“Edan! Mana bisa sekarang ini minum air segini banyak? Aku lagi nggak haus.”
“Kita bekerja sama berdua, dicicil. Pasti bisa.”
Desy mendesah. “Ya udah deh. Ayo, jalan!”
“Kita juga harus nyari torong.”
Desy batal naik ke jok belakang, menatapku heran.
“Apaan?”
“Torong, corong.”
“Buat apa?”
“Buat apa? Helooo...! Tentu aja biar ujung selang mesin pom bensin bisa masuk ke ujung leher botol.”
Dia menatapku seolah aku tahu-tahu berubah jadi marmut.
“Bukannya ujung selang pom itu kecil, lebih kecil dari leher botol akua?”