“Azaz... apaan?”
“Semacam makhluk... majikan kami. Dia selalu mencari kekasih, untuk menurunkan benihnya di dunia yang ini. Dan dia menyukaimu. Menginginkanmu. Dia menyuruh membawamu kemari, untuk dia setubuhi dan kau melahirkan anaknya.”
Jantungku berdegupan, namun kali ini oleh sensasi berbeda. Tak sadar dudukku berjingkat sejengkal ke belakang.
“Ay, ngomong apa kamu ini? Lelucon horormu kali ini nggak lucu!”
Tiba-tiba aku teringat pada pintu pagar yang tadi digembok. Sekilas kulihat pintu depan yang tertutup rapat. Mungkin pintu itu dikunci rapat juga.
“Sudah lama Azazel menginginkanmu. Dan aku hanya boneka yang dia perintahkan membawamu kepadanya malam ini. Tiga bulan lalu, saat kita ketemu di jalan depan sekolahmu, itu bukan kejadian acak. Itu sudah direncanakan oleh Azazel. Menyesal tak ada guna, bukan? Seharusnya kamu bersama dia, bukan di sini bersamaku. Sayang waktu tak bisa diputar balik, setidaknya di duniamu. Tapi apa bedanya? Toh sebentar lagi kamu akan bahagia bersama Azazel dan kami semua. Dan kalau kau beruntung, mungkin ia akan memilihmu jadi Ratu.”
“M-mami kamu...?”
“Oh, ya, dia akan datang, tapi sesudah semua urusan denganmu selesai.”
Rizal bangkit berdiri. Aku seperti melihat kilatan warna merah di bola matanya. Ingin kubaca doa, tapi tak tahu doa yang mana. Seriuskah ini? Atau Rizal hanya sedang bercanda dan menakut-nakutiku seperti biasanya? Atau ia kesurupan dedemit penunggu rumah terpencil ini?
“Ay, Ay! Jangan, ah! Nggak lucu. Aku akan teriak kalau kamu masih aneh-aneh kayak gini! Ay! Rizal!!”
Dia tersenyum. “Teriaklah! Tak akan ada yang mendengarmu. Dan Ay-mu sedang ada di belakang. Menunggu perintahku selanjutnya.”