"Wah, ini lucu juga ya, mister" kataku sambil menahan tawa.
Kebetulan sekali kemarin istriku bilang kalau malam sebelumnya aku bicara dalam tidur. Entah bicara apa, kurang jelas katanya.
Untunglah aku tak menyebut nama seorang wanita lain dalam tidurku itu. Kan bisa berabe ! Bisa jadi salah paham istriku hahaha.Â
"Tidak jarang mimpi berbicara hanya berfungsi sebagai kiasan bagi sebuah insiden yang dalam hubungan tersebut kata-kata yang diingat itu yang diucapkan kang" ucapnya pelan menutup penjelasannya.
"Iya mister" kataku pendek saja.
"Bagaimana kang, apakah anda sudah memahami hal ihwal terjadinya mimpi yang sudah saya sampaikan tadi?" mister Freud bertanya sambil tersenyum ke arahku.
"Sudah mister. Memang tadi saya harus konsentrasi penuh mendengarkan uraian anda, mencoba memahami kalimat-kalimat anda, saya akui memang psikoanalisis adalah sebuah bidang yang cukup kompleks. Tapi  secara umum, saya sudah mulai memahami keterkaitan mimpi dengan kejadian nyata yang akan terjadi. Terima kasih banyak" terangku.
"Baiklah kang, kalau begitu saya pamit dulu ya...See you !' demikian ucapan perpisahan dari mister Freud untukku.
"OK. Sampai jumpa mister. Hati-hati dijalan !" kataku sambil melambaikan tangan ke arahnya yang sudah berbalik badan menuju jalan setapak tempat ia muncul dari balik kabut, Â diawal mimpi tadi.
Kini aku sudah benar-benar terbangun. Pelan-pelan aku mencoba bangkit, mencoba duduk di tepi kasur springbed yang tak pakai ranjang ini. Seluruh badan masih terasa letih. Sebenarnya aku masih mengantuk. Perlu sedikit waktu lagi untuk berleha leha diatas tempat tidur. Tapi ini sudah masuk waktu subuh.Â
Aku merenungkan penjelasan mister Freud yang baru saja aku alami di dalam mimpi tadi. Mencoba mengaitkan dengan mimpi-mimpi pertemuanku dengan sahabatku yang sudah wafat, Hasan. Apapun makna mimpi itu, aku akan selalu mendoakanmu, wahai sahabat terbaik.Â