Mohon tunggu...
Wildan Ramadhani
Wildan Ramadhani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya sangat suka sekali mendengarkan musik, membuat design seperti majalah digital ataupun brosur.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Tangga-Tangga Menuju Bintang

30 Januari 2024   16:42 Diperbarui: 5 Februari 2024   18:23 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar:Microsoft Bing.com

Bapak Slamet: (memandang Larasati dengan penuh perhatian) "Apa masalahnya, Nak? Apakah ada sesuatu yang salah?"

Larasati: (dengan ragu)" Aku... aku ditempatkan untuk mengajar di desa Panenjoan. Itu desa yang terletak di atas bukit yang sangat curam dan jauh dari desa Pamuruyan."

Ibu Ani: (terkejut)" Oh, begitu ya. Itu jauh dari sini."

Bapak Slamet: (memikirkan dengan serius) "Bukankah itu akan sulit bagimu, Nak? Jaraknya jauh, dan naik turun bukit itu tidak mudah."

Larasati: (mengangguk pelan)" Iya, Bapak. Aku juga khawatir tentang itu. Tapi... (menghela nafas) aku ingin melanjutkan karirku sebagai PNS. Ini adalah kesempatan yang langka."

Ibu Ani: (memegang tangan Larasati dengan lembut) "Kami mengerti, Nak. Kamu harus mengambil kesempatan ini. Kami akan selalu mendukungmu."

Bapak Slamet: (berdiri)" Ya, Larasati. Kami akan membantumu menyiapkan segala sesuatunya. Kamu tidak sendirian dalam perjalanan ini."

Larasati: (tersenyum di antara tetes-tetes air mata) "Terima kasih, Bapak, Ibu. Aku berjanji akan memberikan yang terbaik dan membuat kalian bangga."

Semua berpelukan dengan penuh kasih sayang, siap menghadapi tantangan yang ada di depan.

Akhir cerita, dengan penuh kebahagiaan, Larasati melanjutkan karirnya sebagai guru di desa Panenjoan. Meskipun terpisah jarak sekitar 5 km dari kediaman Larasati di desa Pamuruyan, Larasati merasa bahwa dia telah menemukan kedamaian dan kepuasan dalam memberikan kontribusi bagi pendidikan di desa yang baru. Dengan dorongan dari orang tua, Bapak Slamet selama seminggu mengantarkan Larasati dengan berjalan kaki karena tidak ada kendaraan umum yang menuju Panenjoan. Dengan dorongan dan tekad yang tak tergoyahkan dari orang tuanya, Larasati tidak pernah menyerah. Larasati memandang perjalanan itu sebagai bagian dari perjuangannya untuk mencapai impian dan memberikan pendidikan yang berkualitas bagi murid-muridnya. 

Tamat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun