"Tidak seyogyanya seseorang mencukur rambut, memotong kuku, mencukur bulu kemaluannya atau membuang sesuatu dari badannya di saat dia sedang berjunub karena seluruh bagian tubuhnya akan dikembalikan kepadanya di akhirat kelak, lalu dia akan kembali berjunub. Dikatakan bahwa setiap rambut akan menuntutnya dengan sebab junub yang ada pada rambut tersebut"(Ihya 'Uluum ad-Dien, 2/325).
. :
"Saya membenci seorang laki-laki mencukur kepalanya atau memotong kukunya atau mencukur bulu kemaluannya atau mengeluarkan darahnya dalam keadaan dia junub, karena seorang hamba akan dikembalikan kepadanya seluruh rambutnya, kukunya dan darahnya besok pada hari kiamat. Apa yang jatuh darinya dari hal-hal di atas dalam keadaan dia junub maka akan kembali kepadanya dalam keadaan junub. Dikatakan setiap rambut akan menuntutnya dengan sebab junub yang ada pada rambut tersebut" (Qutul Qulub, 2/236).
Imam al-Ghazali berpendapat bahwa tidak seharusnya seseorang mencukur rambut, memotong kuku, mencukur bulu kemaluannya atau membuang sesuatu dari badannya di saat ia sedang berjunub karena diyakini bahwa seluruh anggota tubuh akan bersaksi kelak di akhirat. Perlu digarisbawahi bahwa hal tersebut dilakukan dengan sengaja, maka alangkah baiknya menghindari memotong dan mencukur rambut di berbagai anggota tubuh manapun ketika haid atau sedang junub.
Jika rambut berjatuhan dengan tidak sengaja, tidak ada dalil jelas mengharuskan untuk mengumpulkannya. Ketika bertanya kepada beberapa informan pun, mereka menganggap bahwa rambut yang sudah berjatuhan bukan lagi bagian dari anggota tubuh pemilik dan harus diniatkan demikian supaya hati kita tenang. Maka tidak perlu mengumpulkan rambut ketika haid dan jika berkeinginan untuk mengumpulkan pun diperbolehkan.
2. Memasuki Masjid
   Berdasarkan artikel karya Awalia Ramadhani-detikHikmah menyatakan bahwa ada salah seorang ulama bernama Syaikh Khalid Muslih, pernah ditanya tentang hukum wanita haid yang masuk masjid, beliau menjawab bahwa boleh memasuki masjid selama bukan untuk salat. Misalnya, hanya untuk menghadiri majelis ilmu, mendengarkan nasihat para guru, dan lain sebagainya. Hal ini dikutip dari buku Fiqih Wanita oleh Qomaruddin Awwam, S.Ag., M.A.
Adapun dalil yang membolehkannya adalah:
Artinya: "Aisyah RA berkata, "Rasulullah SAW berkata kepadaku, 'Ambilkan al-khumrah dari masjid untukku. 'Aku menjawab, 'Sesungguhnya aku sedang dalam keadaan haid.' Beliau bersabda, 'Haidmu bukan di tanganmu.'" (HR. Muslim)
Artinya: Aisyah berkata, "Nabi SAW mendekatkan kepalanya kepadaku ketika aku dalam keadaan haid, sementara beliau sedang mujawir (maksudnya beriktikaf). Aku pun mencuci dan menyisir rambutnya." (HR. Abu Daud)
Dalil lain yang membolehkan wanita haid memasuki masjid dikutip dari buku "Wanita dan Masjid" oleh Jasser Auda, ia mengutip Kitab Fikih al-Thaharah Al-Qardhawi, bahwa ulama seperti Imam Ahmad, Al-Muzani, Abu Dawud, Ibn Al-Munzir, dan Ibnu Hazm menggunakan dalil hadits Abu Hurairah dalam Shahih Bukhari bahwa muslim itu tidak najis.