Lemahnya kemauan politik untuk melakukan reformasi dalam sistem hukum sering kali menjadi penghalang utama bagi perubahan positif. Tanpa dukungan politik yang kuat, inisiatif untuk memperbaiki penegakan hukum atau meningkatkan transparansi akan sulit untuk dilaksanakan.
12. Penegakan Hukum Masih Positivis-LegalistisÂ
Pendekatan positivis-legalistis dalam penegakan hukum fokus pada penerapan teks-teks hukum tanpa mempertimbangkan konteks sosial atau moral. Ini dapat menghasilkan keputusan yang tidak adil dan memperburuk ketidakpuasan masyarakat terhadap sistem peradilan.
13. Peraturan Perundang-Undangan Masih Belum Memihak RakyatÂ
Banyak peraturan perundang-undangan dirancang tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Hal ini menciptakan kesan bahwa hukum lebih melayani kepentingan elit daripada rakyat banyak, sehingga menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi hukum.
14. Kebijakan Seringkali Diputuskan oleh Pihak TerkaitÂ
Keputusan kebijakan yang sering kali didominasi oleh pihak-pihak tertentu dapat menciptakan ketidakadilan dalam penerapan hukum. Ketika kebijakan dibuat tanpa melibatkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, hasilnya sering kali tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.
15. Budaya Lama yang Terus DilanjutkanÂ
Budaya lama dalam praktik penegakan hukum, termasuk nepotisme dan korupsi, masih berlanjut di banyak tempat. Budaya ini memperkuat siklus ketidakadilan dan merusak upaya reformasi dalam sistem peradilan, sehingga sulit untuk mencapai perubahan yang berarti.
Berikut ini  kasus-kasus yang memperlihatkan jika hukum Indonesia masih sangat bermasalah.Â
Kasus Pembunuhan Brigadir J, Putusan hukuman Ferdy Sambo dan kawan-kawan yang terbukti membunuh Brigadir J menjadi sorotan publik pada awal tahun 2023. Ferdy Sambo dijatuhkan vonis mati, namun kemudian diubah menjadi penjara seumur hidup oleh Mahkamah Agung.Â