Mohon tunggu...
Win Wan Nur
Win Wan Nur Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya adalah orang Gayo yang lahir di Takengen 24 Juni 1974. Berlangganan Kompas dan menyukai rubrik OPINI.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

WANADRI, Ternyata Tidak Arogan

23 Maret 2013   01:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:23 10088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angka 33 hari ini kami dapatkan berdasarkan perhitungan dari waktu yang ditempuh oleh tim TPGL dan waktu 85 hari yang ditempuh oleh Tim STUPALA. Berdasarkan cerita dari tim TPGL waktu yang ditempuh Tim TPGL dalam sehari setara dengan 4 atau lima hari waktu yang ditempuh tim STUPALA.

Waktu ekspedisi kami rencanakan pada saat liburan semester genap di akhir bulan juli, dengan target kami akan mencapai puncak pada tanggal 17 agustus 1994.

Untuk mensukseskan misi itu, kami dilatih seperti atlet Olimpiade selama hampir setahun penuh. Banyak peserta seleksi yang muntah-muntah dan gugur dari seleksi. Selama Pra Ekspedisi kami berlatih mendaki Gunung Seulawah dengan ransel berisi batu bata. Untuk melatih mental dan kekompakan kami dilepas berjalan di siang bolong dengan beban 40 Kg di punggung di padang rumput antara Jantho dan Krueng Jreu selama dua hari.

Tapi di tengah persiapan kami, kami baca di koran lokal bahwa pada bulan Mei Tim gabungan dari WANADRI dan BRIMOB POLRI akan melakukan ekspedisi Jalur Selatan Leuser. 2 bulan sebelum rencana ekspedisi kami. Dan ternyata ekspedisi ini sukses, mereka berhasil menjadi tim pertama yang mencapai puncak Leuser dari jalur selatan dengan menjadikan desa Manggeng sebagai titik awal pendakian.

Berita ini tidak menyurutkan semangat kami untuk melakukan ekspedisi, meskipun banyak kendala yang harus kami hadapi tekad kami untuk menembus jalur Selatan Leuser pada tahun ini tidak surut. Selain dana ada banyak kendala yang kami alami sebelum berangkat melakukan ekspedisi ini. Salah seorang anggota tim andalan kami gagal berangkat karena menjelang keberangkatan, orang tuanya meninggal dunia. Beberapa tidak mendapat izin dari orang tua, sampai yang tidak punya ransel untuk berangkat melakukan ekspedisi. Tapi di tengah semua kendala itu kami tetap berangkat. Dari 60 orang peserta seleksi 9 orang terpilih menjadi tim pendaki dengan komposisi 8 orang laki-laki (saya termasuk salah satunya) dan satu orang perempuan bernama Asih Budiati. Sisanya menjadi tim pendukung ekspedisi, entah itu mengurus pendanaan, perizinan, tim posko dan lain-lain.

Saat akan berangkat kami dilepas dengan gagah oleh Kapolda Aceh, segala perizinan di tingkat Provinsi beres. Karena tidak memiliki dana untuk khusus berangkat mengurus izin di tingkat kabupaten akan kami lakukan berbarengan dengan waktu keberangkatan.

Saat berangkat pun, karena keterbatasan dana untuk berangkat dari Banda Aceh ke Blang Pidie yang jaraknya sekitar 600 KM, hanya Tim inti yang mendapat kehormatan berangkat naik Bus. Para anggota tim pendukung, harus rela berdesakan di dalam bak terbuka Chevrolet Pick Up milik bang Erick, salah seorang senior kami.

Setelah menempuh perjalanan selama 14 jam akhirnya kami tiba di Tapak Tuan. Di Ibu Kota Aceh Selatan ini kami yang sedang berada dalam semangat tinggi untuk melakukan pendakian langsung menuju Polres Tapak Tuan untuk melaporkan rencana ekspedisi kami yang dilepas oleh Kapolda sekaligus meminta izin resmi. Tapi tanpa kami duga, Polres Tapak Tuan tidak mau mengeluarkan izin pendakian untuk kami dengan alasan yang paling tidak masuk akal yang pernah kami dengar yaitu DILARANG OLEH WANADRI. Mendengar alasan yang sangat tidak masuk akal itu, kami benar-benar meradang, Ketua Umum kami Sdr Arma Yadi mengamuk dan hampir ribut dengan satuan Polres Tapak Tuan. Ingin rasanya kami menelepon dan memaki-maki WANADRI saat itu juga tapi kami tidak tahu harus menelepon kemana. Akibat dari larangan ini kami terkatung-katung selama seminggu di Aceh Selatan.

Untungnya saat itu salah seorang senior kami (Yah Cut) sedang mengerjakan proyek irigasi di Blang Pidie sebuah kota lain di Aceh Selatan. Jadi selama seminggu itu beliau lah yang menampung kami di Posko kerjanya dan membiayai segala kebutuhan kami selama masa yang tidak jelas itu, sehingga dana kami yang sangat terbatas tidak tersedot untuk hal yang di luar rencana itu. Selama seminggu, kami terus berusaha melobi Polres Aceh Selatan untuk mengeluarkan izin pendakian untuk kami. Tapi Polres tetap berkeras bahwa kami tidak boleh mendaki Gunung Leuser sebelum keluar ANEV (Analisa dan Evaluasi) dari WANADRI. Sebab begitulah pesan dari WANADRI.

Karena melihat sama sekali tidak ada celah untuk mendapatkan izin pendakian. Kami pun melakukan rapat internal untuk memutuskan nasib ekspedisi ini, lanjut atau dihentikan. Arma Yadi sebagai Ketua Umum yang punya tanggung jawab paling besar menyarankan untuk menghentikan ekspedisi dan mencoba lagi tahun depan. Tapi kami 9 orang anggota tim pendaki yang sudah lulus seleksi menolak keras. Ini daerah kita, ini wilayah kita apa pula urusannya dengan WANADRI, nggak ada alasan untuk mundur. Ada atau tidak ada izin kita tetap lanjutkan ekspedisi. Begitu keputusan kami.

Akhirnya disepakati ekspedisi tetap dilanjutkan, meskipun kami melakukannya seperti pencuri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun