Mohon tunggu...
wahyu triatno
wahyu triatno Mohon Tunggu... Pencari nafkah keluarga -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Maestro

5 Februari 2018   19:52 Diperbarui: 5 Februari 2018   20:08 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar terkait/wallpaperscraft.com

Kica, kica. Jadi anak kok seneng banget berantem. Mamanya cuma bisa  geleng-geleng kepala dan mengurut dada setiap kali Kica pulang sekolah  dengan wajah lebam. Habis mau gimana lagi? beginilah resikonya jika anak  sejak kecil di perkenalkan dengan bela diri. Ketika Kica masuk TK,  sudah di ikutkan karate, saat SD masuk Jujitsu, Kelas 3 SD daftar Kempo,  SMP Kica ikut Taekwondo. 

Saat Mama Kica sadar bahwa hal itu ternyata  berpengaruh buruk untuk perkembangan Kica, Mama memberhentikan semua  kegiatan fisik yang Kica tekuni. Tapi memang dasarnya bandel atau memang  sudah jatuh cinta, Kica secara sembunyi-sembunyi tetap aktif berolah  kanuragan. Kabarnya setelah itu dia mendalami Aikido dan Kungfu.

Saat  pertama kali masuk SMP itulah reputasi Kica di dunia persilatan  dimulai. Sehari masuk SMP, Kica langsung jotos-jotosan dengan anak kelas sebelah. Masalahnya sih sepele, Kica dituduh naksir Reni, temen  sekelasnya yang memang manis. Hasilnya, belum sempat belajar, Kica sudah  pindah dari sekolah itu. Setahun kemudian saat Kica naik kelas 2 di SMP  Permata, Kica dikeluarkan lagi setelah tertangkap basah berantem di  kantin. 

Lalu dikeluarkan dari SMP Selasih, satu jam setelah  pukul-pukulan saat upacara sekolah hari senin. Lalu dipecat dari SMP  Maritim, lalu ditendang dari SMP Jaya Kusuma. Untung aja Mama Kica sabar  dan tabah menghadapi keras hati anak bungsunya. Dengan susah payah Kica  lulus SMP dan akhirnya masuk ke sekolah lanjutan. SMA 99.

Begitulah  Kica. Nggak pernah absen dalam pertempuran. Setiap kali ada  permasalahan, Kica pasti ada ditengah-tengahnya. Nggak peduli siapa yang dia hadapi, Nggak peduli siapa yang menghalangi.

Pernah suatu  saat sewaktu Kica kelas 1 SMA, Kica kedapetan musuh dari perguruan SBS  (Silat-Berdoa-Selamat). Saat pertarungan dimulai, Kica terheran-heran  bercampur kagum dengan orang yang ingin dipukulinya sebentar lagi.  Betapa tidak, awalan dan kuda-kudanya banyak banget! Liuk sana-liuk sini  nggak bisa diem. Bener-bener sangat atraktif sambil nggak berhenti  komat-kamit. Kica jadi penasaran apa yang akan terjadi sesudah itu. Lalu  tiba-tiba musuh itu berhenti bergerak, kedua tangannya mengambang di  udara dengan salah satu kaki terangkat (coba kedua kakinya melayang,  Kica pasti tepuk tangan). 

Detik demi detik berlalu. Si musuh nggak  bergeming. Bisa sampe sore nggak selesai nih pikir Kica. Lagipula nggak  seru kalo si musuh kalah karena lelah dengan ulahnya sendiri. Kica  mengepalkan tinjunya, berinisiatif maju menyerang. Hanya terkait dua langkah lagi sebelum bogem mentah Kica mendarat dimukanya, tiba-tiba..  JELEDARRR!! Kica kontal 5 meter dan dengan sukses nyusruk ke  semak-semak, pingsan nggak bergerak.

Esok harinya, setelah Kica  selesai mengurut bahunya dan memecahkan misteri yang menyelubungi  pertempurannya waktu itu, Kica menantangnya untuk duel kembali. Kica  memang nggak pernah puas kalo nggak menang. Apalagi jika kalah dengan  hasil penasaran. Hasil akhirnya : Si musuh dihabisi sebelum selesai  komat-kamit. Kica tidak membiarkan si musuh mengeluarkan jurus 'angsa  tidur berdiri' yang membuatnya nyusruk tempo hari.

Tapi jangan  salah. Kica berantem selalu ada dasarnya. Dia paling nggak bisa melihat  orang, apalagi temannya, di zolimi begitu saja. Hampir semua lawannya  memang preman-preman belagu yang suka petentang-petenteng nggak jelas.  Kojak yang sering dagang Inex dan Lexo, di babat abis. Jekson yang  sering bagi-bagi gele a.k.a cimeng, di jenggut-jenggut sampai  manggil-manggil emaknya. 

Dhino si tukang palak juga masuk hitungan, di  bejek-bejek!. Rhino yang tukang gencet adik-adik kelas juga ditampar  bolak-balik atas-bawah nggak ngelawan. Dion, Budi dan Jayen, Trio Macan Kemayoran, juga kapok setelah berurusan dengan Kica. Dion di cuci, Budi  di bilas, Jayen di Jemur! Karena itu, biar sering berantem dan langganan tetap Ruang BP, dalam hati guru-guru, Kica jadi aset berharga di  sekolah. Keamanan tanpa bayaran. Jadi Pak Robert Lumban Gaol cuma  pura-pura marah dengan gaya Bataknya : "Ngana ja berantem malulu jo!"  Itu Batak apa Manado

Pernah suatu ketika, Indri teman kelasnya,  di tampar Boy, pacarnya. Gara-garanya Indri pergi ke Dufan nggak bilang  sama Boy. Jadi setelah perdebatan sengit, Muka Indri memerah karena  tamparannya. Paginya, Boy ditempeleng sampai jatuh dari sepeda motor  oleh Kica. "Heh, Kalo berani jangan sama perempuan! Banci lu!" Kata Kica  waktu itu. Siang itu juga Kica dicegat Boy dan kedua kakaknya yang anak  kuliahan. Tapi akhirnya mereka lari tunggang langgang setelah  dipecundangi Kica. "Besok gue tunggu. Bawa Bokap lu sama ponakan-ponakan  lu sekalian!" Teriak Kica.

Biar sering berantem, Kica paling  anti senjata tajam. Bukan takut, melainkan waspada. Walaupun kata orang  Kica punya sembilan nyawa, Kica tetap menjaga tidak satupun nyawa yang  meninggalkan dirinya. Paling-paling dia selalu bawa Toya yang bisa di  pisah-pisah sebagai tandingan jika si musuh bawa belati, pisau, clurit,  kampak atau pedang. Gile anak SMA sekarang! Setelah senjata mereka bisa  di lucuti, baru Kica menyelesaikannya dengan tangan kosong.

Begitulah  Kica. Entah mengapa Dia melakukan itu semua. Mungkin dunia sudah  kehabisan pahlawan. Karena itu Dia berikrar untuk selalu berada pada  sisi yang lemah. Menumpas kejahatan, melawan kebatilan. Kica tidak  pernah takut dan sedikitpun tidak pernah gentar. Saat di kelas 2 SMA, reputasi Kica sudah amat kesohor : Seng ngada lawan! Bahkan sampai anak  kelas 3 sekalipun. SMA 99 menjadi aman tentram sentosa lohjinawi.

+++

Suatu pagi...

"Ca! Dillah di gebukin sama anak SMA Satria."

"Yang bener luh?"

"Bener Ca!"

"Sialan! Gimana keadaaannya?"

"Bonyok! Tuh Dia di luar. Kayanya sih nggak masuk. Dia nyari'in elu tuh."

"Ya, udah. Gue ke sana dulu."

"Ca, yang mukulin Baim namanya."

"Baim?"

"Iya. Baim."

Kica  terdiam sebentar. Baim. Anak kelas 3 SMA Satria memang sudah cukup  terkenal. Gaung sepak terjangnya terdengar hingga ke telinga Kica beberapa kali. Dia tidak pernah kalah. Tapi bukan itu yang membuat  hatinya gusar, melainkan alasan pertarungan Baim jauh lebih mulia  ketimbang Kica yang hanya melindungi yang lemah. Alasan Baim jauh lebih  mendasar : Menegakkan Keadilan. Baim akan menjadi seteru yang seimbang untuknya. Dua orang maestro berbaku hantam. Ini akan menjadi pertempuran  yang paling sengit yang pernah ia lakukan. Bahkan mungkin Kica takluk.  Tapi Kica nggak peduli. Sore nanti dia akan tunggu di lapangan bola  deket SMA mereka.

+++

Panas demikian terik menyengat  ubun-ubun mereka. Sebagian anak-anak garuk-garuk kepala karena  ketombenya matang. Di seberang sana lima orang anak SMA menatap dengan  tajam. Begitupula Kica dan orang yang berada persis di depannya.

"Jadi elu yang namanya Baim?" Wajahnya menegang.

"Jadi elu yang namanya Kica?" Baim malah mengajukan pertanyaan serupa.

"Elu yang mukulin temen gue?"

"Iya. Gue yang pukulin temen lu. Kenapa? Kurang?"

Kica menahan geram. "Kenapa elu mukulin temen gue?"

"Soalnya temen lo itu belagu dan mukulin temen gue."

Dillah mukulin temen elu? Sial! Yang kaya begini nggak bisa di bela! "Panggil Dillah!"

Dillah dengan muka penuh benjut maju mendekat.

"Elu bener mukulin temennya dia?"

"Iya. Ca."

"Kenapa?"

"Jadi  gini, Ca. Gue lagi jalan, Ca, sama pacar gue, pacar gue dia goda'in. Ya  panas lah gue." Jelas Dillah meminta dukungan. Sebab dia tau, jika  Dillah yang salah, Dillah malah di bogem mentah oleh Kica.

Cukup keterangan dari Dillah. "Panggil temen lu itu."

"Panggil Juki." Suruh Baim pada temannya.

Dalam hitungan detik Juki maju mendekat. Sama bonyoknya.

"Elu bener nggodain pacarnya dia?"

"Nggak, Im. Sumpah!" Jawab Juki

"Alah  ngaku aja loo!!" Dillah memotong. "Ngapain lo ngeliatin cewe gue?! Dia  ngeliatin cewe' gue, Ca." Dillah tetap minta dukungan Kica.

"Ngapain lo ngeliatin cewe dia?" Tanya Baim penuh selidik.

"Lah! Dia lewat di depan gue, Im!. Ya keliatan lah! Masak gue harus merem!!

Kica  tersenyum geli dalam hati mendengar jawabannya. Nggak jarang memang  kita berseteru untuk hal-hal yang remeh temeh kaya begini.

"Kalo begitu ini salah paham." Baim menghela nafas.

Kica mengangguk membenarkan.

"Dan nggak ada gunanya memperpanjang masalah ini." Kata Baim lagi.

Kica  mengangguk lagi. Walaupun ada kekecewaan tidak dapat menjajal kemampuan  Baim, dia lega kali ini diselesaikan dengan damai. "Ya. Gue atas nama  temen-temen gue, meminta maaf atas perbuatan yang kami lakukan."

"Ngga  apa-apa." Jawab Baim. Sebenarnya Baim pun enggan berhadapan dengan Kica  walau kemenangan atas diri Kica akan menjadi kemenangan yang paling  manis sepanjang catatan pertarungannya.

Baim menjulurkan  tangannya tanda berdamai. Kica menyambutnya tanpa ragu. Bersamaan dengan  itu, beberapa motor mendekat dari kejauhan. 10 orang turun dari  tunggangannya dengan tangan mengepal. Beberapa di antaranya bersiap  dengan potongan kayu ditangannya.

"Siapa mereka?" Tanya Baim. Karena dia tidak kenal satupun diantara mereka.

"Boy dan Ponakan-ponakannya." Jawab Kica.

Baim mengangguk saja walaupun tampangnya nggak ada yang mirip.

"Ceritanya  panjang. Jangan kuatir. Cuma pengecut-pengecut manja dan keras kepala  yang beraninya sama perempuan atau main keroyokan." Terang Kica lagi.

"Boleh gue bantu?" Baim menduga pertarungannya tidak akan seimbang. 10 lawan 1.

"Thanks.  Gue biasa sendiri." Jawab Kica. Walaupun ia sendiri nggak yakin bisa  memenangi yang satu ini. Tapi pantang melangkah mundur bagi Kica.

Baim  menghela nafas. "Gue nggak bisa cuma nonton doang." 10 lawan 1. nggak  adil. "Paling ngga, bisa jadi hiburan karena kita nggak jadi berantem."  Baim berseloroh.

"Thanks." Jawab Kica singkat. Bersama Baim, ada peluang untuk menang.
Setelah  mengepalkan tangan dan mengeraskan rahang, Kica dan Baim melangkah  maju. Pertahanan terbaik adalah menyerang kata Baim. Kica nggak bilang  nggak setuju. Kica dan Baim melayangkan pukulannya. Menerjang lawan  duluan. Jika kita berhitung, pertempuran tetap tidak berimbang. Tapi mereka kalah nyali. Kica beringas, Baim bernas. Kica tanpa ampun, Baim  raja tega. The Dynamite Duo. Penumpas Kejahatan dan Penegak Keadilan. Debu berterbangan dan meliuk-liuk sambil menarikan aura perang.

+++

"Nak.  Kapan kamu mau insaf, Ca." Tanya Mama Kica saat reda kepanikannya  sewaktu Kica pulang beberapa hari lalu. Penuh debu, kotor dan lebam.  

"Insaf  apa, Ma? Memang apa yang Kica lakukan salah?" Jawab Kica. Secara ajaib  Kica sembuh. Padahal lukanya cukup parah. Sekarang yang tersisa tinggal  ruam-ruam yang mulai memudar. "Mama nggak kasian sama teman-teman Kica  yang banyak tertekan, di perlakukan tidak adil dan dikesampingkan?" Tapi  Kica puas dengan apa yang dia perbuat. "Lebih kuatir mana sama sekolah  yang penuh narkoba, obat-obatan dan siswa-siswa yang belaga jadi preman?  Pilih mana Ma?"

Mama Kica mengelus dada melihat Kica yang keras  kepala. "Tapi Kica, tugas kamu khan belajar, Nak. Biar hal-hal itu  diurus sama sekolah."

"Nggak bakal bisa, Mah. Temen-temen Kica  tuh lebih pinter masalah begituan. Guru kecing berdiri, murid kencing  berlari Mah. Kalo guru kencingnya sudah berlari, murid kencing berlompat  tinggi! Bayangin Mah.."

Mama Kica tersenyum. "Tapi semuanya khan nggak bisa kamu selesaikan dengan kepalan tangan Kica.."

"Iya,  Mah. Kica tau. Kica juga berantem juga ada alasannya. Lagipula itu khan  cuma awal-awalnya aja. Sekarang nggak ada lagi yang berani lawan Kica.  Temen-temen Kica aja kalo lagi ngerokok, terus Kica pelototin, langsung  di mati'in..."

Mama Kica tersenyum. Nggak bisa dipungkiri, dia bangga dengan anak bungsunya. Dia mirip sekali dengan Papanya yang sudah tiada.

"Padahal kica cuma pengen bilang, kok nggak bagi-bagi?"

Mama Kica melotot.

"Bercanda Ma.. becanda."

"Mama ingin kamu berjanji nggak berantem lagi."

"Kica nggak bisa janji Ma. Tapi Kica bisa berjanji untuk menyelesaikan masalah dengan kepala dingin dulu."

Mama  Kica mengangguk. Untuk sementara janji itu cukup. Mama mengelus tangan  jagoan kecilnya yang sudah mulai dewasa. Kica tertidur lelap dalam  naungan bunda sambil mengulas senyum. Satu lagi kebatilan gugur melalui  kepalan tangannya.

+++

Sore yang cerah, saat Kica pulang sekolah.

"Maamaaa!! Kica berangkat dulu yaa!" Teriak Kica cepat setelah menaruh tas sekolahnya.

"Mau kemana lagi Caa?"

"Mau berantem Ma! Do'ain menang ya Maa!!"

"Kica!!"

+++

Selesai

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun