Mohon tunggu...
Pramudya Arie
Pramudya Arie Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Indonesia

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sigmund Freud, Mimpi dan Soto Banjar

11 Februari 2022   16:00 Diperbarui: 17 Februari 2022   08:12 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Mimpi adalah jawaban hari ini atas pertanyaan-pertanyaan esok" - Edgar Cayce

Malam itu, tepatnya, sudah memasuki dini hari. Aku memasuki fase tidur yang dalam. Deep Sleep. Kurasakan, aku bertemu dengan sahabat lamaku. Dia  nampak sehat dan ceria, dengan tubuh kurusnya persis semasa di SMA dulu. Ya betul, selalu terulang akhir-akhir ini. Aku bermimpi bertemu sahabatku Hasan dalam kondisi kami yang masih muda belia, 30 tahun lalu. 

Rupanya bentuk mimpi itu seperti pita kaset, CD, flashdisk, atau apa lah istilahnya sekarang, selalu bisa membawa memori masa lalu untuk ditayangkan kembali. Lengkap dan detail. Dengan setting masa itu, orang-orangnya, atmosfernya, percakapannya. Aku pernah berpikir, mimpi masa lalu berkaitan erat dengan keadaan masa kini, atau malah masa depan. Sebuah pertanda? sebuah peringatan? sebuah petunjuk?. 

Mimpiku itu terasa begitu nyata. Begitu hidup. Aku seolah-olah menjadi pemeran utamanya, apabila mimpi dikatakan sebagai sebuah film. Kami  saling sapa dan mengobrol di sekolah, disertai kawan-kawan yang lalu lalang di lorong sekolah. Apa maksudmu selalu menemuiku, sahabat? 

Apakah  ada sesuatu yang ingin kau sampaikan? Atau ada keinginanmu semasih hidup yang belum tercapai? Ya, kau sudah di alam lain, di alam barzah. Kau sudah pergi meninggalkan dunia ini 3 tahun yang lalu. Tapi kenapa aku yang selalu kau temui? Apakah teman-teman yang lain juga bermimpi demikian? 

Aku membuka dan membolak balik halaman-halaman buku karya Sigmund Freud yang judulnya "The Interpretations of Dreams" atau Tafsir Mimpi, judul edisi alih bahasa Indonesia nya. Mencoba mencari tahu kaitan mimpi dengan dunia nyata. Di halaman awal ada penjelasan bahwa menurut teori ilmiah, bermimpi bukanlah kegiatan fisik , tapi lebih merupakan aktivitas psikis, yaitu proses pengenalan melalui simbol-simbol. 

Nampaknya teori tersebut dapat diterima, meski sebagian orang ada juga yang bermimpi sambil berteriak teriak, menggelepar, bahkan terkadang berjalan dalam tidurnya, pada sebagian kasus. ada pula pendapat yang mengatakan, mimpi dapat menggambarkan kejadian-kejadian dimasa depan atau nubuat. 

Sebagai contoh, Saya bermimpi tentang sepucuk surat dan saya menemukan arti bahwa surat itu diterjemahkan sebagai sebuah gangguan, pemakaman atau sebagai keterlibatan. Aku berusaha untuk mengaitkan arti mimpi tersebut dengan masa depan. Aku pernah membaca, bahwa  semua kepercayaan kuno dan agama-agama yang ada saat ini mempunyai pembahasan sendiri terkait mimpi. 

Apaka saat ini aku sedang bermimpi atau masih sadar? Kurang jelas...

Dan, tiba tiba, aku terhenyak menatap sesosok tubuh pria, mendekat padaku dari balik kabut di sebuah jalan setapak  yang sisinya rimbun akan pepohonan dan belukar. Tubuhnya tinggi besar. Tipikal orang Eropa. Dia memakai jas lengkap, tampaknya seperti model jas pria awal abad ke 20. Lengkap dengan dasi model lama yang sering kulihat di film-film klasik hitam putih. 

Dan dalam sepersekian detik, sosok pria tadi sudah berdiri persis didepanku. Usia pria ini sekitar 60an. Rambut dan jenggot panjangnya. Sudah memutih semua. Namun terlihat disisir dengan rapi. Aku mendongak, mencoba melihat wajahnya, karena tinggi badannya sekitar 180 cm lebih. Aku gemetar. Jarang-jarang  aku melihat orang kulit putih di tempat terpencil seperti ini. Ada gurat-gurat di dahi, dan kulit wajahnya sudah mulai keriput. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun