yang tertunggak karena angsurannya melebihi 30 persen dari pendapatan kita.

Apa pentingnya bagi kita di masa depan?. Jika selama ini kita mengontrak rumah, cita-cita itu berarti harapan untuk punya rumah tinggal sendiri. Jika evaluasi di akhir tahun ternyata hanya menghasilkan tambahan tabungan, hanya bisa membeli sepetak tanah bakal rumah, atau bahkan baru bisa membangun sebuah "rumah tumbuh", bukankah itu pencapaian?.

Tahun depan bisa dilanjutkan dengan cita-cita baru, sekedar merenovasi rumah, melengkapi interior. intinya ada "kebebasan baru" daripada mengontrak rumah.

Hasil resolusi itu bisa tunjukkan kepada anak-anak,  bahwa rumah kita saat ini adalah "buah" dari resolusi tahun kemarin. sehingga ketika anak-anak di ajak merancang sebuah cita-cita mereka akan melihat bukti rielnya.

Memetakan Cita-Cita Anak

Jika resolusi itu spesifik kita tujukan bagi anak-anak kita. Kita tak hanya sekedar merancang resolusi, banyak hal yang harus dipertimbangkan;

Temukan minat bakat anak

Setiap anak memiliki kelebihan tersendiri yang harus kita gali. Minat dan bakat anak meskipun sederhana adalah sebuah asset penting. Perhatikan ketika anak-anak menggambar, setiap tarikan garis, karakter tokoh, memiliki cita rasa sendiri. Aelita Andre contohnya, pelukis cilik asal Australia, yang lukisannya bernilai jutaan dollar. 

Sedari awal kita amati apa yang menjadi minat atau minimal apa kesukan anak-anak. Apakah unggul urusan literasi, jago bidang numerasi, seni, penguasaan alat musik, atau olah raga. Meskipun akan tetap berubah mengikut mood anak-anak, namun setidaknya kita bisa mendiskusikannya, mengamatinya lebih intens, dengan waktu yang luang, dan fleksibel.

Buat Resolusi Sederhana

Apa langkah berikutnya?. Ajak anak membuat rencana. dan gunakan rencana paling sederhana, mudah dipahami dan dibreakdown ke dalam rencana-rencana kecil.

Setiap tahapan itu harus mudah diekseskusi layaknya kegiatan harian, sehingga anak-anak tidak merasa sedang berada dalam pemetaan cita-citanya. 

Ketika orang tua mendorong anak-anak untuk kursus, belajar  musik, tidak  lagi sekedar agar anak-anak dianggap cerdas jtapi kegiatan itu bagian dari rencana besar cita-citanya. 

Rencana itu harus mudah dipahami dan dijalankan. Rencana itu harus sebuah rencana jangka panjang. Bisa dievaluasi setiap kali, dengan mengikuti tren atau perubahan yang ada, selama tidak menyimpang dari rencana besar. Misalnya jika anak-anak ingin menjadi seorang dokter, maka konsentrasi penguatan harus di bidang eksakta. 

Dengan catatan semuanya harus sesuai minat dan pasion anak-anak. Kesehatan anak-anak harus mendapat perioritas, karena itu merupakan salah satu prasyarat sebagai dokter.

Gunakan Reward 

Setiap pencapaian harus ada penghargaan, bukan hukuman. Anak-anak akan lebih menghargai reward, sebagai stimulan positif membangun masa depannya. Bahkan orang tua harus mulai membiasakan diri menerima kenyataan nilai anak, meski tak terbaik di kelas atau disekolah, namun memilik kelebihan yang bisa menjadi trigger atau pemicu positif bagi masa depannya. 

Seperti sifat kepemimpinan yang menonjol diantara teman-temannya. Kemampuan berkomunikasi yang baik. Kemampuan berorasi di forum yang besar, kemampuan membuat rencana yang detail dan terukur. Kemampuan itu adalah sebuah "harta karun", sekalipun ia tidak juara di kelas.

Lakukan Do-Chek- Evaluasi, 

Hal ini untuk memastikan kita telah menjalankan rencana secara konsistensi dengan komitmen kuat di jalan yang tepat. Pastikan kita berusaha menjalankan rumusn the right man on the right way. Evaluasi harian maupun berkala bisa kita lakukan. Dengan cara sesantai mungkin, dengan "bermain sambil -Berresolusi".

Siapkan Resolusi Dukungan Dari Orang tua

Sebenarnya dukungan orantua tidak harus bikin sakit kepala. Kita harus mensinkronisasi antara target anak dan rencana kita. Sebagai contoh, kita bisa menyiapkan  dana pendidikan yang kita gabungkan dengan asuransi kesehatan. Sehingga dalam sekali dayung dua tiga pulau terlampui.

Jika dalam prosesnya anak-anak mengalami kejadian seperti sakit, ada kompensasi asuransi yang siap meng-covernya. Begitu juga ketika sampai waktunya anak-anak membutuhkan dana pendidikan, investasi kita yang akan siap membantu mewujudkan cita-citanya.

Dengan langkah cerdas ini, kita bisa mendapatkan gambaran sejak awal,  hendak menjadi apa anak-anak kita, bagaimana mereka mencapainya, apa rencan kita mendukungnya. 

Bahkan  jika kita memimpikan anak-anak bersekolah di luar negeri sekalipun, bisa dilakukan selama resolusi yang kita rencanakan setiap tahun adalah sebuah resolusi terintegrasi. Bukan sebuah resolusi parsial atau remporary, hanya khusus satu tahun saja, tanpa rencana jangka panjang.

Sudah saatnya kita merubah mindset, bingung membawa anak ke masa depan, dan membiarkan anak-anak sendiri menentukan masa depan menurut cara dan bagaimana nasib akan membawanya.

Perbaharui dan evaluasi rencana

Diakhir tahun selain membuat resolusi baru-lanjutan resolusi sebelumnya, kita juga mengajak anak-anak berdiskusi sambil menikmati liburan, atau selesai  rehat di waktu yang paling santai. Ini cara kita memperoleh input dan menghasilkan output yang lebih oke. Buatlah report dengan sebuah pesta kecil perayaan, Untuk mengingatkan dan mengabarkan inilah capaian prestasi mereka tahun ini. Bukankah seru menikmati tahun baru dengan capaian baru?.

Referensi: 1, 2, 3, 4

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun