1. Pendahuluan
Dalam lingkungan Universitas Muhammadiyah Malang terdapat nilai IIIMAN yang mencakup Ikhlash, Ihsan, Ithqan, Ma’iyyah, Amanah dan Nazahah yang dimana semua mahasiswa wajib mampu mengimplementasikannya saat berada di lingkungan kampus maupun di luar lingkungan kampus. Ada beberapa key behaviours atau perilaku kunci nilai IIIMAN bagi civitas akademika Universitas Muhammadiyah Malang yaitu ikhlas, integritas, inklusif, manusiawi, adaptif dan nusantara.
Artikel ini dibuat dengan tujuan agar pembaca dapat memahami pengertian dan makna spiritual dari nilai-nilai IIIMAN, yang meliputi Ikhlash, Ihsan, Ithqan, Ma’iyyah, Amanah, dan Nazahah. Selain itu, artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang perilaku kunci yang terkait dengan nilai-nilai IIIMAN bagi Civitas Akademika Universitas Muhammadiyah Malang. Melalui artikel ini, diharapkan seluruh anggota civitas akademika dapat lebih mengenal dan mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam konteks akademik maupun dalam interaksi sosial mereka.
2. Pembahasan
2.1 Pengertian dan makna spiritual dari IIIMAN (Ikhlash, Ihsan, Ithqan, Ma'iyyah, Amanah dan Nazahah)
2.1.1 Ikhlash
Secara Bahasa: Ikhlas berasal dari kata Arab "أَخْلَصَ" (akhlasa) yang berarti "memurnikan" atau "membersihkan".
Secara Istilah: Ikhlas adalah melakukan sesuatu semata-mata karena Allah, tanpa mengharapkan pujian, imbalan, atau pengakuan dari manusia. Ini berarti memurnikan niat dalam setiap amal ibadah dan perbuatan baik agar hanya ditujukan kepada Allah.
Dalam Islam, ikhlas didefinisikan sebagai konsep ketulusan, kesungguhan, dan kemurnian niat dalam tindakan atau perbuatan. Ini juga memiliki makna spiritual. Ikhlas dianggap sebagai ruh dari amal perbuatan, sehingga amal perbuatan tanpa rasa ikhlas tidak memiliki nilai spiritual. Bagian dari akhlakul karimah dalam Islam adalah ikhlas, dan akhlak mulia yang mencerminkan tingkat spiritual yang lebih tinggi disebut Ihsan. Ihsan adalah keyakinan bahwa Allah SWT selalu melihat dan mengetahui apa yang kita lakukan, sehingga seorang Muslim harus berusaha untuk menjadikan ikhlas sebagai dasar dari semua tindakan dan ibadah mereka (Rinumaya, n.d.).
Ikhlas juga berarti niat dan tujuan yang bersih dari setiap tindakan. Dalam agama Islam, ikhlas didefinisikan sebagai sikap hati yang murni dan tulus dalam beribadah atau berbuat baik, tanpa alasan atau niat lain selain mendekatkan diri kepada Allah atau melakukan kebajikan. Dalam Islam, konsep ikhlas sangat penting untuk mencapai keridhaan Allah SWT. Seorang Muslim harus berusaha menyucikan hati dan niat dalam setiap tindakannya karena perbuatan baik dan ibadah yang dilakukan dengan niat ikhlas akan diberikan pahala oleh Allah SWT.
Tiga tingkat ikhlas berbeda: Ikhlas Awam, Ikhlas Khawas, dan Ikhlas yang paling tinggi. Motivasi untuk Ikhlas Awam adalah untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT, sedangkan Motivasi untuk Ikhlas Khawas adalah untuk mendapatkan sesuatu dari Allah SWT tanpa mempertimbangkan pujian atau pengakuan orang lain. Aplikasi ikhlas dalam hidup memerlukan kesadaran, komitmen, dan kesungguhan. Seorang Muslim harus berusaha untuk membuat ikhlas menjadi inti dari setiap tindakan dan ibadah yang dia lakukan. Dengan demikian, setiap tindakan akan memiliki nilai spiritual dan dapat diterima oleh Allah SWT.
Di dalam Al-Qur’an, banyak ayat Allah yang memerintahkan agar nilai keikhlasan dijadikan pegangan dalam hidup dan menjadi karakter seorang mukmin (mukhlis dan mukhlas), diantaranya Q.S. Al-Bayyinah ayat 5 yang berbunyi,
"Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama dan juga melaksanakan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus."
Juga Q.S.Az-Zumar ayat 11 yang berbunyi
"Katakanlah (Muhammad), 'Sesungguhnya aku diperintahkan agar menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya dalam (menjalankan) agama.'"
2.1.2 Ihsan
Secara Bahasa: Ihsan berasal dari kata Arab "أَحْسَنَ" (ahsana) yang berarti "berbuat baik" atau "berbuat dengan sempurna".
Secara Istilah: Ihsan adalah beribadah kepada Allah seolah-olah melihat-Nya, dan jika tidak mampu merasakan itu, maka menyadari bahwa Allah selalu melihat kita. Ihsan mencakup kualitas tertinggi dalam beribadah dan berbuat baik kepada sesama.
Dalam Islam, pengertian dan makna spiritual dari Ihsan adalah suatu konsep perbuatan yang mencakup segala kebaikan yang terkait dengan ibadah, akidah, atau tindakan lain. Ihsan termasuk dalam tiga pokok "agama": Islam, iman, dan ihsan. Akhlak ihsan serupa dengan akhlak Rasulullah Saw. Ihsan juga memiliki arti spiritual yang lebih dalam, yaitu keyakinan bahwa Allah SWT selalu melihat dan mengetahui apa yang kita lakukan. Dalam Surat An Nisa ayat 125 dari Al Quran, dijelaskan bahwa orang yang berihsan adalah orang yang paling baik secara keagamaan (Sitoresmi, 2023).
Dalam hal spiritual, Ihsan juga dianggap sebagai hasil dari tingkat spiritual yang lebih tinggi, yaitu keyakinan bahwa Allah SWT selalu mengawasi dan mengetahui apa yang kita lakukan. Jika seorang Muslim menyadari kehadiran-Nya, dia harus berusaha untuk menjadikan ikhlas sebagai dasar dari setiap perbuatan dan ibadahnya. Salah satu hadis Rasulullah Saw yang mengatakan,
"Sesungguhnya Allah telah menetapkan perbuatan baik (ihsan) atas segala sesuatu. Jika kalian membunuh maka berlakulah baik dalam hal itu. Jika kalian menyembelih maka berlakulah baik dalam hal itu, hendaklah kalian mengasah pisaunya dan menyenangkan hewan sembelihannya", menunjukkan dalil tentang ihsan dalam Islam menurut Hadis Riwayat Muslim.
Ihsan memiliki makna spiritual yang lebih dalam dan luas dalam Islam karena dianggap mencakup segala kebaikan yang terkait dengan ibadah, akidah, atau jenis ibadah lainnya, serta keyakinan bahwa Allah SWT selalu mengawasi dan mengetahui apa yang kita lakukan.
2.1.3 Ithqan
Secara Bahasa: Ithqan berasal dari kata Arab "أَتْقَنَ" (atqana) yang berarti "melakukan dengan baik" atau "menguasai".
Secara Istilah: Ithqan adalah melakukan segala sesuatu dengan penuh ketelitian, kesungguhan, dan keahlian. Ini berarti mengerjakan setiap tugas dengan sebaik-baiknya dan menjaga kualitas serta kesempurnaan dalam setiap amal.
Dalam Islam, itqan didefinisikan sebagai konsep melakukan sesuatu dengan hati-hati, sepenuh hati, dan berkualitas tinggi, bukan seadanya atau tanpa tujuan. Itqan memiliki makna yang lebih dalam, yaitu keyakinan bahwa Allah SWT sangat mencintai orang yang melakukan pekerjaan dengan itqan, yaitu dengan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan (Sukidi & Liu, 2002)
Itqan juga memiliki makna spiritual yang lebih luas, yaitu sebagai suatu keharusan untuk melakukan amalan tertentu. Akibatnya, Allah SWT menyukai hambanya yang melakukan amalan tertentu ini. Dalam Al Quran, Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melaksanakan suatu pekerjaan, maka pekerjaan tersebut dilakukannya dengan itqan." (HR Thabrani)
Dalam konteks spiritual, Itqan juga dianggap sebagai suatu keharusan untuk melakukan amal, sehingga Allah SWT menyukai hambanya yang melakukan amal itu. "Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang di bumi sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya." (Al-Kahfi Ayat 7)
Itqan memiliki makna spiritual yang lebih dalam dan lebih luas dalam Islam karena beramal dengan itqan berarti beramal dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan, serta dengan kesadaran bahwa Allah SWT selalu mengawasi dan mengetahui apa yang kita lakukan. Akibatnya, Itqan memiliki dampak yang signifikan pada kehidupan seorang Muslim.
2.1.4 Ma'iyyah
Secara Bahasa: Ma’iyyah berasal dari kata Arab "مَعِيَّة" (ma'iyyah) yang berarti "kebersamaan" atau "bersama".
Secara Istilah: Ma’iyyah merujuk pada kesadaran bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya, mengawasi dan melindungi. Ma’iyyah juga mencakup keyakinan bahwa Allah senantiasa mendampingi dan memberikan pertolongan dalam setiap keadaan.
Dalam Islam, pengertian dan makna spiritual Ma'iyyah adalah konsep kebersamaan Allah dengan makhluk-Nya, yang mencakup semua aspek kehidupan, seperti ilmu, kodrat, kekuasaan, pendengaran, penglihatan, dan makna rubūbiyah lainnya. Makna yang lebih dalam dari ma'iyyah adalah keyakinan bahwa Allah meliputi makhluk-Nya dalam semua aspek kehidupan mereka, sehingga mereka menjadi bagian dari Allah dan Allah menjadi bagian dari makhluk-Nya (Saiful Amien, 2021).
Makna spiritual yang lebih luas dari ma'iyyah adalah sebagai suatu kebersamaan antara Allah dan makhluk-Nya, yang mencakup semua aspek kehidupan, seperti ilmu, kodrat, kekuasaan, pendengaran, penglihatan, dan makna rubūbiyah lainnya. Dalam Al Quran, Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya Allah meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya." (Al-Hadid Ayat 3)
Dalam hal spiritual, Ma'iyyah juga didefinisikan sebagai hubungan antara Allah dan makhluk-Nya, yang mencakup semua aspek kehidupan, seperti ilmu, kodrat, kekuasaan, pendengaran, penglihatan, dan makna rubūbiyah lainnya. Oleh karena itu, Ma'iyyah memiliki makna spiritual yang lebih dalam dan luas dalam Islam, dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan seorang Muslim.
2.1.5 Amanah
Secara Bahasa: Amanah berasal dari kata Arab "أَمَانَة" (amanah) yang berarti "kepercayaan" atau "tanggung jawab".
Secara Istilah: Amanah adalah tanggung jawab atau kepercayaan yang harus dijaga dan dilaksanakan dengan jujur dan penuh integritas. Ini mencakup segala bentuk tugas dan kewajiban yang diberikan oleh Allah dan manusia, yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Dalam bahasa Arab, "amana" adalah kata yang berasal dari kata "amanah", yang berarti dapat dipercaya atau jujur. Amanah, dalam pengertian yang lebih luas, mencakup tanggung jawab, kepercayaan, atau melakukan tugas dengan sebaik-baiknya. Amanah tidak hanya mencakup tugas sehari-hari kecil, tetapi juga tugas besar dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam hal pribadi, sosial, maupun spiritual. Amanah secara spiritual berarti bertanggung jawab kepada Allah. Pada hakikatnya, semua tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepada manusia adalah amanah dari Allah yang harus dipenuhi dengan penuh kesadaran dan ketaatan. Ini berarti mengikuti semua perintah-Nya dan menghindari semua larangan-Nya dengan sebaik mungkin. Dengan kesadaran ini, seseorang berusaha keras untuk selalu mengikuti jalan yang diridhai oleh Allah.
Kejujuran dan integritas adalah komponen utama amanah. Menjalankan amanah dengan baik berarti berperilaku dengan benar dan jujur dalam setiap tindakan dan keputusan yang Anda ambil. Orang yang benar-benar percaya tidak akan mengkhianati apa yang diberikan kepadanya, baik oleh Allah maupun oleh orang lain. Ini menunjukkan bahwa amanah bukan hanya tugas yang dilakukan di luar tetapi juga di dalam diri seseorang, yang menunjukkan iman dan sifat seseorang. Amanah juga mencakup tanggung jawab sosial dan kepedulian terhadap sesama.
Orang yang amanah akan memperhatikan hak orang lain dan berusaha untuk memenuhi kewajibannya terhadap sesama manusia dengan sebaik mungkin. Dengan demikian, seorang Muslim harus selalu ingat akan kewajibannya untuk menjaga amanah orang lain dan berusaha untuk tidak merugikan atau mengkhianati kepercayaan orang lain dalam setiap interaksi sosial.
Dalil-dalil Al-Qur'an sangat menekankan pentingnya amanah. Surah Al-Ahzab ayat 72 menyatakan betapa beratnya amanah yang dipikul oleh manusia, yang bahkan langit, bumi, dan gunung-gunung enggan untuk memikulnya. Surah An-Nisa ayat 58 menegaskan pentingnya menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya dan menegakkan keadilan dalam segala urusan. Selain itu, Surah Al-Mu’minun ayat 8 menggambarkan sifat orang-orang beriman yang selalu menjaga amanah dan janji mereka. Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa amanah adalah salah satu sifat mulia yang harus dimiliki dan dijaga oleh setiap Muslim, sebagai bagian dari tanggung jawab mereka kepada Allah dan sesama manusia.
2.1.6 Nazahah
Secara Bahasa: Nazahah berasal dari kata Arab "نَزَاهَة" (nazahah) yang berarti "kebersihan" atau "kemurnian".
Secara Istilah: Nazahah adalah menjaga kemurnian dan kebersihan dalam tindakan, niat, dan moral. Ini mencakup kejujuran, integritas, dan ketulusan dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam hubungan dengan Allah maupun sesama manusia.
Nazahah, yang dalam bahasa Arab berarti kebersihan atau kemurnian, merujuk pada kemurnian hati, pikiran, dan tindakan dari segala bentuk dosa dan kekotoran moral. Dalam konteks spiritual, nazahah mencakup integritas, kejujuran, dan ketulusan dalam setiap aspek kehidupan seorang Muslim. Kebersihan hati merupakan inti dari nazahah, karena seorang Muslim harus menjaga hatinya dari penyakit seperti iri, dengki, dan keangkuhan, agar mereka dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan. Nazahah adalah prinsip Islam yang penting yang mencakup kebersihan hati, integritas, dan kejujuran dalam setiap aspek kehidupan. Dalil-dalil dari Al-Qur'an menunjukkan betapa Allah mencintai orang yang menjaga kemurnian dan menghindari penipuan, yang pada akhirnya membawa keberuntungan dan keberkahan.
Secara spiritual, nazahah berarti menjaga diri dari perbuatan tercela dan berusaha tetap berada di jalan yang diridhai Allah. Hal ini tercermin dalam Surah Al-Baqarah ayat 222 yang menyatakan, "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah mencintai orang-orang yang berusaha menjaga kebersihan diri, baik secara fisik maupun spiritual.
Selain itu, nazahah menekankan pentingnya kejujuran dan integritas dalam tindakan sehari-hari. Dalam Surah Ash-Shams ayat 9-10 disebutkan, "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya." Ayat ini menegaskan bahwa keberuntungan dan kesuksesan sejati datang dari upaya menjaga kesucian jiwa, sementara kerugian datang dari mengotorinya dengan perbuatan dosa.
Dalam konteks sosial, nazahah berarti menjaga hubungan yang baik dan adil dengan sesama manusia, termasuk menjaga amanah, tidak berbohong, dan tidak melakukan kecurangan. Surah Al-Mutaffifin ayat 1-3 mengingatkan, "Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." Ayat ini menekankan pentingnya kejujuran dan keadilan dalam perdagangan dan interaksi sosial, yang merupakan bagian dari nazahah.
2.2 Key Behaviours (Perilaku kunci) nilai IIIMAN bagi civitas akademika Universitas Muhammadiyah Malang
Nilai IIIMAN merupakan nilai-nilai utama yang diterapkan oleh Universitas Muhammadiyah Malang bagi civitas akademika, termasuk mahasiswa, dosen dan staf. Berikut ini adalah beberapa contoh perilaku kunci yang tercermin dalam IIIMAN:
2.2.1 Ikhlas (SIncerity)
Adalah menunjukkan ketulusan dalam menjalankan tugas dan kewajiban akademik serta berkontribusi dengan sungguh-sungguh untuk kemajuan universitas. Contoh perilaku:
1. Melakukan tugas dengan sepenuh hati dan tanpa mengharapkan imbalan pribadi.
2. Memberikan sumbangan positif kepada lingkungan akademik dan masyarakat secara tulus.
2.2.2 Integritas (Integrity)
Adalah bertindak jujur, adil dan konsisten dalam segala aspek kehidupan akademik, baik dalam peelitian, pengajaran, maupun tata kelola universitas. Contoh perilaku:
1. Menjaga kejujuran dan tidak melakukan kecurangan dalam pekerjaan akademik.
2. Menghormati hak cipta dan sumber informasi lainnya dalam penelitian dan penulisan.
2.2.3 Inklusif (Inclusive)
Adalah menerima perbedaan dan menghargai keragaman dalam komunitas akademik, serta membangun lingkungan yang inklusif dan ramah bagi semua orang. Contoh perilaku:
1. Menghormati dan mendukung keragaman budaya, agama, suku dan latar belakang lainnya dalam interaksi sehari-hari.
2. Menghindari diskriminasi dan mempromosikan kesetaraan hak dan peluang.
2.2.4 Manusiawi (Humanity)
Adalah memiliki empati dan kepekaan sosial terhadap sesame anggota komunitas akademik dan masyarakat pada umumnya. Contoh perilaku:
1. Mendengarkan dengan empati dan memberikan dukungan kepada sesame mahasiswa, dosen dan staf yang mengalami kesulitan.
2. Terlibat dalam kegiatan sosial dan kemanusiaan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan.
2.2.5 Adaptif (Adaptive)
Adalah mampu beradaptasi dengan perubahan dan tantangan, serta mengembangkan kemampuan diri secara berkelanjutan. Contoh perilaku:
1. Belajar dan mengikuti perkembangan pengetahuan dan teknologi terkini dalam bidang studi masing-masing.
2. Bersedia mengubah pendekatan dan strategi jika diperlukan untuk mencapai tujuan akademik.
2.2.6 Nusantara (Archipelago)
Adalah menghargai dan mempromosikan kekayaan budaya, tradisi dan kearifan local Indonesia. Contoh perilaku:
1. Memperkenalkan budaya dan tradisi local kepada mahasiswa, dosen dan staf.
2. Menjaga kelestarian lingkungan dan menghormati nilai-nilai budaya setempat
Perilaku-perilaku ini mencerminkan komitmen Universitas Muhammadiyah Malang untuk menciptakan lingkungan akademik yang bermartabat, inklusif dan berdaya saing tinggi.
3. Kesimpulan
Terdapat nilai IIIMAN yaitu ikhlas, ihsan, itqan, ma’iyyah, amanah dan nazahah.ikhlas artinya kita melakukan ibadah semata-mata karena Allah SWT tanpa mengharapkan pujian apapun dari orang lain. Ihsan mencakup kualitas tertinggi dalam beribadah dan berbuat baik kepada sesama. Itqan memiliki makna yang lebih dalam, yaitu keyakinan bahwa Allah SWT sangat mencintai orang yang melakukan pekerjaan dengan itqan, yaitu dengan pengetahuan dan kemampuan yang diperlukan. Makna yang lebih dalam dari ma'iyyah adalah keyakinan bahwa Allah meliputi makhluk-Nya dalam semua aspek kehidupan mereka, sehingga mereka menjadi bagian dari Allah dan Allah menjadi bagian dari makhluk-Nya. Amanah, dalam pengertian yang lebih luas, mencakup tanggung jawab, kepercayaan, atau melakukan tugas dengan sebaik-baiknya. Nazahah adalah menjaga kemurnian dan kebersihan dalam tindakan, niat, dan moral. Contoh perilaku kunci yaitu ikhlas, integritas, inklusif, manusiawi, adaptif dan nusantara.
REFERENSI
Rinumaya, E. Y. (n.d.). Landasan Teori Ikhlas. 15–54.
Saiful Amien, M. P. (2021). Buku AIK UMM.
Sitoresmi, A. R. (2023). Pengertian Rukun Ihsan, Dalil dan Contohnya dalam Kehidupan Sehari-hari. Liputan6.Com.
Sukidi, & Liu, X. S. (2002). KORELASI TINGKAT KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN MOTIVASI BELAJAR MENGHAFAL AL-QU’RAN SANTRI. 65, 1–3. https://doi.org/10.1103/PhysRevA.65.032302
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H