Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

WANADRI, Ternyata Tidak Arogan

23 Maret 2013   01:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:23 10088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan tetap menjadikan desa Peulumat sebagai titik awal pendakian sebagaimana ekspedisi tahun sebelumnya, kami berangkat diam-diam tanpa publikasi. Di saat pelepasan Arma Yadi berpesan. "Kalian sudah tahu konsekwensi dari ekspedisi kita ini, kita nggak dapat izin. Kalau kalian mati nggak akan ada TIM SAR yang mencari, kalian cuma bisa berharap pada kami, serta solidaritas kawan-kawan PA di Aceh dan di Medan. Dan kalau kalian sampai ada yang mati, aku masuk penjara". Begitulah suasana pelepasan kami. Dan kami pun berangkat dengan setiap orang memanggul minimal 40 kg beban, kecuali Asih yang hanya memanggul 30 Kg.

Tiga hari pertama kami sengaja tidak berkomunikasi dengan posko supaya keberadaan kami tidak terlacak. Baru pada hari ke-empat, karena kami yakin meskipun kami dilarang mendaki tapi karena posisi kami sudah sedemikian jauh di hutan takkan mungkin lagi ada yang berani menyusul kami. Baru kami melakukan komunikasi untuk melaporkan posisi dan keadaan kami. Akibatnya tentu saja kami jadi ketahuan dan kami disuruh turun, tapi tidak kami hiraukan.

Tapi setelah itu posko tim pendukung kami di Peulumat langsung didatangi polisi. Hasbuna, anggota kami yang berjaga di Posko diusir pulang ke Banda Aceh dengan alasan yang tetap konsisten kami terlalu lancang mendaki Gunung Leuser tanpa menunggu ANEV dari WANADRI.

Tanpa punya pilihan lain, Hasbuna terpaksa angkat kaki. Sebelum pulang, Hasbuna mampir ke statsiun relay TVRI Blang Pidie untuk meminta bantuan menjadi pos pemantau bayangan untuk tim pendaki kami dan permintaan itu diterima oleh TVRI. Sehingga setiap sore kepada mereka lah kami melaporkan keadaan dan posisi kami. Pak Tawon dan Juala adalah dua nama pegawai TVRI Blang Pidie yang masih saya ingat (tapi sampai saat ini tidak pernah saya ketahui sosoknya), setiap sorenya menerima laporan tentang keadaan kami.

Situasi pendakian sendiri harus diakui memang sangat berat. untuk mencapai kaki Leuser ada banyak bukit dan lembah yang harus dinaik turuni, cuaca sama sekali tidak bisa ditebak, tapi secara umum jauh lebih sering hujan daripada cerah. Air juga jadi isu utama, kadang kami tidak mendapatkan sumber air selama berhari-hari. Air tidak layak minum, mulai air dari kantong semar, perasan lumut sampai kubangan Babi terpaksa kami minum dalam ekspedisi ini.

Dengan segala kendala yang kami hadapi, pada hari ke 10 kami sampai di tempat Tim STUPALA Universitas Borobudur di evakuasi. Pohon-pohon ditempat itu (khas pohon di ketinggian dengan diameter maksimal sebesar paha) tampak rata ditebangi seluas lapangan Bola, yang digunakan sebagai tempat pendaratan Helikopter. Suara tiga air terjun yang keluar dari dinding selatan Leuser terdengar keras sekali. Kami menginap di tempat ini, di sini kami menemukan satu kantong kresek Mie Instant yang isinya sudah habis dimakan semut, sekantong rokok yang sudah basah dan beberapa kaleng sarden dan kornet yang masih bagus yang langsung kami jadikan menu makan malam. Ini menjadi menu makan malam ternikmat kami selama 10 hari ekspedisi, karena menu sebelumnya konsisten hanya nasi dengan lauk ikan asin diselingi dengan teri.

Esok harinya sekitar 1 jam berjalan kaki, kami diserang tawon tanah. Saya terkena di tangan kiri meninggalkan lobang menganga di tempat itu sampai akhir ekspedisi dan tetap berbekas sampai hari ini. Tidak jauh dari tempat itu kami tiba di tempat Hendra Budhi meninggal dunia. Tim SAR meninggalkan tanda berupa nisan di dari semen yang dicetak di tempat itu. Kami berdo'a di tempat itu, memohon pada yang kuasa agar rekan kami Hendra Budhi mendapat tempat yang layak di sisiNya.

Hari ke-12 kami menemui jalur yang terjal dan memutuskan membuat camp di satu tempat yang cukup rata di tengah tebing.

Hari ke 13, tanggal 15 Agustus 2004 sekitar 15 menit merangkak dari Camp, kami akhirnya sampai di puncak Leuser. Asih Budiati teman satu tim saya menjadi perempuan pertama yang mencapai Leuser dari jalur selatan. Menyedihkan sekali membayangkan apa yang dialami oleh Tim STUPALA Universtas Borobudur setahun sebelumnya, mereka terpaksa mengakhiri ekspedisi saat mereka sudah berada dekat sekali ke puncak Leuser.

Malam itu kami menginap di Puncak Leuser dan kami melanjutkan perjalanan ke Puncak Loser keesokan harinya.

Kembali dari Leuser kami menginap semalam lagi di puncak Leuser dan kemudian kami turun, perjalanan turun jauh lebih cepat dibanding perjalanan naik. Total ekspedisi ini kami selesaikan dalam waktu 22 hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun