c. Pendidikan Emansipatoris menurut Paulo Freire
Freire menawarkan pandangan alternatif dengan menekankan pentingnya pendidikan sebagai sarana pembebasan. Dalam bukunya, Pedagogy of the Oppressed, Freire mengkritik model pendidikan "gaya bank" yang memposisikan siswa sebagai penerima pasif pengetahuan. Sebagai gantinya, ia menganjurkan dialog kritis antara guru dan siswa untuk membangun kesadaran akan realitas sosial mereka dan memfasilitasi aksi kolektif untuk perubahan.
Dalam konteks ini, pendidikan tidak hanya menjadi alat untuk memahami dunia, tetapi juga untuk mengubahnya. Freire percaya bahwa pendidikan emansipatoris dapat memberdayakan individu untuk melawan ketidakadilan dan menciptakan masyarakat yang lebih egaliter.
Dominasi dalam Praktik Pendidikan
a. Kurikulum sebagai Alat Ideologis
Kurikulum seringkali menjadi alat ideologis yang mencerminkan kepentingan kelompok dominan. Konten pembelajaran yang diajarkan di sekolah cenderung merepresentasikan nilai, norma, dan perspektif yang mendukung status quo, sementara narasi alternatif seringkali dikesampingkan. Sebagai contoh, dalam banyak sistem pendidikan, sejarah nasional diajarkan dari sudut pandang penguasa, sehingga mengabaikan kontribusi kelompok minoritas atau oposisi.
Studi oleh Apple (2004) menunjukkan bagaimana kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) bekerja untuk memperkuat nilai-nilai tertentu, seperti kepatuhan, kompetisi, dan individualisme, yang sesuai dengan logika kapitalisme. Hal ini menciptakan individu yang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, tetapi kurang kritis terhadap struktur sosial yang menindas.
b. Penilaian dan Standar Pendidikan
Penilaian standar sering digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa, tetapi juga dapat menjadi alat dominasi. Sistem ujian yang homogen cenderung mengabaikan keragaman cara belajar dan pengetahuan lokal, yang membuat siswa dari latar belakang sosial-ekonomi rendah semakin terpinggirkan.
Sebagai contoh, penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa Ujian Nasional (UN) seringkali lebih menguntungkan siswa di daerah perkotaan yang memiliki akses lebih baik ke sumber daya pendidikan dibandingkan siswa di daerah terpencil (Yulindrasari & Saraswati, 2019). Hal ini mencerminkan bagaimana kebijakan pendidikan dapat memperkuat ketimpangan regional dan sosial.
Perlawanan dalam Pendidikan