Bukan Sebuah Akhir
"Kau tadi tidak memperhatikanku, siapa namamu ?" di hadapan orang banyak dia berkata jelas tidak ada yang menjawabnya.
Deg dia menunjukku "oh saya Bela" langsung dia memalingkan wajahnya, "Sombong sekali anda kalau aku tidak suka padamu sudah pasti ku maki" kataku dalam hati.
Hujan deras petir menyambar mewarnai kepulanganku usai mengikuti latihan rutin.
"Kau ya orang suka caper sama senior " umpat seseorang yang tidak aku kenal. Beraninya dia berkata seperti itu pikir ku.
"Sudah-sudah tahan amarah mu" nasehat temanku.Â
Akhirnya aku dan dua temanku memilih segera meninggalkan sekolah.
Sampai rumah entah mengapa aku memikirkan seseorang yang bertanya nama ku, ponsel ku bergetar
"Yang tadi namanya bang Zio, kau tak usah mempermasalahkan kejadian yang tadi. Salahmu juga tidak memperhatikan ketika dia berbicara" pesan dari temanku.
"Dihh, siapa juga yang mau mendengar ocehanya" balasku dengan tertawa sendiri.
"Rumornya banyak yang tidak suka dia dan teman-temannya nohh" jelas Tiara padaku.
"Ya Ra aku tau itu"
Terlintas dipikiranku untuk mendekatinya. Diam-diam tanpa sepengetahuan temanku, aku sudah suka dengannya. Bukan tidak mau mendengarkannya tapi tidak kuat menatap matanya, hati adek meleleh bang.
Pertemuan selanjutnya dengan bang Zio setelah lama aku tidak pernah berangkat latihan rutin, seperti biasa aku dan kedua teman ku bersenda gurau di lapangan sembari menunggu dibariskan untuk memulai latihan baris-berbaris. Ku lihat dari arah hall sosok laki-laki yang aku tunggu kedatangannya untuk sekedar menatap matanya.
"Bel.. Bel.. lihat nohh bang Zio datang" seru temanku Dina.
"Dah tau aku" jawab ku dengan malas tetapi hati sungguh gembira.
"Kau jangan berbuat ulah lagi" pesan Tiara.
"Tidak janji" kataku sambil menyenggir.
Bagai mak-mak rumpi di tukang sayur kakak kelas berbisik-bisik,
"kenapa Zio harus datang menganggu saja dia, iya nih palingan juga cuman liattin" ku dengarkan bersama dua teman ku.Â
Tiba-tiba kita dibariskan untuk mengikuti latihan rutin,
"Sekarang mulai berhitung karena akan dibagi kelompok untuk latihan pbb" jelas kakak kelas.
Sialan aku tidak bersama dengan kedua teman ku, tak ku sangka aku satu kelompok dengan perempuan tengil di parkiran waktu itu.
"Duh gusti cobaan apa ini" keluh ku dalam hati.
Semua berlatih pbb sesuai dengan kelompok dan didampingi tiga kakak kelas, ketika di jelaskan tak sengaja aku melihat bang Zio sedang memantau tiap kelompok. Tiba-tiba mata kita bertemu langsung kupalingkan wajahku kearah yang lain.
"Bodoh sekali diriku ini" dalam hati.
Latihan pbb selesai dikumpulkan lagi untuk koreksi dari bang Zio, ku lakukan apa yang dikatakan Tiara untuk melihatnya ketika berbicara.
Ketika pulang kita diharuskan untuk bersalaman dengan senior, giliranku ketika bersalaman dengan bang Zio terulang kembali dia menanyakan namaku. Tiara dan Dina yang mendengarnya segera dia menanyakan kepada ku
"Kau bebuat ulah lagi ya?" Tanya Tiara.
"Kenapa dia menanyakan namamu kembali?" Tanya Dina.
"Teman-temanku karena dia sudah tua mungkin dia selalu lupa nama ku" jawabku dengan tertawa lantang diikuti kedua temanku.W
Waktu begitu cepat tanpa bekal apapun tentang kepanitiaan angkatanku harus mempersiapkan event besar hari kemerdekaan. Bukan main aku dibuat pusing mungkin akibat aku jarang berangkat latihan rutin, diberikan tugas yang mengharuskanku untuk mempersiapkan segala kebutuhan event. Dengan pengalaman yang hampir tidak ada di dalam diriku membuat ku harus selalu bertanya dengan kakak kelas. Mungkin dewi fortuna sedang berpihak denganku, aku disuruh menghubungi bang Zio untuk masalah kebutuhan persiapan event. Dengan senang hati aku menghubunginya.
"Izin menyampaikan bang, saya Bela ingin menanyakan perihal kebutuhan persiapan event itu apa saja agar bisa saya siapkan segera" tulis pesanku.
Berawal dari inilah kita menjadi dekat tanpa diketahui oleh teman-teman ku, karena aku tidak pernah menceritakannya. Memang benar kalo bangkai ditutupi akan tercium juga baunya, tidak tanggung-tanggung seluruh angkatan dan kakak kelas mengetahui kedekatanku dengan bang Zio.
Banyak yang menghujatku dari angkatanku sendiri bahkan tidak sedikit yang mengatakan bahwa aku hanya di manfaatkan saja. Aku hanya berfikir tidak mungkin bang Zio seperti itu. Hari-hari kulewati dengan dia mulai dari menemani dia ketika melatih untuk persiapan lomba karena dia yang notabenya sebagai pelatih, mendengarkan keluh kesah dia selama melatih, dan selalu bercerita tentang hal apapun.
"Sudahlah Bel jangan terlalu dekat dengan dia, aku tau pasti kau sudah terbawa perasaanmu ke langit ke tujuh jika tiba-tiba dia meninggalkan mu habislah kau makan hati" nasehat dari Tiara.
Masuk kuping kanan keluar kuping kiri aku tidak pernah mendengarkan apa yang dikatakan oleh teman ku, karena aku yang merasakan dan yang tau bagaimana sikapnya terhadapku.
"Lagi ngerjain tugas ya ?" pesan dari bang Zio masuk ke ponsel
"Tidak bang, ada apa nih ?" jawab ku
"Besok ada latihan lomba temani aku ya" mintanya
"oh iya besok aku temani" jawab ku dengan semangat
Esoknya tepatnya di sore hari turun hujan sangat deras di putuskan tidak ada latihan, semua sudah pulang tetapi  aku dan bang Zio malah duduk berdua di kursi menghadap ke lapangan sembari menunggu hujan reda
"Capeknya sekolah hari ini" kataku sambil menyandarkan diri di kursi
"Hahaha kamu bakalan lebih capek kalo sudah kuliah nanti" jelas bang Zio
"Oh iya bang, btw aku ingin bercerita dengan mu" kataku
Aku mulai bercerita dengannya masalah banyak yang tidak suka dengan ku karena kedekatan ku dengannya, semua bentuk hujatan aku sampaikan kepadanya. Bang Zio hanya menjawab wajar saja kalo banyak yang tidak suka, tidak tau apa alasannya hanya bermaksud baik untuk membantu kalian menjadi maju.
"Hm begitu, kamu ingin memanfaatkan ku ya bang supaya aku mau bercerita tentang masalah di organisasi" dengan penuh keberanian aku tanyakan kepadanya
Jduar dia begitu marah ketika aku bertanya hal itu, seketika ekspresi wajahnya berubah.
"Duh gusti aku takut" kataku dalam hati
"Siapa yang bilang seperti itu, gak perlu kamu pikirkan aku gak pernah memanfaatkan mu" jawabnya dengan tegas
"Lega sekali sudah tau" pikir ku.
Hujan sudah reda mengharusakan kita untuk pulang ke rumah masing-masing, dan malam tiba seperti biasa aku dan bang Zio saling bertukar pesan. Sering sekali kita menghabiskan waktu berdua hanya sekedar duduk bercengkrama di caf untuk mendekatkan diri satu dengan yang lain, ketika ingin bertemu aku selalu bercerita dengan kedua teman ku
"Hubungan mu dengan bang Zio bagaimana? Sudah ada kejelasan?" tanya Tiara dengan penasaran
"Kau jangan mau di gantung, tanyakan kejelasan kedekatan kalian sudah tiga tahun kau dekat " saran Dina
"Aku tidak tau harus berbuat apa" jawab ku dengan lemas lalu meninggalkan mereka
Kedua teman ku selalu mendesak ku untuk menanyakan perihal kepastian kepada bang Zio. Sebenarnya belum lama setelah aku dibangku kelas tiga SMA mulai berkurang intensitas kedekatanku karena aku sudah tidak aktif dalam berorganisasi.
Di saat kau rela menemani seseorang sampai masa jayanya, ternyata kau tidak termasuk dalam rencana terbesarnya.
Sedih, kecewa dan patah hati adalah cara Tuhan dalam berkata :
"Datanglah kepada-Ku, ceritakan segalanya sudah lama aku tidak mendengar keluh kesah mu"
Memang benar seseorang yang aku selalu temani dan menjadi telinga untuk mendengarkan apa yang selalu di ceritakan tiba-tiba menghilang tanpa menitipkan kejelasan. Apa ini sebuah akhir dari semua kisah yang pernah ku jalani bersamanya.
Ternayata belum ada akhir untuk perjalanan hubungan kita berdua, tanpa disuruh, tanpa diminta, tanpa direncanakan. Dia kembali datang untuk memberikan secarik  kejelasan yang selama ini aku tunggu. Melalui pesan telepon dia berkata bahwa
" Tidak usah memikirkan hubungan kita bagaimana kedepannya, fokus pada masing-masing untuk menempuh karir yang udah di rencanakan, kamu kan sudah kuliah. Kita tetap bisa seperti ini"
Memang benar hubunganku dengannya mulai membaik dan saling terbuka masalah pribadi. Senang rasanya hanya sekedar seperti ini, kuncinya hanya sabar dan ikhlas.
"Kau tau Ra bang Zio sudah memberikanku kejelasan, kau kepo pasti ya untuk segera aku ceritakan ck dasar. Dan dia sekarang selalu ingin melihatku bai-baik saja" tulis pesan ku kepada Tiara
"Syukur deh kalo begitu, kau harus bercerita ketika kita bertemu besok" pinta Tiara.
Disinilah aku mulai bercerita dengan kedua teman ku dengan penuh rasa senang.
"Jadi, ini bukan sebuah akhir tetapi awal untuk memulai. Karena kau sudah dipertemukan seseorang yang tidak menuntut apapun kepadamu dan ingin melihatmu baik-baik saja semoga ini menjadi orang yang tepat. Aku tunggu kabar baik dari mu" kata Dina dengan sok dewasanya dia.
"Aamiin" ucap aku dan kedua teman ku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H