Namun sekarang, membayangkan binatang-binatang imut itu saja perasaannya sudah geli. Ia bertanya-tanya apakah bertambah usia bisa mengubah seseorang menjadi semakin 'kemayu'?____
"Diiiik! dicariin Mamak-mu. Disuruh mengantarkan bekal makan siang untuk Bapak kau di sawah katanya." Tris memanggil dari jauh. Seperti penyampai pesan dari atasan.
Diksa yang masih membenamkan kepalanya dalam air tak mendengar suara Tris. Aku dan Mono pun tak begitu mengindahkan kalimatnya, ikut nyebur bersama dengan gedebog pisang yang kami lempar. Dan Tris pun tergoda juga dengan segarnya air kali di siang hari. Ia ikut menyelam.
"Byuurr ... byuur ... byuuurr ...." suara ceburan asing membuat mereka berempat menyembulkan kepala. Ingin tau siapa yang ikut berenang.
"Ah kalian rupanya." Sapa Mono, "Sudah beres kalian kerjakan piket sehabis sekolah?"
"Beres dong." Serentak mereka bertiga menjawab. Kafta, Widuri, dan Fatma. Tiga teman sekelas mereka itu adalah murid paling kompetitif dalam mengejar ranking kelas.
"Hei Dik, tadi kulihat Mamakmu mencarimu ke sekolah. Disangkanya kau masih ada piket. Tapi entalah untuk apa aku tak tau." Kata Widuri kepada Tris kemudian, sesaat setelah menyemburkan air di mulutnya.
Mono, Fika dan Tris terdiam. Menatap Dika dengan muka polos mereka. "Maaf Dik, kita kelupaan tadi mau memberitahumu."
"Tak apalah, sudah kepalang. Paling sampai rumah hanya kena gagang sapu." Dika tertawa kecil. "Ingat, apa kredo kita?!"Â
"Bermain-main dahulu, sapu lidi kemudian!!" Jawab mereka serentak disertai semburan tawa. Mereka tau bagaimana galaknya Mamak Diksa. Kata 'hanya' itu artinya akan ada bekas merah di punggung Diksa.
"Lebih baik kita main bola air saja gimana?" Tawar Kafta. "Kebetulan aku bawa bolanya."