Mohon tunggu...
Pramudya Arie
Pramudya Arie Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Indonesia

Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. (Pramoedya Ananta Toer)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sigmund Freud, Mimpi dan Soto Banjar

11 Februari 2022   16:00 Diperbarui: 17 Februari 2022   08:12 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ide-ide Yang tidak diinginkan itu akhirnya berubah menjadi ide-ide yang diinginkan." ia hembuskan lagi asap tembakaunya.

"Maksudnya bagaimana itu, mister?" tanyaku polos.

"Begini, ide yang tidak diinginkan seringkali muncul ke permukaan dalam bentuk yang kuat. Karena dianggap terisolasi, maka ide dianggap sangat tidak penting , tetapi, justru  ide yang  mengikutinya yang akan  dianggap penting" sahut mister Freud.

"Mungkin dalam sebuah lokasi tertentu dengan ide-ide lain. Yang mungkin tampak sama mustahilnya, dan mungkin mampu menciptakan satu  mata rantai yang sangat berguna.  Oleh sebab itu, sebuah mimpi memerlukan waktu pengenalan yang lama kang" sambungnya merincikan.

Mister Freud terdiam. Tampaknya ia sedang mencari kalimat yang mudah untuk dimengerti oleh orang awam ilmu psikologi sepertiku ini.

"Nah, ketika interpretasi mimpi sudah beres, maka mimpi dapat diakui sebagai sebuah pemenuhan keinginan. Mimpi jatuh dari ketinggian misalnya, adalah karena adanya lengan yang jatuh dari badan saat tidur, atau lutut tertekuk yang tiba-tiba direntangkan. Sesuatu yang dialami dalam mimpi merupakan kelanjutan dari kehidupan nyata yang terbawa kedalam tidur" ungkapnya.

"Lumayan berat juga bahasan  kita ini, mister" sahutku menghela nafas, sambil melihat jam di ponsel.

"Bagaimana kalau kita sarapan dulu? Mister pasti sudah lapar" tawarku.

"Bisa jadi !" jawab mister Freud sambil tersenyum lebar. Matanya berbinar. Tampak senang atas tawaranku ini.

"Yah, ini kebetulan istri saya bikin Soto Banjar buat sarapan, rasanya gurih, semoga mister cocok dengan masakan ini" ucapku basa basi . Seperti  percakapan di sinetron.

"Saya memang tidak pernah sarapan makanan ini di Eropa. Biasanya setiap pagi saya sarapan roti dengan mentega atau selai, makan telur atau kornet, minum kopi dan susu. Kemudian berangkat kerja kang" ucap mister Freud.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun