Larasati:''Baiklah Ayuu.''
Bapak Slamet & Ibu Ani:''Alhamdulillahhh.''
Seminggu kemudian, Laras dan Ayu pun mengikuti seleksi dan lulus seleksi masuk Sekolah Pendidikan Guru Swasta. Mereka sangat senang atas pengumuman tersebut. Namun, ada beberapa hambatan yang dilalui oleh Larasati karena kurangnya ekonomi keluarga. Larasati hanya dibekali 50-100 rupiah yang hanya cukup untuk biaya transportasi saja terkadang ia jalan kaki dengan jarak 2 KM. Dengan beralaskan Sepatu bolong dan pakaian seadanya, Larasati berjalan menuju sekolah dikarenakan uangnya yang habis dibayar untuk iuran sekolah dengan harga RP. 7000 yang dimana untuk ukuran di tahun 80an termasuk besar.
Dengan perjalanan yang cukup melelahkan, jalan setapak yang dipenuhi dengan tanaman hijau yang rimbun, Larasati dengan tekad yang kuat terus melangkah maju menuju cita-citanya. Meskipun dihadang oleh berbagai kesulitan ekonomi dan rintangan lainnya, Di Tengah perjalanan Larasati pun beristirahat terlebih dahulu di dekat pohon.
Larasati:''(Keringat membasahi wajah) Haduhh pegal sekali kakiku. Sepertinya aku harus beristirahat terlebih dahulu.''
Tiba-tiba dibelakang ada yang mengagetkan Larasati ketika dia sedang beristirahat yaitu Ayu teman dekatnya Laras.
Ayu:''(Mengendap-ngendap dibelakang) Dorrrr, Hahahaha, hehh Larass wajah kamu keliatannya capee sekalii nihh aku ada sedikit minum di tumblr aku.''
Larasati:''(Wajah terkejut) Astagfirllah Ayuu ihhh ngagetin ajaa. Iyaa nihh rass aku lupa bawa minum tadi jadinya kecapeann, makasihh yaa udah mau bagii minumnya.''
Ayu:''Sama-sama rass, yukk kita lanjutin perjalanannya takutnya kesiangan.''
Larasati:''Berangkattt.''
Setelah 3 tahun dilalui dengan segala kesulitan yang dialami Larasati seperti sering sekali Laras tidak menerima rapot di sekolahnya dikarenakan iuran perbulan yang sering nunggak karena kurangnya ekonomi keluarga. Larasati juga tidak pernah jajan di sekolah dikarenakan uangnya yang hanya cukup untuk transportasi pulang pergi. Walaupun banyak kesulitan yang dihadapi oleh Larasati tidak dijadikan sebagai hambatan bagi dia sendiri. Ketika pembagian rapot Larasati pun duduk termenung  di kelas dan sedih karena rapotnya sudah pasti tidak akan dia dapatkan karena menunggak iuran.