Mohon tunggu...
Witri Nailil Marom
Witri Nailil Marom Mohon Tunggu... Lainnya - (Ruang khusus fiksi)

Hai, selamat membaca. Semoga Allah bahagiakan kita hari ini. Aamiin :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tidur

22 September 2024   09:15 Diperbarui: 27 September 2024   20:32 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Matanya menangkap setumpuk buku harianku di atas meja nakas di pojok ruangan, sejenak setelah dia masuk kamar.

Dia menatapku tersenyum, memiringkan kepala. Aku tertawa kecil, memberinya ijin untuk membukanya. "Puaskanlah hobi bacamu ..."

 Dia berjalan perlahan ke arah meja itu. Menggeser kipas angin duduk, menyisakan ruang untuk dia berjongkok. "Kamu masih nulis dark-diary?" Tanyanya. Aku berdehem, mengangguk mengiyakan sambil menutup pintu. 

Ya, dark diary. Istilah yang dia gunakan untuk setiap tulisan-tulisanku di buku harian yang isinya semua hal-hal suram dan menyedihkan.


Diraihnya satu buku dengan sampul berwarna biru muda bertuliskan 'selling happiness'. Tertulis tahun 2010. Dibolak-baliknya lembar demi lembar. Aku mengamatinya. Dia satu-satunya yang tau isi buku harianku. Dan sepertinya dia menikmatinya. Mungkin karena hidupnya tak pernah berpapasan dengan nasib buruk. 

Sesekali, sengaja dia membaca dengan suara agak keras jika menemukan sajak-sajak yang ku buat.

Seketika gerakan tangannya terhenti. Saat matanya sampai pada halaman yang hanya memuat noda bercak merah membentuk kata 'MATI'. Dia menatapku. Ekspresinya datar. Aku mengalihkan pandangan.

Dia paham akan bercak merah itu. Dia ingat betul, itu adalah saat titik terendah dalam hidupku. Saat itu, aku mencoba menghabisi diri. Entah keberuntungan atau kesialan, usahaku gagal. Tak seperti dugaanku, bunuh diri ternyata tak segampang menyayat nadi dengan cutter lalu mati. Takdir seakan mengejekku, 'jangan mati dulu, masih panjang penderitaan yang menanti!'

 "Mengapa?", dia bertanya tanpa melihatku, membolak-balik buku harianku yang lain.

"Mengapa apa ... ?"

"Mengapa kamu masih suka nulis hal-hal suram begini?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun