Mohon tunggu...
Wildan Ramadhani
Wildan Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya sangat suka sekali mendengarkan musik, membuat design seperti majalah digital ataupun brosur.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tangga-Tangga Menuju Bintang

30 Januari 2024   16:42 Diperbarui: 5 Februari 2024   18:23 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar:Microsoft Bing.com

Tokoh 1:Larasati (Gadis, 21 Tahun)

Tokoh 2:Slamet (Bapaknya, 71 Tahun )

Tokoh 3:Ani (Ibunya, 60 Tahun )

Tokoh 4:Tuti(Kepala Sekolah, 51 Tahun)

Tokoh 5:Wati (Nenek, 87 Tahun)

Tokoh 6:Ayu (Teman Sebaya,21 Tahun)

Tokoh 7:Joko (Guru SPG, 43 Tahun)

Latar Tempat: Desa Pamuruyan, Panenjoan,Desa Warnajati, Kec.Cibadak,Kab Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

Pada suatu hari di desa pamuruyan yang teduh  di Kab.Sukabumi, hiduplah seorang remaja perempuan Bernama Larasati. Tahun 1983 Larasati baru saja lulus dari sekolah menengah pertama di salah satu kota kecil. Dengan keadaan ekonomi yang sulit tidak memudarkan semangat larasati untuk menggapai cita-citanya. Larasati memiliki impian besar untuk menjadi seorang guru yang dapat membantu masyarakat desanya yang kurang minat dalam pendidikan. Namun, perjalanan menuju cita-cita itu bukanlah suatu yang mudah.

Cerita dimulai dengan Larasati yang ingin melanjutkan pendidikannya ke sekolah Pendidikan guru negeri dengan tujuan ketika sudah lulus nanti ia biar bisa cepat mendapatkan pekerjaan. Larasati yang baru saja bangun kemudian mandi di pagi hari pukul 05.30 WIB. Kemudian setelah mandi ia pun mendekati bapak yang sedang duduk membaca koran dengan secangkir kopi di teras rumah.

Bapak Slamet:''Tumben sudah mandi rass''

Larasati:''Iyaa pak, tadi disuruh ibu buat mandi siap-siap ke pasar''

Bapak Slamet:''Ibu lagi apa di dalem?''

Larasati:''Ibu lagi dandan pak siap-siap ke pasar juga''

Bapak:''Ohhh, sini rass duduk sebelah bapak''

Larasati:''Iyaa pak''

Kemudian laras pun duduk bersebelahan dengan Bapak Slamet dengan fokusnya membaca koran hari ini. Laras yang sudah duduk kemudian memandang Bapak Slamet dan berbincang.

Larasati:"Bapak, ada yang mau Laras bicarakan dengan Bapak"

Bapak:''Kenapa Laras? Bicara sajaa''

Larasati:''Laraskan sekarang baru saja lulus smp, Laras ingin sekali melanjutkan Pendidikan ke sekolah Pendidikan guru.''

Bapak:"Iyaa larass lanjutkan saja Pendidikanmu itu bapak siap membayar dan membantu untuk masa depan kamu.''

Larasati:''Tapi Laras ingin sekali melanjutkan ke sekolah pendidikan guru yang berada di kota Sukabumi.''

Bapak:''LARASS, apakah sudah tidak ada sekolah Pendidikan guru yang dekat? Kenapa kamu memilih yang jauh? Bapak tidak setuju.''

Larasati:''Iyaa pak maaf, laras ingin sekolah Pendidikan guru di kota karena biaya yang murah dan ditanggung pemerintah.''

Bapak:''Bapak ngerti rass kamu tidak ingin memberatkan Bapak dan Ibu tapi bagaimana soal ongkos kamu untuk kesana? dan bagaimana jika terjadi apa-apa?''

Di dalam perbincangan yang terdengar oleh Ibu Ani yang sedang dandan di dalam. Diapun  keluar dan mendekati keduanya.

Ibu Ani:''Ibu pun tidak setuju kamu ingin melanjutkan Pendidikan guru di kota, Ibu dan Bapak sangat khawatir sayang jika terjadi apa-apa kepadamu bagaimana?.''

Larasati:''Baik Pak Bu, Mungkin Laras akan mencari kembali Sekolah Pendidikan Guru yang lebih dekat.''

Ibu Ani:''Kita marah bukan karna apa-apa rass tapi kita sayang kamu rass ini demi kebaikan dan keselamatan kamu juga yaa.''

Larasati:''Iyaa buu.''

Ibu Ani:''Yuk anter Ibu ke pasar, Ibu sama Laras pamit dulu yaa pak.''

Bapak:''Iyaa buu hati-hati dijalannya''

Kemudian Ibu Ani dan Larasati pun pergi ke pasar yang tidak jauh dari rumahnya yang hanya membutuhkan waktu 10 menit untuk sampai disana. Ibu Ani dan Larasati pun membeli bahan-bahan makanan yang diperlukan untuk makan bersama nanti. Setelah selesai belanja, Ibu Ani dan Larasati pun pulang dan di Tengah perjalanan Larasati bertemu dengan Ayu teman sebayanya pada saat di SMP.

Ayu:''Ehhh Larass, dari manaa?''

Larasati:''Ehh Ayuu, dari pasar tadii nemenin Ibu belanja. Buu kenalin ini Ayu temen Larasati di SMP.''

Ayu:''Kenalin Bu saya Ayu temannya Larasati.''

Ibu Ani:''Aduh meni cantik neng Ayu, mampir atuh ke rumah Ibu yuk sekalian Ibu buatin makan.''

Larasati:''Iyaa yuu sekalian kita ngobrol-ngobrol.''

Ayu:''Boleh dehh kalo gitu, kebetulan banget mau ada yang aku omongin sama kamu rass.''

Kemudian setelah itu, Larasati, Ayuu dan Ibu Ani pulang ke rumah bersama-sama dengan menenteng belanjaan yang tadi sudah dibeli di pasar. Setelah sampai di rumah, Larasati dan Ibu Ani pun mempersilahkan Ayu untuk duduk di ruang makan sembari  menyiapkan bahan-bahan yang ingin di masak. Bapak Slamet pun menyambut masuk Ayu dan berbincang sedikit di meja makan. Ibu Ani dan Larasati pun kemudian menyajikan hidangan makanan yang sudah di masak tadi dimeja makan. Mereka pun menyantap hidangan yang sudah dimasak tadi. Setelah makan Ayu pun menyampaikan informasi yang penting bagi Laras.

Ayu:''Laras minggu depan ada penerimaan seleksi Pendidikan guru, kamu sempat ceritakan ingin sekali menjadi seorang guru, tetapi  pendidikan guru ini swasta yang berada tidak jauh dari sini sekitar 2 km.''

Larasati:''(Wajah tersenyum kepada Ayu) Wahh kebetulan banget aku lagi mencari sekolah Pendidikan guru Ayuu, terimakasih banyak atas informasinya.''

Ayu:''Sama-sama Larass, kebetulan aku juga akan ikut seleksi. Jadi kita bisa berangkat bersama untuk pergi kesana.''

Larasati:''Baiklah Ayuu.''

Bapak Slamet & Ibu Ani:''Alhamdulillahhh.''

Seminggu kemudian, Laras dan Ayu pun mengikuti seleksi dan lulus seleksi masuk Sekolah Pendidikan Guru Swasta. Mereka sangat senang atas pengumuman tersebut. Namun, ada beberapa hambatan yang dilalui oleh Larasati karena kurangnya ekonomi keluarga. Larasati hanya dibekali 50-100 rupiah yang hanya cukup untuk biaya transportasi saja terkadang ia jalan kaki dengan jarak 2 KM. Dengan beralaskan Sepatu bolong dan pakaian seadanya, Larasati berjalan menuju sekolah dikarenakan uangnya yang habis dibayar untuk iuran sekolah dengan harga RP. 7000 yang dimana untuk ukuran di tahun 80an termasuk besar.

Dengan perjalanan yang cukup melelahkan, jalan setapak yang dipenuhi dengan tanaman hijau yang rimbun, Larasati dengan tekad yang kuat terus melangkah maju menuju cita-citanya. Meskipun dihadang oleh berbagai kesulitan ekonomi dan rintangan lainnya, Di Tengah perjalanan Larasati pun beristirahat terlebih dahulu di dekat pohon.

Larasati:''(Keringat membasahi wajah) Haduhh pegal sekali kakiku. Sepertinya aku harus beristirahat terlebih dahulu.''

Tiba-tiba dibelakang ada yang mengagetkan Larasati ketika dia sedang beristirahat yaitu Ayu teman dekatnya Laras.

Ayu:''(Mengendap-ngendap dibelakang) Dorrrr, Hahahaha, hehh Larass wajah kamu keliatannya capee sekalii nihh aku ada sedikit minum di tumblr aku.''

Larasati:''(Wajah terkejut) Astagfirllah Ayuu ihhh ngagetin ajaa. Iyaa nihh rass aku lupa bawa minum tadi jadinya kecapeann, makasihh yaa udah mau bagii minumnya.''

Ayu:''Sama-sama rass, yukk kita lanjutin perjalanannya takutnya kesiangan.''

Larasati:''Berangkattt.''

Setelah 3 tahun dilalui dengan segala kesulitan yang dialami Larasati seperti sering sekali Laras tidak menerima rapot di sekolahnya dikarenakan iuran perbulan yang sering nunggak karena kurangnya ekonomi keluarga. Larasati juga tidak pernah jajan di sekolah dikarenakan uangnya yang hanya cukup untuk transportasi pulang pergi. Walaupun banyak kesulitan yang dihadapi oleh Larasati tidak dijadikan sebagai hambatan bagi dia sendiri. Ketika pembagian rapot Larasati pun duduk termenung  di kelas dan sedih karena rapotnya sudah pasti tidak akan dia dapatkan karena menunggak iuran.

Bapak Joko: (Menatap Laras) ''Larass maju sini Bapak ingin ngobrol sebentar.''

Larasati: ''Iyaa pakk,gimana?''

Bapak Joko:''Kamu uang iuran masih nunggak ya?''

Larasati:''Iyaa pakk, maaf yaa pakk saya lagi tidak ada uang bulan ini.''

Bapak Joko:''Yasudahh, tidak apa-apa nihh bapak kasih lihat saja nilainya gapapakan?''

Larasati:''Iyaa pak gapapa, diperlihatkan saja juga sudah bersyukur pak terima kasih banyak.''

Bapak Joko:''Nilai-nilai kamu bagus kok gaada yang kurang dan kamu masuk ranking ke 3 besar selamat yaa.''

Larasati: ( Tersenyum Lebar) ''Alhamdulillah pakk, terima kasih banyak pakk, insyaallah iuaran bulan ini saya bayar.''

Bapak Joko:''Yaudah sekarang pulang aja gausah sedih kasih tau orang dirumah kalo kamu masuk ranking 3 besar, salam dari pak Joko ya.''

Dengan gembira Larasati pun cium tangan kemudian pamit pulang ke rumah untuk memberikan informasi bahwa ia masuk ranking 3 di kelasnya. Setelah 3 tahun lulus di Sekolah Pendidikan Guru, Kepala Sekolah dari Yayasan tersebut kemudian memanggil Larasati ke kantornya. Larasati pun berjalan menuju kantor kepala sekolah kemudian kepala sekolah menyuruhnya masuk dan duduk.

Larasati: Adaa apaa yaa bu Tuti memanggil saya?

Ibu Tuti: ''Begini Larasati,  Saya lihat-lihat Laras punya nilai yang memuaskan ya dan juga di sekolah aktif mengikuti ekskul kesenian degung. Apakah Laras bersedia jika Ibu angkat Laras menjadi guru honor disini?''

Larasati: (Wajah senang dan penuh semangat) Wahh boleh banget bu, kebetulan saya butuh banget pekerjaan.''

Ibu Tuti:''Baiklah kalo begitu ini ada informasi untuk berkas-berkas yang perlu Laras bawa dan isi. Besok kumpulkan ke Ibu berkasnya dan nanti saya interview sedikit yaa.''

Larasati: (Mengambil kertasnya dengan wajah senyum) Baikk Ibuu besok saya kumpulkan berkas-berkasnya dan sebelumnya terimakasih banyak sudah mempercayakan pekerjaan ini kepada saya.''

Ibu Tuti: (Membalas dengan senyuman) ''Iyaa Laras samaa-sama, Ibu tunggu besok jam 8 pagi.''

Larasati: ''Siapp bu.''

Larasati pun bergegas pulang untuk menyiapkan  berkas-berkas yang diperlukan esok hari. Hari pun berganti, Larasati sudah menyiapkan berkas-berkas dan sudah siap juga untuk interview. Akhirnya, ia pun lolos masuk dan mulai mengajar minggu depan. Walaupun gaji yang ditawarkan tidak terlalu besar tapi setidaknya Larasati sudah mempunyai penghasilan sendiri. Pada saat gajian  pertama, Larasati membelikan makanan kepada keluarganya, Bapak Slamet dan Ibu Ani terlihat sangat senang sekali melihat anaknya yang kian maju hari demi hari. 

"Suara ayam berkokok menandakan datangnya pagi hari."

Larasati:"Wahh, sudah pagi. Aku harus bergegas mandi dan siap-siap untuk mengajar anak-anak kelas satu."

Ibu Ani: "Larass, jangan lupa sarapan terlebih dahulu, Kesehatanmu itu penting."

Bapak Slamet: "Semangat yaah nakk, Bapak dan Ibu selalu berdoa yang terbaik untukmu."

Larasati: "Iyaa Ibu,  Aku akan segera  sarapan. Terima kasih Pak, Bu atas doanyaa."

Bapak Slamet: "Tidak perlu terima kasih, Nak. Kami selalu mendukungmu dalam setiap langkah."

Ibu Ani: "Pastikan kamu memberikan yang terbaik dalam mengajar, ya. Anak-anak itu sangat beruntung memiliki guru seperti kamu."

Larasati: "Terima kasih, Ibu. Aku akan memberikan yang terbaik."

[Semua tersenyum bahagia sambil bersiap-siap menyambut hari yang baru.]

Tiga tahun berlalu sejak Larasati menjadi guru di sebuah sekolah dasar di desa kecil. Meskipun mencintai pekerjaannya, dia merasa terinspirasi untuk mengejar impian pribadinya menjadi seorang PNS. Dengan tekad kuat, Larasati mengikuti seleksi PNS sambil tetap mengajar di sekolah. Minggu demi minggu berlalu, Larasati terus mengikuti ujian dan tahapan seleksi lainnya. Dia harus berjuang melalui berbagai rintangan dan tantangan, termasuk mengatur waktu dengan cerdas antara mengajar dan belajar untuk seleksi PNS. Namun, dengan kegigihan dan dukungan dari keluarga serta rekan-rekannya, Larasati terus maju dengan tekad yang tidak pernah luntur.  Akhirnya, hari pengumuman hasil seleksi PNS tiba. Dengan hati berdebar, Larasati membuka surat pemberitahuan yang dikirim oleh panitia seleksi.

Larasati membuka surat pemberitahuan dengan hati berdebar, sambil kedua orang tuanya duduk di ruang tamu.


Larasati: (dengan suara gemetar) "Bapak, Ibu, ini hasil seleksinya... (menahan tangis) Aku... aku diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil."

Bapak Slamet: (dengan senyum bangga) "Wah, itu luar biasa, Nak! Selamat!"

Ibu Ani: (sambil memeluk Larasati) "Betapa bangganya kami padamu, Nak. Ini adalah prestasi yang luar biasa."

Larasati: (tersenyum bahagia) "Terima kasih, Bapak, Ibu. Aku benar-benar senang. Tapi... ada sedikit masalah."

Bapak Slamet: (memandang Larasati dengan penuh perhatian) "Apa masalahnya, Nak? Apakah ada sesuatu yang salah?"

Larasati: (dengan ragu)" Aku... aku ditempatkan untuk mengajar di desa Panenjoan. Itu desa yang terletak di atas bukit yang sangat curam dan jauh dari desa Pamuruyan."

Ibu Ani: (terkejut)" Oh, begitu ya. Itu jauh dari sini."

Bapak Slamet: (memikirkan dengan serius) "Bukankah itu akan sulit bagimu, Nak? Jaraknya jauh, dan naik turun bukit itu tidak mudah."

Larasati: (mengangguk pelan)" Iya, Bapak. Aku juga khawatir tentang itu. Tapi... (menghela nafas) aku ingin melanjutkan karirku sebagai PNS. Ini adalah kesempatan yang langka."

Ibu Ani: (memegang tangan Larasati dengan lembut) "Kami mengerti, Nak. Kamu harus mengambil kesempatan ini. Kami akan selalu mendukungmu."

Bapak Slamet: (berdiri)" Ya, Larasati. Kami akan membantumu menyiapkan segala sesuatunya. Kamu tidak sendirian dalam perjalanan ini."

Larasati: (tersenyum di antara tetes-tetes air mata) "Terima kasih, Bapak, Ibu. Aku berjanji akan memberikan yang terbaik dan membuat kalian bangga."

Semua berpelukan dengan penuh kasih sayang, siap menghadapi tantangan yang ada di depan.

Akhir cerita, dengan penuh kebahagiaan, Larasati melanjutkan karirnya sebagai guru di desa Panenjoan. Meskipun terpisah jarak sekitar 5 km dari kediaman Larasati di desa Pamuruyan, Larasati merasa bahwa dia telah menemukan kedamaian dan kepuasan dalam memberikan kontribusi bagi pendidikan di desa yang baru. Dengan dorongan dari orang tua, Bapak Slamet selama seminggu mengantarkan Larasati dengan berjalan kaki karena tidak ada kendaraan umum yang menuju Panenjoan. Dengan dorongan dan tekad yang tak tergoyahkan dari orang tuanya, Larasati tidak pernah menyerah. Larasati memandang perjalanan itu sebagai bagian dari perjuangannya untuk mencapai impian dan memberikan pendidikan yang berkualitas bagi murid-muridnya. 

Tamat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun